Bagian 6 - Penebusan Dosa Untuk Manusia

404 31 1
                                    

Kepalaku terasa sakit, aku mencoba mengingat apa yang terjadi, tapi ingatanku terasa samar-samar.

Aku merasakan hawa dingin menyentuh kulitku. Kucoba untuk menggerakkan kedua tanganku dengan perlahan, tapi rasanya sangat sulit untuk digerakkan.

Entah dimanakah aku berada sekarang, ruangan tempat beradaku kini dipenuhi oleh aroma bau menyengat disekitarku. Bau-bau itu membuatku merasa seperti berada di laboratorium sekolah.

Perlahan kubuka mataku...

Kegelapan hitam pekat terbentang dihadapanku, lalu perlahan terlihat remang cahaya yang dapat ditangkap oleh mataku. Untuk sejenak awalnya kupikir aku telah buta, akan tetapi perlahan kedua mataku mulai menyesuaikan keadaan di sekitarku.

Tempatku berada kini terlihat seperti sebuah ruangan kecil dengan lorong bertangga yang menjulur didepanku.

Sesosok tubuh terduduk bersandar di salah satu sudut ruangan dengan kepalanya tertunduk. Dalam kegelapan tanpa cahaya sama sekali pasti membuatku tak mengenali sosok itu, tapi dalam remang-remang ini aku bisa menyadari bahwa sosok di pojokan ruangan itu adalah Ian.

Secercah cahaya muncul dari balik lubang pintu di ujung lorong. Sepertinya ini adalah ruang bawah tanah atau semacamnya, kucoba menggerakkan tanganku sekali lagi.

Tetapi tetap tak bias kulakukan, semua usahaku dipatahkan oleh sebuah simpul yang mengikatku dengan erat.

Kuseret tubuhku mendekati Ian yang berada di sudut ruangan, mendengar suara tubuhku, kepala Ian terangkat. Mata cokelatnya yang terasa lesu dan lemah kini melihatku seperti seekor anak kucing yang ditelantarkan majikannya.

Terasa imut tapi terlihat sangat menyedihkan.

"Ian, kamu sudah sadar?"

Dalam keremangan ruang sempit itu Ian hanya memandangku sesaat, lalu menganggukan kepalanya.

Sebuah erangan yang terdengar samar merambat dari balik dinding. Suara itu mengingatkanku pada hewan yang disembelih oleh seorang penjagal.

Akan tetapi, entah kenapa aku yakin kalau suara itu adalah suara seseorang. Ya, seorang manusia sedang disiksa diluar ruangan ini.

"Ian, kamu denger ngga suara itu?"

Ketika Ian mulai benar-benar sadar, ia hanya menatapku keheranan. Lalu ia berdiri, merenggangkan otot tubuhnya yang kaku kemudian mengacak rambut dan mengucek kedua matanya.

Dalam keremangan cahaya ruangan tangan Ian bergerak, meraba-raba dinding dan menyalakan sebuah sakelar lampu.

Lampu neon kekuningan membuat wajah Ian semakin jelas, begitu juga dengan tempat kami berada, yakni sebuah gudang kayu dengan kotak peralatan pertukangan yang sebagian besar telah kosong diambil oleh seseorang.

Diatas dinding tempatku bersandar ada sebuah rak berisi cairan berwarna pucat.

Apakah dari botol-botol itukah aroma menyengat ini berasal?

Ian tersenyum, aku bersyukur Ia baik-baik saja. Tapi ada sesuatu yang mengganjal dalam pikiranku.

Kenapa tangan Ian tidak terikat?

Aku juga tidak melihat bekas tali terpotong di lantai, bahkan bekas ikatan tali di pergelangan tangannya juga tidak ada.

Kemudian kuperhatikan lebih lekat lagi wajah Ian.

Senyuman Ian kini telah berubah, sebuah senyuman yang tidak pernah ia tunjukkan padaku.

Sebuah senyuman yang perlahan berubah menjadi seringai.

Rumah-rumahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang