Bagian 14 - Phobos Dan Deimos

286 17 0
                                    


Sekali lagi aku tertarik ke dalam ruangan gelap itu...

Kini, hanya ada kegelapan di sekelilingku. Setiap benda yang ada di sekitarku berwarna hitam. Hanya tubuhku saja yang berwarna putih pucat dengan gaun berwarna hitam.

Aku berjalan dengan menggerakkan kakiku dalam ruang gelap. Sesekali aku menghancurkan benda-benda yang kulewati. Kursi-kursi yang terpotong menjadi dua, dan dinding yang runtuh.

Tiba-tiba, ekor mataku menatap sesuatu yang nampak tak asing. Seorang gadis berambut hitam panjang yang lebih tinggi dariku, berdiri tak jauh dariku.

Ia membelakangiku dengan gaun berwarna putih.

Aku ingin berada disana...

Tubuhku bergerak tanpa kusadari. Kini aku berada tepat di belakangnya. Tanganku kuulurkan untuk menyentuh bahunya. Gadis itu terlihat tak menyadari kehadiranku.

"Mencari seseorang Phobia?"

Kubalikkan tubuhku, aku merasa baru saja ada seseorang berada di belakangku dan membisikkan kata-kata di telingaku.

Namun yang kulihat, hanyalah kegelapan sejauh mata memandang. Ada orang lain di ruangan ini selain diriku dan gadis itu. Ini benar-benar berbeda dibandingkan waktu terakhir kali aku berada di ruangan ini.

Suara tawa...

Menggema di kejauhan, tapi tak kulihat siapapun. Suara itu terasa bergema di kepalaku. Sosok bayangan, samar-samar berdiri tak jauh di depanku. Ah gadis itu lagi, ia berdiri tak jauh dariku, kali ini ia menatapku. Sebagian rambut hitamnya menutupi wajahnya.

"Merindukanku Vivi? Atau, kamu lebih suka kupanggil Phobia?"

Kepalaku tiba-tiba terasa pening, seakan-akan ada sesuatu yang ingin membuatku ingat akan kejadian itu. Kejadian sepuluh tahun lalu yang mempertemukanku dengan Kak Damian.

"Jadi kamu, benar-benar Kak Vera?"

Sosok itu tersenyun, ruangan gelap perlahan berubah... Berubah menjadi tempat yang tak pernah ingin kuingat lagi.

Sebuah kamar, dengan tempat tidur tertutup kain berwarna ungu. Juga dinding berwarna ungu lembut. Tempat itu begitu indah. Sayangnya, kamar itu sungguh berantakan. Terhias oleh pecahan vas bunga di lantai, bantal bulu sobek, dan boneka yang isi perutnya keluar. Semua benda-benda itu tersebar tak beraturan di setiap sudut kamar.

Selain itu, mayat wanita tua di bawah tempat tidur yang telah menjadi mumi setelah bertahun-tahun, juga semakin menambah kesuraman tempat ini.

Namun sayangnya, kamar penuh kesuraman itu adalah kamarku.

Aku tak pernah keluar dari sana. Karena aku terlalu takut dengan sesosok monster di luar sana. Ia selalu berteriak, membentak, dan memukulku tiap aku mencoba berada di luar.

Akan tetapi, monster itu tak pernah mencoba masuk ke dalam kamarku. Mungkin hal itu karena mayat ibu di dalam kamarku.

Ruangan hitam itu membuat proyeksi kamar lamaku dengan sempurna. Sayangnya sosok kak Vera yang tersenyum mengerikan di depanku membuat kesempurnaan itu hancur.

"Kamu tak pernah melupakannya bukan? Kenangan manis yang kita buat di kamar ini?"

Aku hanya diam, Kak Vera dan aku pernah bersama selama tiga atau nyaris empat tahun.

Ia adalah orang yang selalu merawatku, ia juga selalu membawakanku makanan. Tapi aku tak pernah menyukai makanan pemberiannya. Karena aku lebih suka merasakan rasa serangga mentah dibandingkan rasa makanan yang nyaris membusuk.

Rumah-rumahanWhere stories live. Discover now