Penyesalan?

96.2K 7K 54
                                    

"Apa yang akan kita lakukan untuk meneliti makhluk yang hanya mitos dan mustahil ditemukan?" Ucapku sarkastik dengan semua arkeolog yang ada disini. Bagaimana aku tidak kesal, liburan ku di Rusia di batalkan hanya karena hal ini dan penelitian harus dipercepat hanya untuk meneliti hal mitos yang mustahil ditemukan keberadaan dan jejaknya.

"Entahlah, aku tidak tau." jawab Asle yang berjalan di depanku. Kami berjalan berbaris kebelakang. Aku berada di nomer 6 dari orang yang berjalan paling depan memimpin perjalanan. 18 orang di kelompokku yang sudah termasuk aku, mulai kelelahan dan bosan karena tidak menemukan jejak apapun tentang makhluk bertaring itu.

Aku mulai bosan dengan hal ini. Sedari tadi aku hanya mengikuti rekan-rekanku untuk memasuki hutan dan sebentar lagi akan mulai mendaki gunung, itu pasti sangat melelahkan. Sekarang saja keringatku sudah mengalir deras dari dahiku. Rambutku yang aku kepang satu terasa kusut dan bau keringat. Ini sudah sore dan kami belum juga istirahat, padahal kami sudah melakukan perjalanan dari pukul 7 pagi. Dan yang paling menyebalkan, tepat di barisan ke 11, seseorang yang membuatku mati rasa akan yang namanya cinta, sedang berjalan dan ikut dalam perjalanan ini. Itu sangat menyebalkan bagiku, saat aku melihatnya, bayangan masalalu yang selalu hadir setelah aku menatap matanya. Masalalu itu menyakitkan. Tak bisakah dia dan aku tidak satu kelompok dalam penelitian ini? Dia arkeolog Rusia, dan aku arkeolog Perancis, kenapa bisa satu kelompok? Huh benar-benar menyebalkan.

"Tidak bisakah kita beristirahat dan melanjutkan perjalanan besok? Hari sudah semakin gelap" ucap ku yang langsung disetujui yang lainnya. Leord, arkeolog paling tua sekaligus pemimpin di kelompok kami, berhenti berjalan dan menatap kami.

"Baiklah, kita akan membuat perkemahan disini" ucapnya yang langsung dianggukkan oleh kami semua. Kami mulai bekerja dan membangun tenda dan yang lainnya.

"Huff.. akhirnya kakiku bisa berhenti bergerak setelah 9 jam berjalan tanpa henti." Ucap Comara yang langsung duduk menenggak botol air minumnya. Aku masih duduk di atas kayu yang lapuk sambil mengelap keringat ku. Aku hendak berdiri dan mulai mengeluarkan segala keperluan yang dibutuhkan, dari dalam tas gunungku.

"Amer, Vina, tolong carikan kayu bakar" pinta Leord yang membuat ku membeku. Mengapa harus aku dan dia? Kenapa tidak yang lain? Tatapan keempat temanku yang mengetahui masalalu ku, langsung tertuju padaku. Mereka menatapku seolah olah berkata mati kau. Elva tersenyum jahat padaku, seakan akan ini adalah bahan tontonan yang bagus ditonton.

"Ekhem... hari sudah menggelap, tidak bisakah kau cepat berangkat?" Ucap Asle dengan satu alis terangkat dan seringaian menggoda yang menjijikkan. Awas ya kalian berempat! Akan kubunuh kalian jika ini semua sudah usai.

Tiba-tiba Amer berjalan memasuki rimbunnya pohon meninggalkan area perkemahan. Aku mengikutinya dan berlari berusaha mengejarnya, lalu berhenti beberapa meter dibelakang nya dan berjalan santai mengikutinya. Hening. Hanya itulah yang terjadi diantara kita. Setelah dulu sempat saling membahagiakan dan hampir menikah, lalu dia menghancurkan semuanya dan.. ah sudahlah! Aku tak ingin mengingat nya lagi. Tiba-tiba ia berhenti dan berbalik lalu menatapku kosong.

"Maafkan aku" ucapnya tiba-tiba yang membuat ku menegang.

"Untuk apa?"

"Untuk semuanya," katanya dengan nada sedih? "A-aku.. menyesal" lanjutnya lalu menunduk. Menyesal dia bilang? Apakah kata maaf dan menyesal saja bisa mengubah masalalu ku? Apakah kata itu bisa mengubah nasibku sekarang?

"Lupakan" jawabku lalu berjalan melewati nya begitu saja. Namun tanpa kuduga ia menarik pergelangan tangan ku membuat ku berbalik dan kembali menghadapnya.

"Aku sungguh menyesal, Kumohon maafkan aku" ucapnya dengan tatapan memohon dan penuh penyesalan.

"Sudahlah, kita kesini untuk mencari kayu" aku menarik tangan ku dan akhirnya terlepas begitu saja dari genggaman nya.

"Okey" gumamnya namun dapat kudengar.

Aku mulai memunguti ranting ranting pohon yang sudah kering di tanah, dan mengumpulkan nya, Begitu juga dengan Amer.

"Bagaimana kabarnya?" Tanyaku sambil terus memunguti ranting yang bertebaran. Sebenarnya aku mengucapkan pertanyaan itu hanya untuk memecah keheningan.

"Dua tahun lalu ia kecelakaan dan... meninggal" jawabnya dengan nada sedih. Ia memunguti ranting dengan raut wajah yang sulit diartikan.

"Aku turut berduka" jawabku acuh tanpa mengalihkan pandangan ku dari pekerjaan ku. Sebenarnya aku tidak Turut Berduka Cita, untuk apa aku turut berduka atas meninggalnya gadis itu? Waktu itu gadis itu juga tidak turut berduka, saat ia menghancurkan hubungan ku dengan Amer. Tanpa punya rasa malu ia tidur dengan orang yang jelas jelas sudah bertunangan dengan teman kuliah nya yang mengenalnya dengan baik. Sungguh lucu dunia ini.

°

Aku berlari menyusuri lorong lorong panjang yang lampunya remang. Kakiku terus bergerak diatas carpet beludru berwarna coklat tua, tangan ku berkeringat dingin dan jantungku dag-dig-dug seakan mau meledak. Apakah tindakan ku ini benar?

Berlari sambil terus menatap satu persatu pintu kamar berwarna merah yang tertata rapi di dinding lorong. Sampai aku menemukan pintu dengan nomor 102 dan aku berhenti terpaku di depan pintu kamar hotel tersebut. Tubuhku mematung dan tanganku bergetar hendak menyentuh knop pintu itu, aku tak tau pintu ini dikunci atau tidak, yang jelas aku harus masuk kedalam. Tanganku memutar knop pintu dan ternyata tidak di kunci. Aku masuk lalu mendengar erangan wanita yang sepertinya suaranya tidak asing bagi ku, lalu setelahnya ada suara tawa laki-laki yang aku cintai bersama suara seorang gadis yang terus mengerang dan tertawa kecil itu. Air mata ku jatuh perlahan. Seiring dengan langkah ku yang berhenti, aku bagai disambar petir saat melihat pemandangan menjijikkan yang sangat mengerikan bagiku. Tunangan ku sedang bersetubuh dengan teman campus satu fakultas dengan ku.

"Amer..."

"Amer!" Ucapku saat aku tiba-tiba terduduk dari posisi tidur ku. Keringatku mengucur deras dan dadaku kembang kempis karena nafasku tersengal senggal. Aku bangkit dan memutuskan untuk keluar dari tenda. Diluar pemandangan hutan dimalam hari langsung menyambut ku. Bintang bintang bertaburan dan itu memanjakan mata ku. Namun hawa dingin langsung menusuk tulang ku. Aku berjalan dan duduk di ayunan yang telah dibuat James tadi, salah satu rekanku. Aku terdiam menatap langit dan memeluk tubuhku sendiri karena dingin.

Mengapa aku bisa memimpikan masalalu ku? Apa karena tadi aku berbicara dengan Amer? Entahlah, ini semua melelahkan.

°
Charen Samuel Tengker

Senin, 4 Januari 2016

Creature WolfWhere stories live. Discover now