Mbak Puan, Panjenengan Pembantu Presiden atau Anggota Fraksi?

15 0 0
                                    


Beberapa waktu yang lalu sempat ramai diberitakan niat beberapa legislator di Senayan yang mau merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Beberapa anggota legislatif lintas fraksi, sudah membubuhkan tanda tangannya, menyetujui serta mendorong UU KPK direvisi. Salah satu fraksi yang ngotot, bahkan lantang ingin UU KPK di revisi adalah Fraksi PDIP.

Partai yang dipimpin Ibu Megawati Soekarnoputri itu sendiri adalah salah satu partai penyokong utama Jokowi-Jusuf Kalla. Artinya, PDIP adalah pendukung utama pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Tapi, ada yang menarik dari riuh rendahnya usulan revisi UU KPK. Selain ditolak publik, usulan revisi juga tak diamini Istana. Atau Presiden Jokowi, kurang setuju beleid yang mengatur keberadaan KPK dirubah. Mas Teten Masduki dan Pak Praktikno, sudah menegaskan bahwa Pak Jokowi sebagai Presiden kurang sreg bila KPK dilemahkan. Ya, revisi UU KPK sendiri oleh para aktivis anti korupsi dituding sebagai upaya sistematis untuk melemahkan KPK.

Mas Teten sendiri adalah Kepala Staf Kepresidenan, sementara Pak Pratikno, adalah Menteri Sekretaris Negara. Artinya, dua orang ini bisa dikatakan tangan kanan Presiden. Dan, dengan posisinya, keduanya punya kapasitas mewakili suara Presiden Jokowi.

Nah yang menarik, disaat Presiden sudah menyatakan menolak usulan revisi, justru PDIP, partai pendukungnya terkesan terus ngotot melakukan itu. Bahkan, suara para politisi banteng begitu kencang menginginkan payung hukum KPK dirubah. Salah satu yang coba dimasukan dan ini menuai kontroversi adalah klausul tentang usia KPK yang dibatasi hanya 12 tahun, sejak UU itu disahkan. Klausul ini yang memantik reaksi, sebab sama saja ini adalah tujuannya melikuidasi KPK.

Menariknya lagi, Mbak Puan Maharani, yang notabene adalah pembantu Presiden Jokowi, bersikap berbeda. Mbak Puan, lebih mendukung fraksinya yang ingin merubah UU KPK, ketimbang ada satu barisan dengan Presiden Jokowi yang tak mau UU KPK di revisi. Tentu ini agak aneh, walau pun sudah banyak yang maklum. Sebagai pembantu Presiden, mestinya Mbak Puan itu satu suara dan irama dengan bosnya yang tak lain adalah Pak Jokowi. Namun, Mbak Puan ternyata suaranya berbeda dengan Pak Jokowi, bosnya di kabinet.

Saya pun heran dengan sikap Mbak Puan. Dan, tergelitik untuk bertanya, " Mbak Puan, panjenengan itu, anak buah Pak Presiden atau Anggota fraksi?"

Kalau panjenengan merasa jadi pembantunya Pak Jokowi, mestinya manut dan taat pada keputusannya. Bukan kemudian mbalelo. Sebab tak elok, masa anak buah ngelawan bos. Memang di partai, panjenengen adalah orang istimewa. Panjenengan pernah jadi ketua fraksi. Juga, sekarang jadi ketua pengurus partai. Dan, yang paling istimewa, panjenengan adalah putri dari Ibu Megawati, Ketua Umum PDIP.

Namun, sekarang panjenengan adalah menteri. Artinya, bawahan Pak Jokowi. Bawahan yang baik tentunya adalah yang mendukung bos. Loyal pada atasan, tak kemudian justru membangkang. Karena anak buah yang suka melawan, menurut pemahaman orang awam, adalah anak buah yang kurang ajar. Lagi pula, ketika negara sudah memanggil, maka yang dikedepankan adalah kepentingan bangsa, dan negara. Bukan kemudian terus ngotot memperjuangkan lepentingan partai atau kelompok...

Bukan Catatan Pinggir Goenawan MohamadWhere stories live. Discover now