Kidnapped

1.5K 96 4
                                    

Steve berlari kencang memasuki pekarangan markas. Semua orang menatap wajahnya bingung sekaligus takut karena wajah Steve terlihat menyeramkan.

Ia berhenti di hadapan pintu besi lalu mendobraknya kencang hingga seseorang di dalamnya terkejut.

"Oh, hai kau Jo. Ada apa?"

Steve menggeram lalu menarik kerah baju orang itu. "Jangan bodoh! Aku tahu kau yang membunuh kakekku!!"

Orang itu tersenyum licik. "Hei. Apa yang kau bicarakan bung? Tak ada bukti nyata untuk itu."

Steve melayangkan pukulannya ke rahang orang itu. Namun yang di hajar hanya tertawa tanpa melawan.

"HENTIKAN STEVE!!!" Alex datang menjauhkan Steve.

"Lepaskan!! Aku bilang lepas!!" Alex melepaskan cekalan tangannya.

"Jangan main hakim sendiri. Aku tahu kau marah tapi--"

"Apa?! Biarkan bocah ini mati ditanganku." potong Steve.

"Dude, kau harus dengar aku. Ada yang lebih penting daripada kau mengurusi bajingan ini." ucapan Alex membuat Steve menatap Alex bingung.

Belum sempat Alex berbicara, orang tadi langsung berbicara. Ucapannya membuat Steve membelakkan matanya dengan amarah yang memuncak.

"Gadismu itu akan mati sebelum kau membunuhku."

×××

Clara mengerjapkan matanya yang masih berkunang kunang. Belakang kepalanya amat sakit akibat pukulan yang entah datang dari mana.

Ia ingat, terakhir kali ia sedang mengejar Steve. Namun tali sepatunya terlepas, membuatnya harus mengikat terlebih dahulu. Belum sempat ia bangkit, pukulan di belakang kepalanya membuatnya hilang keseimbangan hingga akhirnya gelap.

Clara menatap sekelilingnya yang dipenuhi barang tua juga sarang laba laba. Tangan Clara terikat di sebuah kayu ditengah ruangan.

Tangannya perih akibat ikatan tali yang sangat kencang. Hingga membuat pergelangan tangannya memar.

Clara meringis. Ingin rasanya berteriak, namun itu hanya akan membuatnya dalam masalah besar karena orang orang yang menculiknya pasti akan datang.

Clara memutar otak. Mencari cari barang yang bisa ia gapai untuk melepaskan ikatan ditangannya. Hingga matanya menangkap pecahan kaca yang letaknya tak jauh dari kakinya.

Ia bersusah payah mengambil pecahan itu dengan rogohan kakinya. Namun saat kakinya sudah menyentuh pecahan itu, pintu terbuka.

Clara dengan sigap berpura pura tertidur dan memejamkan matanya. Samar samar ia mendengar dua pria berbadan besar itu berbicara.

"Dia masih belum bangun?" ujar pria botak.

"Bukankah kau yang memukulnya terlalu keras? Jika ia mati, tuan Jacy akan mematahkan lehermu." jawab pria gondrong.

Jacy? Siapa itu? Batin Clara.

"Apa yang harus kita lakukan?"

"Beri dia air atau makanan saja." kata si botak.

Kemudian salah satu dari mereka keluar untuk mengambil makanan dan minuman.

Si botak mendekati Clara yang masih -berpura pura- memejamkan matanya. "Kau tidak berpura pura kan manis?"

Clara menahan nafasnya. Ia mencoba serileks mungkin. Ketika tangan sang pria ingin menyentuh mata Clara. Suara kawannya membuatnya tak jadi membuka mata Clara.

"Hei! Jangan melakukan apapun sebelum tuan menyuruh kita!" si gondrong menaruh sepiring nasi dan segelas air putih. "Ayo kita keluar!"

Akhirnya mereka keluar dan menutup pintu gudang itu. Clara yang merasa sudah aman membuka matanya.

Clara mencoba merogoh serpihan kaca dengan kakinya. Hingga kakinya berhasil menyentuh serpihan kaca itu.

Bersusah payah ia berusaha, hingga akhirnya tangannya berhasil menggapai serpihan itu dan memotong tali yang mengikat kedua tangannya.

Setelah terbebas. Clara merogoh sakunya. Ia sangat bersyukur karena ponselnya masih disana. Baterainya pun masih penuh.

Clara mencoba menghubungi seseorang. Siapa lagi kalau bukan Steve. Hatinya membuncah bahagia, karena ia masih bisa mendengar suara Steve.

"Clara?"

Clara terisak mendengar suara itu. "Steve.. Tolong aku."

"Nyalakan location ponsel mu. Aku akan menjemput mu. Jangan pergi." Steve memutus panggilan.
Clara menatap makanan di piring. Ia sangat lapar, tapi ia takut jika makanan dan minuman itu sudah diberi obat obatan yang akan membahayakan dirinya. Akhirnya ia menahan perih di perutnya sambil terisak.

"Steve.. Tolong aku.."

×××

Steve langsung berlari dengan perasaan kalut. Ia sangat takut jika gadisnya terluka. Salahkan ia karena meninggalkan gadis itu dibarisan belakang. Seharusnya ia tahu akal bulus mereka.

Steve mengendarai motornya menuju lokasi dimana Clara berada. Hatinya terus memaki orang yang menyakiti Clara.

Jika bukan karenanya yang mengikutsertakan Clara dalam misinya. Clara tak akan diculik seperti ini.

Ini semua memang salahnya.

Hampir saja kecelakaan terjadi jika Steve tidak gesit mengendarai motornya diantara kendaraan yang padat.

Pikirannya sangatlah kacau. Misi yang harus ia selesaikan sebelum membunuh saudaranya itu adalah..

Menyelamatkan separuh jiwanya..

Clara.

×××

Love Starts With A MissionWhere stories live. Discover now