15. Percayalah, Jodoh Tak Akan Ke Mana

81.1K 6.5K 3.4K
                                    

catatan penulis: untuk teman-teman pembaca yang mengikuti sejak awal, pasti sadar kalau ini tulisan yang aku post kali pertama, saat judulnya masih Setelah Jatuh Cinta, Dia... sekarang, bab ini telah menjelma ke sebuah buku berjudul Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta.

***

Itu semua bermula dari tatapan yang tak disengaja dan percakapan sederhana.

"Boleh pinjam pulpennya?"

"Oh, kamu suka film itu juga?"

"Hari ini panas banget, ya."

"Gurunya nyebelin, ya."

Tadinya, tak ada yang spesial tentangnya.

Namun, kau dan dia seakan ditakdirkan bersama.

Mungkin, dari tempat duduk yang berseberangan, kelas yang sama, organisasi yang bersinggungan, atau apa pun yang menjadikan kalian selalu bertemu.

Dan, pertemuanmu dengannya semakin intens; percakapanmu dengannya menjadi semacam candu.

Lalu, perlahan-lahan, kau membuka satu ceritamu untuknya.

Kau juga tak pernah paham mengapa kau melakukan itu.

Mungkin, kau hanya ingin bercerita.

Mungkin, kau hanya ingin mendengar sudut pandang lain.

Mungkin, kau hanya ingin mendengar suaranya.

Jadi, kau bercerita kepadanya, panjang lebar.

Dan, kau tak pernah menyangka bahwa kau tenggelam lebih dalam hari itu. Melalui tatapan matanya yang amat serius memandangmu, mendengar ceritamu. Melalui bibirnya yang menuturkan solusi-solusi cerdas untuk masalahmu. Dan, cengiran di wajahnya yang seolah berkata, "Tenang! Namanya juga hidup, biasalah ada drama begini."

Hari itu, hatimu sudah mulai merasa, mulai berharap.

Namun, kau tidak pernah menyadarinya. Satu-satunya hal yang kau sadari adalah, di dalam hatimu, kau berkata, "Kok dia beda dari yang lain, sih?"

Sejak saat itu, jika ada kejadian-kejadian kecil terjadi dalam hidupmu, dia adalah orang pertama yang harus tahu. Karena kau ingin mendengar responsnya. Karena kau ingin tahu: Apakah kita akan cocok?

Hari berlalu bersama cerita-cerita baru, dan kau semakin jatuh, lebih dalam. Pada dirinya, suaranya, gayanya yang tak pernah dibuat-buat, tatapannya yang dalam, lelucon garingnya yang membuatmu lupa pada masalah sejenak, ucapannya yang menenangkan, dan segala tentangnya.

Dan, tak ada satu hal pun yang kau benci dari dia.

Oh, dia tak sempurna, itu jelas.

Dia bukan yang paling populer, bukan yang paling rupawan, bukan yang paling cerdas, tapi cukup. Untukmu. Di masa kini, dan, mudah-mudahan, di masa depan.

Kemudian, kau mulai bercerita kepada teman-temanmu tentangnya.

"Menurutmu, aku cocok nggak sama dia?"

"Dia baik nggak, ya?"

"Aku harus gimana, ya?"

"Tapi, gimana kalau dia nggak suka sama aku?"

Tetapi, teman-temanmu berkata, "Udah. Coba aja. Siapa tahu dia juga suka kamu, kan?"

Jadi, kau, yang tak tahu banyak hal tentang cinta, mencobanya: Mengirim sinyal. Mengirim pesan untuknya di waktu yang tepat. Membagi cerita keseharianmu untuknya, beserta kisah-kisah sedihmu di masa lalu. Jalan bersama dia dan teman-teman. Lalu, jalan berdua saja. Diam-diam, menyelipkan kode seperti, "Kenapa kamu nggak pacaran?"; "Ciyee, kamu suka sama dia, ya?"

Jika Kita Tak Pernah Jatuh CintaWhere stories live. Discover now