Bab 2: Misi Baru

5.2K 274 65
                                    

Di markas lama kami di Suryajati Tower, aku melihat teman-temanku sudah berkumpul di sana. Tiara, yang mengenakan tank top hitam dan celana training hitam, sedang berlatih tanding bersama Bagus, yang mengenakan kaos oblong putih dan celana training abu-abu. Lita tidak berada di posisi biasanya di depan komputer, melainkan meninju karung samsak dengan kedua tangannya yang dibalut sarung tangan tinju. Phillip, yang jarang hadir di markas, sedang mengamati adiknya berlatih sambil sesekali membenarkan posisi Lita atau cara memukulnya. Pak Alfred berdiri memunggungiku, menghadap lemari kaca yang memajang kostumku dan kostum Tiara.

Sudah sebulan lebih aku tak melihatnya dan Phillip. Sedangkan aku masih sering bertemu Tiara, Bagus, dan Lita. Tentu saja karena Bagus sedang menjalankan Operasi Singa Putih untuk memberantas sisa geng Macan Hitam, dan ia meminta bantuan dariku, Lita, dan Tiara. Jadilah malam hariku dihabiskan dengan mengendarai motor bersama Tiara, berpatroli keliling kota untuk melawan para preman yang mengganggu warga, sekaligus memeriksa apakah mereka anggota Macan Hitam.

Pak Alfred membalikkan tubuhnya dan mendatangiku. Aku tersenyum kecil sambil mengulurkan tanganku, yang dijabatnya erat.

"Bagaimana keadaanmu, Danar?" tanyanya. "Kamu sudah pulih?"

"Baik, Pak. Dokter bilang masih belum boleh melakukan gerakan ekstrem, namun sudah nggak terasa sakit."

Pak Alfred tampak puas. "Pasti kamu sudah dengar dari Lita kenapa saya memanggilmu kemari."

Aku mengangguk.

"Anak-anak, bisakah kalian berhenti dulu? Saya ingin membicarakan sesuatu dengan kalian. Ini menyangkut misi baru Danar."

Empat pasang mata menoleh ke arah kami. Mereka berhenti berlatih, lalu minum dan menyeka peluh dengan handuk, lalu menghampiri kami. Pak Alfred mengajak kami duduk di sofa di tengah markas sebelum membuka pembicaraan.

"Saya akan mulai dengan hal-hal umum sebelum membahas detil yang hanya khusus berkaitan dengan Danar. Pertama, saya akan bicara pada Non Tiara," ujarnya sambil menatap putri bosnya yang sedang mengikat ulang kuncir kudanya di sebelah Bagus. Ya, Pak Alfred masih menjabat sebagai orang kepercayaan Surya Jati, yang masih mendekam di penjara.

"Aku tahu, Bapak ingin memanggil Danar untuk misi tertentu, kan? Yah, aku, sih, nggak keberatan, asal aku punya asisten pengganti," sahut Tiara, menoleh ke arah Bagus sambil mengangkat satu alisnya.

Bagus hanya menggeleng perlahan. "Bukannya aku nggak mau, Ti, tapi ..."

Tiara tertawa dan menatap mata kekasihnya. "Aku bercanda, Gus. Nggak apa-apa, Pak Alfred. Aku udah makin terampil dan pengalaman, bisa turun sendiri. Cederaku juga udah cukup pulih."

"Baiklah, kalau nggak, mau saya suruh Phillip untuk menggantikan posisi Danar. Makanya saya panggil dia kemari juga," sahut Pak Alfred dengan sorot mata jenaka.

Tiara melebarkan matanya dan menoleh ke arah Phillip, yang mengunyah permen karet dan menyengir sambil membalas pandangan Tiara. "Nggak, deh, mending aku sendiri aja. Sama dia bakal ribut mulu, dasar Cerberus, anjing berkepala tiga."

"Cronus," bantah Phillip sambil menjulurkan lidahnya. "Lah, lu kaya nggak pernah ditolongin gue aja. Gini-gini gue bisa jadi agen lapangan dan hacker. Bahkan kostum lu juga gue yang bikin."

Pak Alfred mengangkat tangannya untuk menyuruh putra sulungnya diam. "Oke kalau Non Tiara nggak keberatan turun sendiri. Hanya tetap hati-hati, karena mau nggak mau tugas saya tetap memastikan Anda tetap aman."

"Nggak perlu khawatir, Pak. Ada saya dan anak buah saya kalau Tiara butuh bantuan," ujar Bagus.

"Ya, aku bukan perempuan lemah yang perlu ditolong seperti tahun lalu. I'll be fine," kata Tiara sambil memutar bola matanya. "Sekarang, gimana dengan Danar? Kita, kan, kemari untuk ngomongin dia?" Ia melemparkan tatapannya ke arahku.

Sang PetarungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang