BAB I (Part 2)

1.9K 192 70
                                    

"Ri, ke kantin, yuk! Luna ada rapat OSIS mendadak, nggak bisa nemenin ke kantin." Dirga sudah duduk di sebelahku yang sedari tadi sibuk membaca novel di bagian belakang kelas.

"Malas ah, Ga. Jam istirahat begini kantin pasti ramai banget, kalah deh mal yang lagi diskon."

"Emang kamu nggak lapar?"

Aku menggelengkan kepala. "Belum lapar dan bawa bekal juga."

"Tapi aku bosan di kelas terus, Ri."

"Hmm ... ke perpus, mau?"

"Ayo, yang penting nggak di kelas melulu."

Aku dan Dirga melangkah beriringan menuju perpustakaan. Sepanjang jalan Dirga banyak bercerita tentang hal-hal yang yang dialaminya. Jujur saja, sejak awal aku kagum dengan kemampuannya berkomunikasi. Vokalnya selalu terdengar menyenangkan, tidak pernah membuatku bosan.

Sesampainya di perpustakaan, aku langsung menuju ke rak buku yang berhubungan dengan sains, terutama Biologi. Dirga masih berjalan di belakangku, sambil sesekali dia melihat-lihat buku yang ada di rak. Dia mengambil salah satu buku dan bertanya dengan pelan, "Kamu suka buku-buku model begini, Ri?"

"Sains Biologi?" jawabku yang kemudian disusul oleh anggukan cepat Dirga. "Iya aku suka, keren lihat segala sesuatu tentang makhluk hidup."

Dirga mengembalikan buku yang tadi dipegangnya kemudian mengambil salah satu buku Biologi tebal yang ditulis oleh Campbell. Dibukanya halaman buku itu secara acak. Aku memperhatikannya yang sedang meneliti halaman tentang sistem pernapasan. Wajah seriusnya yang seperti ini jarang sekali kulihat, biasanya dia selalu pasang wajah tengil untuk menggodaku atau Luna.

"Buku setebal ini, bahasa Inggris pula. Otakmu aman? Nggak mendidih, Ri?"

Aku hanya membalas pertanyaannya dengan sebuah senyum diiringi gelengan kepala yang pelan. Dirga menyatukan kedua alisnya sembari mengacak rambutnya seperti orang yang sedang pusing menjawab soal ujian. Lalu dengan cepat dia mengembalikan buku itu ke rak sambil bergidik, sedangkan aku hanya tertawa kecil melihat tingkahnya.

"Kamu sendiri suka baca buku apa, Ga?"

"Politik, Ri. Buku-buku sejarah yang berbau politik juga suka. Pokoknya buku yang membahas tentang isi negara," ujarnya penuh semangat.

Aku dan Dirga terus larut dalam obrolan seputar buku dan politik. Jujur saja, aku tidak paham sama sekali membahas politik. Aku hanya lebih banyak mengangguk ketika Dirga menjelaskan tentang perjuangan militer di Nusantara. Aku kagum, meski dia terlihat seperti orang yang cuek dan sering bercanda ternyata wawasannya sangat luas. Pantas saja jika presentasi pelajaran dia selalu menjadi juru bicara yang diwaspadai teman-teman. Selain kemampuan bicaranya yang memukau, dia juga jago sekali mendebat argumen orang lain.

"Kalian kalau mau mengobrol, di luar. Perpus bukan tempat mengobrol. Berisik, tahu!" Tiba-tiba ada suara teguran dari balik rak sains yang mengarah kepadaku dan Dirga. Aku seperti mengenal suaranya. Dirga dan aku melongok ke sumber suara, dan benar saja dugaanku. Gema ada di sana, sibuk membaca di depan rak buku-buku teknologi.

Gema menatap dengan tajam sembari berjalan ke arahku dan Dirga. "Bisa baca aturan yang ada di dekat pintu, 'kan? Sudah jelas tertulis 'DILARANG BERISIK', kurang besar tulisannya?"

Gema berbicara dengan suara sangat pelan di hadapan kami, tetapi penuh penekanan dan terasa menusuk. Hobi sekali orang ini marah-marah. Sialnya, entah ini sudah keberapa kalinya aku dan teman-teman dekatku yang kena semprot. Aku yang memang sering tertimpa kesialan atau Gema yang otaknya bermasalah sehingga tidak bisa melihat ketenangan hidup orang lain.

"Maaf kalau kami mengganggu, permisi." Dirga menggandeng tanganku, mengajak keluar dari perpustakaan.

Aku hanya berjalan tanpa berkata apa-apa, meski hatiku sedikit kesal dan ingin sekali memaki Gema rasanya. Tidak bisakah dia menjadi kakak kelas yang menyenangkan? Masa orientasi siswa 'kan sudah selesai, tetapi dia masih saja berlaku seperti itu. Tidak berwarna sekali hidupnya, setiap hari kerjanya hanya marah-marah. Senyum saja tidak pernah. Ah, ingin kuacak-acak muka kakak kelas itu, lalu kutendang dia sampai ke Pluto.

Anugerah Patah Hati [COMPLETE] ✔Where stories live. Discover now