[663] Limit

1.6K 448 101
                                    

LIMIT

Saras benar-benar tidak pandai dalam urusan matematika. Makanya, saat dia melihat angka 57 di lembar jawaban ulangannya, dia merasa begitu kecewa untuk kesekian kali.

Ya, tentu saja kecewa, dia bahkan kemarin ke rumah Ali untuk minta diajari khusus materi limit. Dan hari ini, meskipun rumus-rumus yang dia gunakan tidak banyak yang salah, tapi dia sering keliru di perhitungan. Akhirnya nilainya bahkan tidak mencapai KKM dan harus remidial.

"Gimana ulangan limitnya?" Saras ditanyai Ali saat mereka bertemu di kantin untuk makan siang. Mereka memang tidak sekelas, hanya tetangga kelas dan tetangga rumah.

"Buruk, cuma dapat 57. Nanti sore mesti remedial."

Ali diam. Dia tidak tahu cara menghibur jadi dia hanya bisa menawarkan jasa untuk mengajar yang diterima Saras dengan senang hati. Beruntung, Saras tidak mudah putus asa dan semangat belajarnya tinggi.

Namun, siang hari saat Ali harusnya mengajari Saras materi limit, yang terjadi malah mereka keasikan bercerita.

Semua berawal dari Saras yang bosan lalu mencoret-coret tidak jelas di kertas cakarannya sementara Ali diam saja menyaksikan aksi coret-coret itu, memperhatikan.

"Eh, Ras, kamu inget nggak sketchbook kamu yang isinya gambar nirmana semua?" tanya Ali.

Saras mengernyit, mencoba mengingat. "Yang kuhadiahkan ke kamu?"

"Iya. Abangku lihat dan muji gambarmu. Katanya, teman kuliahnya malah banyak yang nggak bisa bikin nirmana sebagus punyamu. Padahal mereka anak desain interior loh," jelas Ali antusias, membuat Saras ikutan antusias.

"Oh iya ya, aku baru ingat Bang Ari anak desain. Kalau gini, kayaknya aku bakalan lebih sering main ke rumahmu buat berguru ke Bang Ari."

Dan mengalirlah cerita mereka tentang nirmana dan kesenangan Saras terhadap dunia gambar. Saras bahkan mengajari Ali cara menggambar.

Mereka lupa, seharusnya siang itu Ali yang mengajari Saras, bukan sebaliknya.

•••

Sore harinya, di ruangan Pak Kemal, duduk Saras untuk mengerjakan soal limit seorang diri. Memang naas, yang remedial hanya dia seorang dari 31 siswa di kelasnya.

Beberapa temannya bilang kalau soal ulangannya gampang jadi bisa dapat nilai bagus. Sisanya lagi bilang kalau Pak Kemal sering keluar kelas makanya mereka mudah menyontek, akhirnya mereka tidak remedial.

Mendengar itu, Saras merasa dongkol. Dia mati-matian belajar dan mengerjakan secara jujur tapi malah berakhir di ruangan Pak Kemal untuk remedial. Sementara yang menyontek dapat nilai tinggi.

"Jangan lama-lama ngerjainnya, Ras, ini sudah jam setengah lima," tegur Pak Kemal saat melihat Saras sempat terdiam lama melihat soal.

Ditegur seperti itu membuat lamunan Saras tentang teman-temannya buyar. Dia kembali memfokuskan diri pada angka-angka di depannya.

Saras mencoba mengerjakannya, mencoba mengingat rumusnya, tapi nihil, gara-gara tidak sempat belajar tadi, Saras jadi kebingungan sekarang.

Akhirnya setengah jam kemudian dia dengan putus asa menyerahkan lembar jawabannya ke Pak Kemal.

"Kamu tunggu dulu, saya sekalian periksa." Pak Kemal menahan Saras pulang.

Tidak sampai lima menit, Pak Kemal kembali menyerahkan lembar soal ke Saras sambil mengembuskan napas kasar. "Rumusmu salah semua, Saras. Gimana sih, bukannya Bapak sudah berkali-kali ajarin di kelas?!"

Saras menunduk, meremas tangannya yang mendingin.

"Otak anak ini gimana sih, bodoh sekali," gumam Pak Kemal.

Namun, Saras mendengarnya.

Perkataan itu sukses membuat jantung Saras seperti diremas. Dia bisa merasakan jantungnya berdebar cepat sementara matanya mulai memanas. Saras makin sering meremas tangannya gelisah. Kakinya terasa dingin, ah tidak, sekujur tubuhnya terasa dingin.

Saras merasa terhina.

"Ya sudah, kamu pulang, bapak langsung kasih nilai KKM saja. Ini sudah sore, bapak capek, mau pulang," kata Pak Kemal.

Saras mengangguk patah-patah. Dia berdiri, dengan kaku dia menyalami Pak Kemal lalu berjalan gontai keluar ruangan.

Ali yang menunggui Saras di parkiran untuk pulang bareng terlihat heran ketika mendapati Saras berjalan ke arahnya dengan wajah pucat dan mata berkaca. "Kamu nggak apa-apa?"

Bukannya menjawab, Saras malah memandangi Ali dengan sorot putus asa lalu karena tak tahan lagi akhirnya dia berjongkok dan menangis hebat di sana.

Ali ikutan berjongkok. "Kamu kenapa, Ras?"

Lirih Saras menjawab, "Sepertinya orang-orang akan selalu menganggap bodoh mereka yang nggak bisa ngerjain soal limit meskipun jago gambar nirmana."

E N D

663 kata.

BelantaraWhere stories live. Discover now