05/01 || Toilet Wanita

1.2K 345 70
                                    

Toilet

Wanita

Ada banyak hal yang menurutku ajaib di toilet wanita.

Jujur saja, ya, aku tidak tahu bagaimana asal-usulnya, tapi toiletㅡentah bagaimanaㅡselalu menjadi tempat favorit perempuan untuk foto-foto. Aku tidak tahu kenapa padahal aku perempuan.

Aku tidak menyalahi mereka yang senang selfie di depan cermin toilet. Tidak. Aku hanya heran. Di luar toilet kan lebih banyak tempat estetik untuk foto. Mengapa-harus-di-toilet.

Aku sih kalau di toilet hanya melakukan hal wajar alakadarnya. Kegiatan tambahan ya hanyalah touch up. Sekedar memakai bedak dan memberi kembali warna pada bibir agar tidak kelihatan pucat. Selesai.

Namun, bagi perempuan-perempuan lain, kegiatan touch up pun bisa dikolaborasikan dengan kegiatan lain, yaitu mengembangbiakkan gosip.

Tapi untuk hal yang satu ini, aku tidak heran karena aku punya teori.

Jadi begini, sangat jarang ada perempuan yang ke toilet sendirian (omong-omong aku masuk kategori jarang itu), dan jika ada sekumpulan perempuan, maka pasti ada gosip. Itu mutlak.

Toilet wanita menjadi tempat pertukaran gosip favorit karena merupakan tempat yang privat. Itulah sebabnya, perempuan merasa aman bergosip di sana.

Seperti mahasiswi yang sedang bergosip ria di toilet ini. Mereka pasti merasa aman karena toilet sepi dan mereka pikir hanya ada mereka. Padahal ada aku di balik salah satu bilik toilet.

"Tau nggak, Jenahara si anak farmasi jadian sama Petra, loh."

Aku yang mendengar kata pembuka itu mengurungkan membuka pintu bilik. Urusanku di balik bilik ini sudah selesai, tapi mungkin alangkah lebih baik jika aku mencuri dengar gosip dulu.

"Oh ya?" timpal seorang temannya, terkejut.

Ah. Gosip basi ini sebenarnya. Aku dekat dengan Petra, jadi aku jelas update soal masalah ini.

"Iya. Ini info bukan hoax lagi. Aku dengar dari temanku yang juga teman Jenahara langsung."

"Demi apa?! Jauh amat si Petra mainnya," timpal suara baru, sepertinya mereka ada tiga orang. "LDR dong mereka, fakultas kita dan farmasi kan mesti lewatin FISIP, FKG, dan FIKP."

Dari balik bilik ini, aku menahan tawa. Demi apa beda fakultas disebut LDR.

"Kok bisa si Jena dapetin Petra?" tanya perempuan yang sebelumnya. "Petra kan anak organisatoris yang sibuk gitu."

Oh. Mereka tidak tahu. Jenahara adalah cinta mati Petra sejak mereka bertemu di pengaderan universitas. Jadi mau bagaimanapun sibuknya Petra, waktu selalu ada untuk Jenahara. Dasar bucin memang si Petra itu.

"Nggak tau juga," jawab suara yang menyebarkan gosip ini. "Tapi nggak apa-apalah si Petra sama Jena. Mereka sama-sama cakep. Daripada Petra sama Rani. OMG."

Eh.

Itu Rani... maksudnya aku ya?

Suara perempuan yang tadi bicara soal LDR tertawa. "Petra sama Rani cuma temenan, mereka akrab sejak SMA. Aku tau karena pacarku adalah teman dekat Petra juga."

"Oh, bagus deh," sahut perempuan yang satunya, terdengar lega. "Aku udah mikir mereka jadian, loh. Lagian mereka berdua kan sering bareng, satunya wakil ketua himpunan jurusan, satunya lagi sekertaris himpunan. Duo maut lah."

"Nggak mungkin, dong. Petra jelas nggak mungkin suka Rani," kata suara si penyebar gosip.

"Kenapa?"

Iya, kenapa?

"Rani kan b aja. Kalau nggak make up, udah pasti dia nggak sedap dipandang."

Apaa?!

Aku meradang. Kurang ajar sekali mereka.

Tanpa menunggu lama lagi, aku keluar dari bilik. Kupastikan caraku keluar dengan seanggun mungkin. Aku harus kelihatan berkelas.

Saat mereka bertiga melihatku, matanya membesar karena terkejut, wajah mereka seketika pucat.

Aku berjalan mendekat dan mengambil posisi di tengah mereka. Aku mencuci tangan di wastafel sambil bercermin. Lalu dari cermin, kupandangi wajah ketiga perempuan itu, yang juga membalas tatapanku.

Oke, ini saatnya beraksi.

"Mbak yang pakai kacamata," kataku pada perempuan di sebelah kiriku, "Mbak ini mau ke kampus atau kuburan? Dempul amat kayak make up setan di film."

"Mbak yang rambutnya dikuncir juga, please deh, itu pipinya abis ditonjok ya? Pakai blush on yang rapi, dong, Mbak, jangan norak deh," lanjutku.

Lalu aku beralih ke perempuan tepat di sebelah kananku. Dia yang posisinya di tengah sebelum aku datang. Nah, yang di tengah biasanya adalah ketua geng.

Aku menilik penampilannya dari kepala hingga kaki. Aku menatapnya dengan cara yang sangat menyebalkan sampai dia tampak risi.

"Mbak yang ini... nggak mau komen, ah." Aku mengangkat bahu. "Mending mbak pulang terus nonton tutorial make up Keke. Foundation mbak perlu diratakan pakai balon, tuh. Semoga bermanfaat, ya."

Lalu aku berjalan meninggalkan mereka yang terkejut terheran-heran...

dalam bayanganku.

Faktanya, aku masih di balik bilik. Tanganku berhenti memutar gagang pintu ketika mendengar mereka semua tertawa iblis.

Aku masih belum berani menampakkan diri hingga aku yakin mereka semua sudah pergi.

Lalu begitu aku yakin toilet ini kosong, aku keluar dan langsung mendapati cermin besar yang memantulkan wajahku.

Aku memandang wajah di balik cermin itu lamat-lamat.

Jadi... karena wajah inikah Petra tidak juga mencintaiku?

E N D

05/01/19

BelantaraWhere stories live. Discover now