01 - Friendly Footing

2.9K 301 63
                                    


Sebuah idiom; tentang situasi di mana dua orang atau lebih memiliki hubungan yang baik satu sama lain.

Masalahnya, banyak manusia menyebalkan.


[Catatan 2016]


×


Minggu pagi yang sejuk dan rencana untuk bergelung di kasur seharian dengan bantal empuk dan selimut hangat terdengar sempurna. Bangun sedikit lebih siang dari biasanya, tidak perlu ditodong alarm karena harus cepat bersiap ke kampus, dan kembali memeluk tubuh setelah sadar tak ada tugas yang harus dikerjakan dengan segera. Seperti kebanyakan orang, Cho Hana jelas menunggu hari liburnya dengan antusias untuk bisa menghabiskan hari tanpa gangguan.

Sayang sekali, realita nyaris tak pernah seindah ekspetasi.

"Ng?" gumam Hana dengan suara parau, matanya masih sangat lengket untuk dipaksa terbuka.

"Bisa kemari? Aku perlu barang-barangku." Suara di seberang telepon terdengar tegas tak terbantahkan. Nadanya rendah dan penuh penekanan seperti seorang putri yang senang memberi titah. "Hei. Kamu dengar, tidak?"

"Hah?" Hana mengerutkan dahi, masih memejamkan mata.

"Barang-barangku. Bawakan kemari. Tolong."

Berusaha setengah mati membuka mata, Hana terus mengusap wajah mencoba mengumpulkan kesadaran. "Kemari itu ke mana?"

"Tentu saja rumah sakit, jenius."

"Rumah sa—"

Alis Hana terangkat sebelah. Ia jauhkan ponsel dari telinga, mengecek dengan siapa panggilan terhubung. Sedetik kemudian, ia melotot dan kantuknya hilang begitu saja. "Pukul dua dini hari? Serius?"

"Ke sini."

"Ini pukul dua. Dini hari. Hari liburku—"

"Kalau kamu tidak ada di sini dalam 20 menit, mungkin sudah waktunya mengoper halaman artikelmu ke orang lain."

Hana bergeleng tak percaya. "Bagaimana bisa mencampur masalah pribadi dan pekerjaan?"

"HA-HA-HA." Suara di seberang sengaja tertawa patah-patah. "Cepat."

Lalu, telepon terputus.

Hana menatap nanar pada layar ponsel. Diintipnya jendela kamar dengan sedih. Langit masih begitu gelap dan udara dalam ruangan bahkan terasa dingin. Membayangkan angin yang bertiup di luar sana, tubuhnya menggigil.

"Terkutuklah kau, Tuan Putri."

Lalu, terkutuklah juga kau, Cho Hana.

Satu jam sejak panggilan telepon, Hana berakhir dengan air muka pahit di depan gedung rumah sakit swasta. Wajah gadis itu tampak cukup segar setelah dibasuh dengan air hangat dan sabun muka. Tubuhnya terbalut setelan training hijau stabilo yang dirangkap dengan jaket windbreaker merah, sepasang kaus kaki polkadot, dan selop ungu tua, sementara tangan kirinya mencengkeram tali tas jinjing bermotif kotak-kotak.

Ia mendengus sekali.

Tak pernah terbersit di benak Hana untuk berkeliaran di sekitar rumah sakit sepagi ini. Hana bahkan tak ingin berkunjung ke rumah sakit pada jam berapa pun. Kalau bukan karena ancaman pekerjaan, ia mungkin tetap bergelung dengan selimut sepanjang hari.

Gadis itu menarik napas panjang, meregangkan sedikit otot punggungnya, kemudian mengumpulkan tekat untuk masuk. Pintu kaca bergeser tepat ketika sensor menangkap keberadaannya. Melangkah ke dalam, Hana terdiam.

ONLOOKER [2024]Where stories live. Discover now