12 - Clear as Mud

889 134 65
                                    


Sebuah pesan bahwa sesuatu bisa jadi sulit dimengerti.

Misalnya, sorot mata dan ucapan yang sulit diartikan.


[Catatan 2016]


×


"Cho Hana yang bayar ongkos taksimu?!" Suara Kim Seokjin terdengar nyaring. "Hei, di mana letak harga dirimu?!"

Jimin mendesah pelan, memilih mengamati gedung dan pepohonan yang terlihat kabur dari kaca mobil, sementara di kursi kemudi tampak Sejin menatap kedua bocahnya lewat rearview sambil bergeleng maklum. Mereka menelepon tiba-tiba hari ini, minta dijemput setelah keluyuran hampir sampai sore, dan ternyata pergi makan jjajangmyeon tanpa pengawal sama sekali. Nasib baik mereka di sana bersama Keluarga Lee.

"Halo? Mister Jimin Park? Kutanya, di mana harga dirimu? Kenapa dia yang bayar?!"

"Kak, kita tidak sedang latihan vokal. Buat apa pakai nada tinggi?"

"Mau kumarahi pakai rap?"

"Tidak, terima kasih. Aku sayang telingaku."

"Anak ini—"

"Dengar, Kak, aku sudah mau bayar dan kupaksa loh. Serius. Tapi gadis itu, entah kenapa, sengaja tak menggubris dan bahkan menepis tanganku yang sudah menyodorkan lembaran won padanya. Dia menepis tanganku! Bisa dibayangkan?" ungkap Jimin ekspresif, tangannya terkepal dan menepuk dada. "Di sini, aku terluka. Bahkan staf paling jutek tidak pernah memperlakukanku sedingin itu."

Seokjin seketika memandang prihatin. "Sebetulnya, aku juga. Padahal aku melawak beberapa kali tadi, tapi dia cuma peduli teh hijau pahit itu dan tersenyum saja tidak."

Tadinya Jimin mau bilang kalau lelucon Seokjin memang tidak lucu dan wajar Cho Hana bersikap masa bodoh, tapi ia hanya berdecak. "Nah. Memang dia yang aneh, kok."

"Sepakat."

"Sebentar. Sepertinya 'aneh' terlalu jahat. Aku bermaksud bilang kalau dia sedikit ... beda."

"Terserah, tapi coba jelaskan dulu." Raut wajah Seokjin mendadak berubah serius.

"Tentang?"

"Oh Haera yang minta bertemu di perpustakaan?"

Jimin mengerjap, menemukan kilat khawatir pada mata kakak tertuanya itu. Wajar Seokjin cemas. Terakhir bertemu Haera, tiba-tiba Jimin berada dalam masalah. Jadi, ia mengangguk mengiakan tanpa sedikit pun perlawanan.

"Kupikir, dia pilih perpustakaan karena sepi dan semua orang di sana hanya fokus pada diri sendiri ..." Jimin terdiam sesaat, mengingat betapa kalimatnya adalah kontradiksi dari apa yang terjadi pada Cho Hana.

Tak semua sibuk kala itu. Desas-desus memenuhi rungu dan sekian pasang sorot mata mengawasi. Tampak seperti orang-orang menganggap si gadis tak punya telinga untuk bisa mendengar bisikan mereka.

Cho Hana disebut alien. Kenapa?

"Setelah yang terjadi di rumah sakit, kamu tetap iya-iya saja dipanggil Oh Haera?"

Nada Seokjin sedikit meninggi, Jimin cuma menghela napas. "Dia bilang ini yang terakhir. Jujur saja, aku tidak tahu dia mau apa, tapi dari caranya bilang kalau kalau ada hal penting yang perlu disampaikan untuk terakhir kalinya ... aku tidak tega mengabaikan. Walaupun, ya ... seperti yang kamu tahu, Kak. Setelah kutunggu lama, dia malah tidak datang dan tiba-tiba saja aku bertemu Cho Hana."

ONLOOKER [2024]Where stories live. Discover now