; 15

843 68 1
                                    

pau menatap layar ponselnya yang berada di genggaman tangannya. ponselnya berdering terdapat panggilan masuk dari ari. ia bingung, harus mengangkatnya atau tidak.

sejujurnya, pau tidak mau lagi berurusan dengan ari, walau hanya sekedar teman sekali pun. hatinya sudah terlalu sakit karena ari, pau tidak mau hal yang sama terulang kembali. namun, pau juga rindu ari.

kemudian, pau menghela napas dalam sebelum akhirnya menerima panggilan tersebut.

diam, keduanya saling diam. tidak ada yang membuka suara selama beberapa detik.

akhirnya, pau menyerah. sebisa mungkin ia menetralkan suaranya agar tidak terdengar gugup.

"kalau nggak mau ngomong ya nggak usah nelpon," ucap pau dengan ketus. padahal hatinya dag dig dug serrr.

"ketus banget, pau," sahut ari dari seberang telepon.

"beruntung gue angkat telepon lo, masih aja komen. dasar netijen julid!"

"iya-iya, maaf...."

"to the point aja deh, ri. lo mau apa?"

"denger suara kamu."

"ini udah, kan? gue matiin--"

"e-eh, jangan! rindunya belum tuntas, pau."

"lebay banget, sih. jadi gue harus gimana supaya rindu lo cepet tuntas?!"

"we have to meet."

"banyak maunya ya lo, bangsat!"

pau memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak.

direct messageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang