; 20

721 56 2
                                    

bagaimana perasaanmu ketika mantanmu tiba-tiba berada di rumahmu tanpa memberi kabar terlebih dahulu?

pauline tidak tahu harus bereaksi seperti apa. terkejut? marah? menangis? entahlah, saat ini pau hanya berjalan mondar-mandir di depan kaca riasnya. ia belum mandi sejak pagi, padahal jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang.

"gila!" pau berdecak kesal. ia menatap dirinya di depan cermin, wajahnya kusam karena belum mandi, rambutnya pun terlihat berantakan.

pau melipat kedua tangannya di depan dada. "fine, ari!" ucapnya kemudian keluar meninggalkan kamarnya, lalu berjalan ke ruang keluarga.

sesampainya di sana, pau menatap maurine dengan tatapan mematikan sebelum akhirnya pandangannya beralih pada lelaki yang kini tengah berdiri menatap ke arahnya, dengan kaos hitam dan celana jeans hitam selutut, dilengkapi jam tangan yang bertengger di lengan kirinya.

"oh, God...!" hati pau bersuara.

"lo belum mandi ya, kak?!"

pauline memutar bola matanya kesal, ia berdecak pelan. maurine benar-benar sangat mengganggunya. pau menatap maurine dengan lembut, kemudian senyum dengan paksaan yang dibuat-buat olehnya.

"ehm, maurine, tolong ambilin kakak es krim di kulkas, ya?" pinta pau pada maurine, sambil memberikan kode agar maurine pergi meninggalkannya.

maurine yang jelas paham dengan sikap kakaknya, ia mendesah pelan. "nggak mau! punya kaki buat apa?! wle!" maurine menjulurkan lidahnya sebelum melangkah pergi menaiki anak tangga satu persatu.

"sialan ya lo!" ucap pau kesal, manaikkan satu oktaf suaranya. kemudian ia duduk berseberangan dengan ari.

"lo ngapain ke sini?" tanya pau to the point.

ari duduk kembali di sofa, kemudian menjawab, "mau ngajak kamu jalan."

"gue belum mandi."

"aku bakal tungguin kamu, kok."

"gue males."

"aku bakal bikin kamu supaya nggak males lagi."

"gue nggak suka dipaksa!"

"aku juga nggak mau maksa kamu, pau."

"kalau gitu pergi!"

pau langsung bangkit dari duduknya, berjalan dengan cepat meninggalkan ari. namun ari segera melangkah dengan cepat dan menahan pergelangan tangan pau yang membuat pau mau tak mau harus berhenti. pau menghentakkan tangan ari yang kemudian genggamannya terlepas.

"lo punya telinga, kan? lo bisa denger ucapan gue baik-baik?" pau bertanya menahan amarah, ari menatapnya dalam. "gue-nggak mau-ketemu-sama lo-lagi." ucap pau penuh penekanan, kemudian lari menaiki anak tangga menuju kamarnya. bahkan ari bisa mendengar suara pintu yang ditutup dengan keras.

ari menatap kamar pau dari bawah, berharap gadis itu membuka pintu kemudian turun kembali menghampirinya. namun harapan tetaplah harapan, gadis itu tetap mengurung dirinya di kamar.

"bahkan sekasar apa pun kamu, aku tetap mencintaimu, pauline...."

direct messageWhere stories live. Discover now