Loneliness

100 24 13
                                    

Kuku-kuku orang mati dengan bentuk belum sempurna telah menjadi kunang-kunang, kunang-kunang itu memburu kesunyian ke dalam hutan. Kunang-kunang itu kini menghinggapi bunga bangkai aneh berbentuk sumbing, dalam gelap malam-pekat serta udara dingin sekian derajat kunang-kunang itu berkerlap-kerlip, meski kecil jadi penanda masih ada harapan.

Kedua bola mataku tergeletak di semak-semak berembun dalam hutan. Aku sengaja menyuruh mereka keluar dari wajahku, agar selamat dari linangan yang memuakkan. Aku benci menangis karena Toj.

Mataku saling menghibur dengan cara mereka yang sulit kumengerti, mereka saling berbicara. Pelan, mirip bisikan.

Mata Kiri: aku tidak suka air, mengalir lemah tak mampu menolak lembah.

Mata Kanan: kurasa kita justru membutuhkannya karena kita butuh membersihkan diri dari kotoran-kotoran setelah kita salah pandang.

Mata Kiri: kau ingin kita bicara dosa?

Mata Kanan: eh kau dengar suara sungai?

Mata Kiri: ya, ayo kita mandi

Sepasang mataku bersicepat menggelinding ke sungai, biarlah kotor, kata mereka. Terbang tidak memberikan tantangan kata salah satu mata, entah yang kiri atau yang kanan.

Mata Kiri dan Mata Kanan berlari-lari mengejar ikan-ikan, tanpa lelah mereka menyusu batu-batu. Bersembunyi di baliknya atau bahkan mendaki batu-batu, juga sepasang mataku belajar mengapung seperti ikan Lunjung-lunjung.

Dadaku yang sesak melapang, aku merasa kecemasanku berkurang. Di tengah hutan dalam sungai, mataku tak ingat cara menangis, apalagi menangis karena cinta Toj yang tak masuk akal.

"Kesendirian adalah cara terbaik mengenali diri yang hening dan hakiki"

Densang TojWhere stories live. Discover now