PART 05

91 6 1
                                    

Seperti pagi-pagi kemarin, aku menyempatkan melihat kak Devan. Tapi saying yang dia lihat Dhila, bukan aku. Peduli amat dia sama aku. Tak apa lah. Toh, kalo emang jodoh yaahh ujung-ujungnya dia ke aku.

"jadi lo ikhlas kalo kak Devan sama si Dhila?" Tanya Aufa yang baru datang dan duduk disampingku.

"yaampun lo ngapain sih nanyak kayak gitu lagi? Kan kemarin udah gue ceritain. Gimana sihh, makanya kalo gue cerita, disimak baik-baik. Capek tau ga ngomong tuh."

"yaelahh, santai dong. Yaa,, gue cuman pengen ngeyakinin lo aja. Gimana kalo beneran kak Devan sama si Aufa? Lo yakin lo iklas? Yaaa.. itung-itung juga pertanyaan gue buat lo siap untuk menghadapi kemungkinan yang akan terjadi ituu. Gitohhh"

"yaa.. kalo dibilang iklas sih, agak engga. Soalnya gue kan kemarin udah cerita tentang Dhila yang katanya trauma sama cowok, ya.. menurut gue sih kak Devan bisa ngobatin traumanya si Dhila. Lo tau kan setianya kak Devan kek mana? Dan menurut gue kak Devan bisa dan bakal terus berjuang untuk membahagiakan si Dhila"

"terus kalo mereka bahagia, lo ikut bahagia ga?" Tanya Aufa lagi.

"yaa ga tau. Liat aja nanti gue bahagia ato ngga, yaaa.. kalo missal gue gak bahagia, setidaknya gue harus ikhlas, kan?" tanyaku ke Aufa dan meyakinkan diriku untuk harus siap patah hati karna aku sudah bersedia untuk jatuh hati.

KRRRRIIIINGGGG, bel masuk pun berbunyi.

Dan pelajaran pun dimulai, aku mengeluarkan buku pelajaran jam pertama diikuti buku catatan harian ku.

Jika saja kau lebih memilihku,

aku tak kan pernah merelakanmu untuknya.

Jika saja aku bisa melebihi dia,

Kau pasti akan memilihku.

Sayang sekali itu hanya "jika saja"

Aku membaca kembali tulisanku, lalu tersenyum. Berusaha menerima kenyataan baha kak Devan memang tak pernah menyukaiku. Akunya saja yang terlalu terbawa merasa dengan kebaikannya dulu, kupikir dia ada rasa, ternyata tidak.

Aku lalu menutup bukuku dan memasukkannya kembali ke dalam tas.

###

"eh Fa, FD gue yang minggu lalu lo pinjem masih di lo kan?" tanyaku di Aufa sambil menerima pesananku dari Mbak Wati.

"oh iya, ada kok. Ada di Arka, dia pinjem katanya sih mau ngopy film. Tanya aja ke Arka" Jawab Aufa sambil nunjuk ke Arka yang ada di belakangku sambil ....

"astagaa!! Arka lo kenapa sih godain Mbak Wati mulu! Kasian tau ga Mbak Wati ga bisa focus ntar jualannya" ucapku ke Arka mendapati Arka menggoda Mbak Wati dengan gombal murahannya.

"ngga ko, Mbak Wati fokus jualan ko. Yaa,, walaupun ada aku di hati dan fikirannya Mbak Wati, yakan Mba? Gimana mba?" ucap Arka ke Mbak Wati sambil mengedipkan matanya ke Mak Wati

"idih! Najis lo!" umpat ku melihat senyum menggoda Arka ke Mbak Wati yang ngga banget "Fa seret abang lo ni. Sebelum malu-maluin dia" ucapku khawatir kalau Arka semakin menjadi-jadi.

Akhirnya Aufa menarik Arka sebelum semakin menjadi, mengikutiku mencari tempat kosong.

"eh Ka, FD gue mana?" tanyaku ke Arka setelah mendapat tempat kosong

"nih FD lo, makasih udah minjemin." Ucapnya sambil menyerahkan Flashdisk dari dengan gantungan huruf 'D', siapa lagi kalo bukan Devan.

"ye elahh ngambek." Ucapku merasa si Arka ga seperti biasanya.

Arka hanya diam, menatapku dengan mata sinisnya. Kalo sudah seperti ini, entar dia pulih sendiri, jadi aku sama Aufa yaa.. bodo amat.

Aku mencampurkan kecap, sambel dan juga bahan pelengkap bakso lainnya ke dalam mangkuk bakso ku. Di depanku Arka dan Aufa sudah melahap santapannya. Entah mengapa hari ini rasanya seperti tidak bersemangat saja. Padahal hari ini, sampai sekarang semua berjalan baik-baik saja.

Sambil menunggu baksoku agak dingin, aku mengangkat pandangan ku, mengalihkan ke penjuru kantin, yaa.. kali aja si Do'i ada di sana.

Dan benar, mataku menangkapnya. Dia di sana sedang memesan jus. Senangnya bisa melihatnya.

"aelah Devan lagi, Devan lagi. Kenapa sih selalu yang lo liat itu dia?" ucap Arka yang menyiduki ku memerhatikan Devan.

"paan sih Ka! Bilang aja kalo lo juga pengen gue liatin, kan?" ucapku sambil tersenyum dan tetap memerhatikan kak Devan, memerhatikannya menunggu di sana.

Aku memerhatikan kak Devan tak peduli dengan perkataan Arka, pesanannya sudah jadi. Dan, dia membawa dua pesanan. Ku ikuti arah jalannya, dan benar saja di situ ada Dhila yang sedang duduk sendiri.

"gaes, aku balik ke kelas duluan yaa, aku ga laper sebenarnya. Nih Arka, habisin." Ucapk berdiri dan menyodorkan semangkuk baksoku yang sama sekali belum ku makan.

"loh Ra, kok-" ucap Aufa saat aku meninggalkan mereka. Aku tak memperdulikannya, aku hanya lagi gak mood saja.

Aku berjalan di koridor sekolah, melewati kelas-kelas. Tak peduli dengan keadaan sekitar.

Sampai dikelas aku langsung duduk di tempatku, mengeluarkan buku harianku dan membuka halaman paling belakang. Aku menempelkan daguku di meja. Dengan pulpen di tanganku, aku mencoret-coret halaman paling belakang buku harian ku. Benar-benar aku sedang tidak mood hari ini.

"Ya Alloh, kenapa sih? Apa haknya aku merasa sakit hati? Apa haknya aku merasa sedih? Dia memang sukanya sama Dhila, bukan aku tapi kenapa?" batinku.

________________________________________________________________________________

assalamualaikum, muncul lagi nihh.. oh iyaaa, sebenarnya aku postnya dikit-dikit soalnya yang ada yaaa.. cuman ituu. jadi ceritanya author masih belum punya laptop sendiri. kesian kan,, jadi author masih numpang di bundahara.. jadi yaaa.. pengen ngelanjutin cerita tapi gituuu,, kadang ilhamnya udah ada, eh laptopnya yg ga ada. kadang laptopnya ada eh,, ilhamnya yang pergi lagi.. jadi mohon maap yahhhh. tetep tunggu yaa.. doa injuga biar mas ilham ada terus :))

( j.h )

DEVAN-DARAWhere stories live. Discover now