PART 08

128 8 1
                                    


Barusan aku selesai sholat Isya. Segera aku keluar dari kamar menuju dapur, membantu ibu menyiapkan makan malam.

Aku mengambil makanan yang sudah ibu masak, membawanya ke meja makan. Lalu piring dan juga sendok. Kulihat ayah dan kak Riko keluar dari musholla kecil di rumah

"loh, ga sholat di masjid yah?" tanyaku

"ngga" simple ayah

"udah tau, pake nanya lagi" celetuk kak Riko.

"apaan sih kak! Yaa.. kan kalo aku tau aku juga ikut sholat berjama'ah, ga sendiri" jawabku

"entar lagi adek sholatnya ga sendiri ko, berjama'ah terus, tiap sholatan" jawab kak Riko

"yeee, emang kakak ikhlas kalo adek duluan yang naik ke pelaminan" jawabku

"ikhlas, ikhlas aja. Ya kan pa?" papa hanya diam. Tatapan papa aneh, entah apa yang dipikirkannya

"udah yukk makan" ibu pun datang dari dapur dengan membawa lauk.

Kami pun menyantap makan malam, seperti biasa masakan ibu selalu enak. Hanya saja ada hawa yang tak biasa kurasakan saat ini. Yang membuatku sedikit tak nyaman. Entah apa aku tak tau.

Kami pun selesai makan, segera aku mengangkat piring kotor ke westafel dan mencucinya. Aku kembali lagi ke meja makan memeriksa apa sudah semua kubersihkan atau belum.

"lah, ngapain masih pada disini?" aku bertanya melihat ayah, ibu dan kak Riko masih duduk di meja makan. Padahal, biasanya mereka sudah duduk di ruang tamu

"kita nungguin adek" jawab ibu

"ooo,, bentar-bentar adek cuci tangan dulu yaa" jawabku lalu masuk lagi kedapur untuk mencuci tangan

"duh ada apa ni? Ko gue deg-degan" batinku saat berjalan menuju dapur.

Aku pun mencuci tanganku lalu mengeringkannya. Dengan langkah penuh tanya aku berjalan menuju meja makan.

"ada apa?" tanyaku smabil duduk di kursi yang tadi kududuki saat makan"

Hening. Tak ada jawaban, hanya tatapan aneh dari semua orang. Entah itu ibu, kak Riko, terlebih ayah.

"kak, ada apa sih? Kok pada diam. Bu?" tanya ku ke kak Riko dan ibu. Kak Riko dan ibu enggan menjawab memberi isyarat menunjuk ayah

"yaah, kenapa sih? Adek takut nih" tanya ku ke ayah yang sedari hanya diam dengan tatapan kosong seperti sedang menyusun sesuatu dan jujur aku sudah tidak kuat dengan keadaan hening seperti ini.

"ayah, bu, kak ngomong dong, adek ga suka kayak gini" ucapku sambil menggoyang-goyangkan lengan mereka menyuruh berbicara.

"khhemm" ayah berdehem. Akhirnya, setidaknya ayah akan memulai untuk berbicara. Detik demi detik aku nantikan, menunggu kata yang akan terucap dari mulut ayah.

"jadi, ayah, ibu, dan kak Riko sudah sepakat kalo minggu depan adek ..." ucapan ayah tergantung. Ayolah, kenapa lama sekali.

"nikah!" tambah kak Riko melanjutkan ucapan ayah

"yee kak Riko nih ngawur. Ngga kan yah?" tanyaku ke ayah

"benar, jadi, minggu depan kamu ayah nikahkan" ucap ayah dengan nada tegas

Mendadak otakku serasa berhenti berfikir, mungkin ini yang sedari tadi mengusik fikiranku. Menikah dan minggu depan. Otakku berfikir keras mencerna dua kata itu. Hening, seakan semua orang membiarkanku untuk berfikir.

"kok bisa sih yah? Tapi kan yah, adek belum lulus. Kok ayah main nikah-nikahin aja" protesku

"ngga ada tapi-tapian. Intinya minggu depan ayah akan nikahkan kamu. Kamu tinggal bilang ke ayah kamu mau sama siapa. Kalau misalnya memang tidak ada, ayah nikahkan kamu dengan anaknya teman ayah" jawab ayah

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 14, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DEVAN-DARAWhere stories live. Discover now