Keputusan

2.3K 65 19
                                    

Hari Minggu ini, sehabis subuh, Arfin melakukan aktifitas joging memutari jalan sepi di gerbang masuk kompleks rumahnya dan baru kembali setelah fajar menyingsing. Arfin sedang duduk di pinggiran taman halaman rumahnya sambil meneguk air mineral saat tiba-tiba suara smartphonenya berbunyi. Dia langsung menggeser tanda hijau begitu melihat foto Marsha yang meminta untuk menjawab video callnya.

"Pagi-pagi udah kangen, ya?" goda Arfin begitu melihat muka Marsha di layar.

Marsha menahan senyum "Aa', lagi apa?"

"Lagi duduk. Kamu?"

"Sama," cengir Marsha. Arfin bisa melihat dimana Marsha sedang berada sekarang. Di teras rumah. "Ini kan hari Minggu, kamu nggak ada rencana mau kemana gitu?" tanya cewek itu kemudian.

"Sebenarnya anak-anak ngajak futsal, tapi males."

"Kenapa?" tanya Marsha. Dia tahu anak-anak yang dimaksud Arfin adalah Awan, Didi cs. Karena Arfin belum terlalu dekat dengan teman-teman satu kelasnya yang sekarang. Tidak ada yang asik, kata Arfin.

"Pengen panahan, udah lama nggak main."

"Aku mau, A'." Marsha unjuk diri.

"Mau apa?"

"Temenin kamu panahan."

"Mmmm." Arfin menimbangnya sesaat sebelum akhirnya menjawab, "Oke, tunggu ya, aku mandi dulu terus langsung kesitu jemput kamu."

"Oke."

Setelah itu, Arfin bergegas masuk rumah untuk mandi. Mungkin karena ini hari Minggu, mama dan papanya masih di kamar, belum menunjukkan batang hidung mereka.

Tapi begitu Arfin selesai mandi, berpakaian lalu keluar kamar, suara mama dan papanya sayup-sayup terdengar. Tidak terdengar seperti obrolan biasa, namun nada-nadanya keras dan saling bersahutan. Suara-suara orang bertengkar. Suara mereka semakin jelas terdengar saat Arfin mulai menurun tangga. Bertengkar lagi, Arfin membatin.

"TERUS, MAMA MAU BILANG KALAU MAMA MENYESAL NIKAH SAMA PAPA?" bentak Hermawan dengan suara tinggi.

Dari tempat Arfin berdiri sekarang, dia bisa melihat mama dan papanya berada di sisi meja makan dengan wajah mamanya yang sudah dipenuhi air mata.

"Mama menyesal, karena untuk kebahagiaan Mama ada orang lain yang tersakiti...." ujar Diana yang terlihat letih dan sesenggukan. "Kalau saja Mama tahu dari dulu, dari sebelum kita menikah...."

"TERUS MAMA MAU BATALIN PERNIKAHAN KITA KALAU MAMA TAHU? JADI SINGLE PARENT LALU MENANGGUNG AIB SENDIRI? SUDAH BERUNTUNG PAPA MAU NIKAHIN MAMA DENGAN NINGGALIN ISTRI PERTAMA PAPA!"

Air mata Diana semakin deras tak terkendali ketika Hermawan masih terus menghinanya sebagai penanggung aib, mengais luka masa lalunya.

Arfin diam di tempat, mendengarkan dan mulai mencerna apa yang menyebabkan pertengkaran mereka kali ini. Sesuatu yang menyebabkan mamanya menyesal menikah dengan Hermawan. Istri pertama papanya itu ternyata belum meninggal saat dia menikahi Mamanya. Arfin yakin.

Seketika smartphone Arfin berdering, menyebabkan mama dan papanya mendongak dan mengetahui keberadaannya. Tapi mereka hanya diam seolah tidak peduli Arfin mendengar pertengkaran mereka itu.

Arfin mengecek smartphonenya lalu memasukkannya kembali ke dalam saku jeans begitu tahu Marsha yang mencoba menghubunginya. Dia tidak mau Marsha melihat keadaan di rumahnya sekarang. Toh sebentar lagi dia akan menemui cewek itu.

Dengan langkah tenang, Arfin menuruni tangga, melihat mamanya yang sedang menutup mukanya yang berair mata.

"Ma," panggil Arfin. Begitu sampai di hadapan Diana, dia mengusap punggung tangan mamanya, membukanya perlahan lalu menurunkannya dari wajah. "Udah nangisnya, Ma. Sayang air matanya." Arfin berusaha menenangkan.

The Prince's Escape [Season#2 END✅]Where stories live. Discover now