Kedelapan

5 0 0
                                    


Ke esokan harinya, keadaan di kelas seperti biasa, kecuali Cu yang masih tidak bisa pergi bersekolah karena masih sakit setelah dikeroyok Anwar dan kawan-kawannya. 

Anwar semula hendak tidak mau pegi ke sekolah juga, sebab ia yakin kawan-kawan sepermainan Cu akan menuntut dendam kepadanya cepat atau lambat.

Tapi karena mendapat marah dari emaknya, ia pun mau tidak mau pergi dengan perasaan teramat khawatir, belajar hingga sekolah berakhir dengan rasa tidak tenang.

Seperti dugaannya, begitu pulang sekolah, ia sudah berusaha mencari jalan pulang yang tidak biasa ia lewati namun sepertinya ia tidak bisa lari.

Utara, Ciwan dan kawan-kawan Cu mendadak muncul dari balik semak-semak hutan belakang sekolah.

"Assalamu'alaikom wahai tuan Anwar!" Teriak Utara macam menyambut pejabat melambaikan tangan kepada Anwar dengan senyuman lebar.

Senyuman yang justru membuat Anwar bergidik ketakutan.

"Wa...Wa'alaikumsal...salam..T...Ta..." Jawab Anwar terbata-bata sekenanya saja.

"Kenapa pulak lekas pulang tuanku, biasanya kita bermain dulu di halaman sekolah," Tanya Utara sambil melangkah mendekati Anwar tetap dengan senyum lebarnya, diikuti oleh tujuh sampai delapan kawannya di belakang, siap mengepung.

"Mak...Emak ku suruh pulang awal, Tt..ta. Buat jaga a..adek k..ku" Makin ketakutan Anwar, Ia sendirian.

"Ihh...sungguh mulianya tuanku ini, bantu emaknya....plokk..plok.." Utara bertepuk tangan di hadapan Anwar.

"Kalau begitu Tuan ku yang mulia, sudi lah kiranya juga berbagi sedikit sama kami-kami ni yang rakyat jelata...Pok..pok.." Kali ini Utara menepuk bahu kiri Anwar, dengan cukup keras.

"M..Ma..Maksud k..kau, Ta?" Tanya Anwar walau ia sebenarnya tahu.

Makin bergegar saja kepala lututnya, kini Utara dan kawan-kawannya benar-benar mengelilingi dirinya, tidak ada jalan lagi untuk coba lari.

Dan hampir saja ia kencing berdiri.

"Ah Tuanku sungguh-sungguh kura-kura dalam perahu. Berapa kemarin tuanku bagi rizki sama anak-anak kampung sebelah yang menghajar kawan kami?" Wajah Utara begitu dekat dengan wajah Anwar yang ketakutan, senyumnya menyeringai, namun tatapan kejinya sungguh membuat Anwar ketakutan.

"Ak...ku tak pah...am maksud kau T..ta"

"Ah sudah lah..Plak!" Sekali tepukan keras ke bahu Anwar yang sudah memejamkan mengira ia akan kena bogem mentah.

"Begini saja tuanku, daripada kau kasih beberapa ketip untuk anak-anak kampung sebelah itu, bagaimana jika mulai besok kau kasih kami saja satu dua ketip untuk kami untuk beli bubur di warung bik Ani, cam mana?" Sambil Utara menyorongkan kepalan tangannya ke hadapan Anwar.

Anwar paham, ia hanya bisa mengangguk dan menahan tangis yang hampir keluar.

"Alhamdulillah, terima kasih atas kemurahan hati tuanku!" Teriak senang Utara yang disambut sorak sorai kawan-kawan lainnya.

"Sekarang tuan ku boleh pergi, buat jaga adik" Utara mempersilahkan Anwar dengan gerak badan seperti seorang budak kepada tuannya.

Anwar tidak menahan diri begitu mendapatkan kesempatan untuk bisa pergi dan keluar dari kepungan Utara dan kawan-kawannya.

Namun, Utara tidak membiarkannya mudah begitu saja, Tanpa diberi aba-aba, satu sapuan kaki Ciwan diantara kaki Anwar yang mencoba melangkah berlari membuat Anwar terjengkang tersungkur mencium tanah, kini jerit dan tangisnya keluar tak tertahan.

"Waduh maaf tuanku.." Ujar Utara sembari menghampiri Anwar yang terjatuh, menarik kerah bajunya supaya berdiri dengan cara yang tidak lembut sama sekali.

"Kata-kata ku tidak main-main, tuanku" Bisik Utara dengan nada tajam.

Lalu mendorongnya.

"Sekarang pergilah!"

Anwar yang mencoba untuk tidak terjatuh untuk kedua kalinya setelah berhasil menjaga keseimbangan lalu lari terbirit-birit tidak lagi menoleh kebelakang, dengan wajah sembab penuh air mata dicampur tanah yang diciumnya tadi.

Lari kesetanan, tidak butuh waktu lama bayangannya pun sudah tak nampak.

Utara, Ciwan dan kawan-kawannya pun tertawa-tawa terbahak-bahak melihatnya.

Semua kejadian itu ia ceritakan ketika menjenguk Cu yang masih terbaring lemah di atas dipan. Cu hanya bisa tertawa sembari menahan sakit, semakin ia tertawa semakin sakit juga rasa tulang rusuknya.

Akhirnya Cu cuma bisa meringis.

"Tenang saja kau Cu, besok kalau kau sudah masuk sekolah aku traktir kau makan puas-puas sampai kekenyangan ha..ha"

"Ta, kau tahu anak-anak yang dibawa Anwar waktu itu?" Tanya Cu serius, setengah berbisik takut kedengaran emaknya.

"Tahu, kenapa?"

"Begitu badan ku pulih, kita cari mereka." Jawab Cu dengan wajah menahan marah. Masih teringat ia wajah anak-anak yang berhasil membuat badannya remuk redam hingga sekarang.

"Baiklah kawan, begitu kau sudah sehat kembali, kita cari sama-sama" Utara menyanggupi.

Disinilah mulai nampak karakter Cu yang sudah tidak polos sebagai anak-anak lagi. Ia sudah mengenal balas dan dendam. Sifat yang kelak akan membawanya dalam banyak masalah di masa mudanya namun juga menempa dirinya menjadi diri yang lebih tangguh dan kuat dalam menghadapi masalah.

Beberapa hari setelah Cu kembali bersekolah, tubuhnya sudah kembali lincah ia tuntaskan dendamnya, ia, Utara dan kawan-kawan pergi ke seberang kampung mencari anak-anak yang mengeroyoknya kemarin. Semua berhasil mereka temukan, semua berhasil mereka buat bertekuk lutut meminta ampun, padahal kebanyakan dari mereka itu lebih tua usianya dari Cu dan kawan-kawan.

Mulai dari masa-masa itu, Cu sudah mengenal dan suka sekali dengan yang namanya perkelahian, apalagi antar kampung, perkelahian kemarin berlanjut kepada perkelahian-perkelahian selanjutnya karena balas dendam, Mereka masih kanak-kanak, mereka baru berumur awal belasan tahun dengan Cu yang masih berusia amat muda di antara mereka. Namun Cu dan kawan-kawan sudah dikenal sebagai perkumpulan anak-anak yang solid dan kuat serta susah untuk dikalahkan.

Sehingga untuk beberapa lama perkelahian itu mereda, meski untuk tidak waktu yang lama.

Sementara Anwar selama ia bersekolah mau tidak mau, suka tidak suka harus membagi uang jajannya kepada Cu dan kawan-kawan. Kadang kalau ia lupa atau sengaja menghindar, satu dorongan atau gangguan yang dibuat kepadanya dan Cu lalu datang berpura-pura sebagai penyelamat, membuat ia tidak bisa menghindar lagi.

Anwar pun karena kemurahan hatinya yang tak bisa hilang, jadi dekat dengan mereka dan jadi bagian dari kawanan Cu meski lebih sering jadi cecunguk atau yang disuruh-suruh namun juga seringkali ikut-ikutan berkelahi, walaupun seringkali juga ia hanya mencari lawan yang lemah darinya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 13, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Cu :Bagian PertamaWhere stories live. Discover now