9.Bersama di Apartemen

18K 400 38
                                    

Alden mengendarai mobil kuda jingkrak merah miliknya menembus panas terik matahari di siang hari. Ada perasaan tidak enak di dalam hatinya karena tak memperdulikan Lucy yang berusaha bersikap baik padanya. Meskipun, ia tidak menyukai Lucy, tapi tak bisa dipungkirinya wanita itu bisa mengurus adiknya, Alina.

Kehadiran Lucy yang memang sudah dikenalnya dulu tidak membuat Alina merasa asing dan tak nyaman. Lucy lah yang menjaga, merawat, dan mengurus semua keperluan Alina sewaktu adiknya tersebut masih sangat membutuhkan kasih sayang seorang ibu.

Terkadang ia merasa begitu kasihan ke Lucy. Kenapa wanita itu mau menikah dengan Mark, Papanya. Mark seorang pria egois, ringan tangan, dan sangat keras kepala. Dulu saja Rosy sering meminta cerai karena tidak kuat dengan perbuatan Mark yang suka melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Ia juga yakin kalau Lucy pasti mengalami hal yang sama seperti ibu kandungnya.

"Apa aku salah memperlakukan perempuan itu?" tanyanya dengan perasaan bersalah.

"Bagaimanapun dia sudah merawat Alin dan sayang juga sama Alin."

Alden menghela napas berat. Ada saja masalah yang harus dihadapinya. Ia mencari riwayat panggilan di telepon genggamnya dan memang terdapat sebuah nomor tak dikenalnya dan ia yakin kalau itu nomor ponsel Erika. Memang salahnya tidak memberi kabar selama 3 hari ke wanita yang telah menyelamatkan hidupnya dulu.

Ada alasan kenapa ia menghilang selama 3 hari. Pertengkarannya dengan Mark membuatnya stress. Mark menyuruhnya untuk melanjutkan kuliahnya di negeri Paman Sam, tapi ia tidak mau. Mana mungkin ia melanjutkan kuliah di luar negeri kalau sudah bertemu dengan wanita yang selama ini dicarinya. Ia tak ingin kehilangan kesempatan ini lagi.

Hari sudah menjelang sore. Alden sudah di depan kantor kekasihnya untuk menjemput wanita pujaannya pulang bersama. Erika sangat bahagia Alden menjemputnya dan berlari kecil mendekati pria tersebut, tapi ada yang aneh. Alden tidak seperti biasanya. Pria itu lebih banyak diam seperti memiliki banyak yang dipikirkannya.

"Ana, lo bisa masak ga?" tanya Alden.

"Bisa sih, tapi cuman masak biasa aja," jawab Erika.

"Gue jadi pengen nyobain masakan lo deh."

"Eh, bahaya kalau lo nyoba masakan gue."

"Ana, apapun rasa masakan lo, gue pasti suka. Apapun yang dihasilkan dari tangan lo akan selalu enak di lidah gue."

Erika tersipu malu mendengar perkataan Alden. Kalau Alden ingin merasakan masakannya berarti pria itu akan masuk ke unit apartemennya. Ia secara refleks melirik curiga ke arah Alden.

"Jangan berpikiran jorok. Gue ke unit lo bukan berbuat mesum," ucap Alden yang seakan mengerti apa yang ada di dalam pikiran Erika.

"Idiih, lo yaa selalu begitu. Dasar sok tau lo."

"Gue bukannya sok tau, tapi gue memang tau."

"Terserah lo deh."

"Tapi, boleh ga gue masuk ke unit lo?"

Untuk sejenak Erika tertegun. Ia ragu apakah akan membiarkan Alden masuk ke dalam unit apartemennya atau tidak.

"Boleh ga?" Alden bertanya lagi.

"Iya boleh, tapi ada syaratnya," ucap Erika yang masih ragu.

"Apa syaratnya?" tanya Alden sangat bersemangat.

"Syaratnya itu elo ga boleh sembarangan peluk-peluk, cium-cium, gendong-gendong gue! Ngerti ga lo."

"Hmm, itu persyaratan yang cukup sulit. Ntar gue pikirkan dan pertimbangkan."

My Sexy Lady Where stories live. Discover now