3- Masih Berusaha

179 38 18
                                    

Acen: send a picture
Acen: Kelakuan sahabat lo tuh

Yara mengernyit membaca pesan yang dikirimkan sepupunya. Kebetulan foto yang dimaksud Arsen belum terbuka. Butuh beberapa detik untuk menciptakan rasa sakit- ah tidak, cemburu tepatnya.

Seketika Yara melempar ponselnya. Ia seharusnya tidak merasa marah pada sahabatnya, toh Mia tidak tahu tentang perasannya. Hanya saja, Yara tak bisa membohongi hatinya kalau ia tidak menyukai apa yang dilihatnya.

Di foto itu, Mia sedang duduk di boncengan Ghafi. Mereka tampak akrab seperti yang ia lihat biasanya. Yara tidak tahu apa yang menyebabkan mereka bisa pulang bersama. Seingatnya, hari ini Mia memang ada ekskul taekwondo, tapi kenapa Ghafi juga ada di sana?

Mengusap wajahnya kasar, Yara membenamkan wajah ke bantal, berusaha meredam emosinya.

"Sabar, Ra. Lo gak boleh kayak gini. Mia gak tau apa-apa," gumamnya berusaha menenangkan diri. "Kalau ada yang harus disalahkan, itu elo sendiri. Elo yang gak mau jujur sama sahabat lo."

Ya, memang itulah kebenarannya. Namun, namanya juga manusia. Yara tetap saja merasa sedikit kesal pada Mia.

Mendengar getaran ponsel, Yara meraba kasurnya untuk mengambil ponsel. Setelah berhasil didapatkan, ia menatap sebuah nama yang terpampang di sana. Yara berdecak, tapi tetap menerima panggilan tersebut.

"Hm, apa?" tanyanya malas.

Di seberang sana terdengar ramai. Yara sampai menjauhkan ponselnya dari telinga. "Ini orang kenapa sih? Kepencet apa gimana?" Yara menatap sebal sebelum kembali mendekatkan benda pipih tersebut. "Gue matiin ya kalau gak ngomong!"

Ancaman tersebut membuatnya sang penelepon segera bersuara. "Gue lagi di luar."

"Ya terus?" sinis Yara membuat sosok itu mendesah.

"Mau dibeliin apa?" Suara Danes terdengar lembut di telinga. Ia bahkan sempat dibuat termangu beberapa saat. "Nayara?"

Mengerjap, Yara bergumam pelan.

"Dalgona mau gak? Lo suka itu, 'kan?"

Apa sih nih orang? Pikir Yara yang merasa bahwa Danes begitu sok tahu meski apa yang dikatakan benar adanya. Hanya saja, Yara terlalu gengsi mengiyakan. Danes pasti akan semakin besar kepala.

"Nayara?" panggil cowok itu lagi.

"Apa sih? Apa?" Yara mendudukan diri. Mengembuskan napas lelah. Dirinya sedang kesal karena kelakuan Mia dan Ghafi, tak bisakah Danes tidak ikut-ikutan?

"Gue kebetulan mau lewat rumah lo, jangan ke mana-mana ya." Permintaan tersebut membuatnya terkejut. Danes kerap bersikap seenaknya tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu. Hal itulah yang membuatnya tak suka pada sahabat dari sepupunya itu.

"Gak usah, gue-"

"Tunggu gue!" potong cowok itu kemudian telepon dimatikan begitu saja.

Yara menatap ponselnya lalu berdecak. Danes selalu menambah kadar emosinya. Tidak bisakah sehari saja dia berhenti mengganggu Yara?

Turun dari tempat tidur, Yara melangkah menuju meja rias. Kebetulan sehabis mandi dan keramas tadi, ia belum menyisir rambut. Yara menatap dirinya lewat pantulan cermin.

Apakah tipikal cewek yang disukai Ghafi memang seperti Mia?

Sama-sama juara olimpiade, ramah, imut, mungil dan tentu saja cantik. Jika dibandingkan dengannya, memang terdapat perbedaan kentara.

Yara memiliki postur tubuh tinggi yang kadang membuatnya insecure. Beberapa lelaki yang pernah dekat mundur hanya karena masalah tinggi badannya. Kebanyakan dari mereka tidak suka kalau hampir disamai.

Otak Yara tidak seencer Mia, pula tidak sefriendly sahabatnya. Yara memang ramah, tapi condong ke kalem. Ia tidak suka terlalu sok asik dan lebih suka memendam apa yang dirasakannya, beda dengan Mia yang terlalu terang-terangan atas perasannya pada Arsen.

Berbicara tentang sepupunya, mungkinkah Mia mulai lelah dan berhenti memperjuangan Arsen?
Lalu, Mia mungkin akan benar-benar jadian dengan Ghafi dan dirinya akan patah hati.

Mendengar suara klakson, Yara tak berniat untuk melihat siapa sang pelaku. Namun, bunyi ponselnya yang menampilkan nama Danes membuatnya mendesah. Mereject panggilan tersebut, Yara berjalan ke arah jendela yang terbuka lalu menunduk. Danes berada di atas motornya, melambaikan tangan dengan tangan satu memperlihatkan sesuatu dalam plastik.

"Bentar!" ujarnya kemudian berjalan cepat keluar kamar. Mamanya sedang berada di dapur. Kedua adik kembarnya, Alfina dan Alfino tak terlihat keberadaannya. Papanya? Kerja di luar kota.

Membuka pintu gerbang, Yara mendekat, Danes segera turun dari motornya. Tak lupa dengan senyum cerah yang ditampakkan.

"Selamat sore Permaisuri!" sapaanya merentangkan tangan, berlagak hendak memeluk. Yara segera menggeplak lengan cowok itu hingga meringis. "Galak banget sih!"

Yara memutar bola matanya lalu bersedekap dada. "To the point!"

Sifat ketus Yara melekat erat jika berhubungan dengannya. Beruntung tingkat kesabaran Danes masih begitu tinggi.

Berusaha tetap tersenyum, cowok itu menyerahkan dalgona padanya. "Nih, buat calon pacar Danes."

Yara mendengkus kecil. Meskipun begitu, ia tetap menerima pemberian cowok di depannya. Lagipula rezeki tidak boleh ditolak, 'kan? Ia tidak meminta, tapi Danes sendiri yang suka rela memberikan padanya.

"Oh ya, bentar," ucap Danes berbalik untuk mengambil satu kresek lagi dari motor. "Nih, buat si kembar! Kata Arsen, mereka suka martabak rasa kelapa, tapi buat Lo juga sih, hehe."

Bukannya senang, Yara malah merasa muak. Seharusnya Danes tidak seperhatian ini karena itu hanya membuatnya merasa terbebani.

"Lo kenapa sih berlebihan banget?" Yara tak bisa menahan diri, sedangkan Danes hanya tersenyum. "Masa sih? Enggak kok, menurut gue ini tuh namanya perjuangan."

Memang bebal bukan main. Takut emosinya semakin meledak, Yara mengambil martabak dari tangan Danes. "Makasih. Lain kali jangan ngerepotin diri lo dengan cara kayak gini."

"Gue gak repot, Yara." Suara Danes berubah lembut. Raut cerianya berubah menjadi lebih serius. Yara bahkan merasakan tatapan hangat yang menyorotnya.

Yara memalingkan muka lalu berkata dengan ketus, "Gue masuk. Besok-besok kalau begini lagi, gak akan gue bukain pintunya."

Danes hanya mengangguk dengan senyum tipis yang bertengger di bibirnya. Ia memperhatikan pergerakan pujaan hatinya hingga memasuki rumah.

Tidak apa-apa. Setidaknya ia berhasil membuat Yara melampiaskan amarahnya. Danes sempat khawatir saat tahu Arsen mengirimkan foto Mia dan Ghafi. Ia bahkan langsung menghubungi cewek itu. Mungkin dengan memberikan apa yang disukainya, Yara akan merasa sedikit lebih baik.

 Mungkin dengan memberikan apa yang disukainya, Yara akan merasa sedikit lebih baik

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

Selamat malam!
Yuk baca Yara dulu, sebelum lanjut Jikara dan Sweet Candy.

Masih sama kayak cerita sebelumnya, cerita ini cukup sederhana dan konfliknya juga ringan. Jadi jangan bosen yaaa.

Bantu tandai kalau ada typo.

Jangan lupa juga mampir ke ceritanya Mia dan Arsen karya kak wookiesr

Bye!






Nayara's Two Wishes ✔️Onde as histórias ganham vida. Descobre agora