22- Menciptakan Jarak

159 38 37
                                    

Orang yang gak bisa menghargai perasaan orang lain emang pantes ditinggalin sendiri.
***

Keadaan lapangan berubah ricuh. Permainan futsal terhenti begitu saja karena para anggota malah beralih, mendekat ke arah sosok yang kini terbaring tak berdaya.

"Ra, bangun!" Cewek berkucir kuda yang tadi duduk di sebelahnya tampak panik, menepuk wajah temannya yang tak sadarkan diri, sedangkan orang-orang di sekitar hanya menatap dengan raut terkejut, termasuk sang pelaku utama yang membuat cewek itu pingsan.

Danes hanya mematung tanpa berani mendekat hingga kemudian sosok yang tadi berdiri di belakangnya bersuara.

"Lo sengaja?"

Tentu Danes tahu siapa sang pemilik suara tersebut. Namun, dirinya tak berniat menjawab pertanyaan tersebut.

Terdengar dengkusan disusul dengan Ghafi yang melewatinya dan berjalan ke arah kerumunan. Gio, sebagai ketua marcing band tampak berinisiatif membawanya ke ruang kesehatan, tapi Ghafi segera menahan lengan cowok itu hingga menoleh disertai raut bingungnya.

Ghafi menggeleng kemudian menatap ke arah adik tirinya yang masih berdiri kaku. Ia berkata dengan tegas dan penuh penekanan, "Tanggung jawab, bawa dia ke UKS!"

Para siswa langsung memberikan respon beragam, apalagi mereka tahu bahwa dulu Danes pernah mengejar Yara sebelum hubungan keduanya memburuk.

Danes masih diam. Dorongan dalam hatinya menyuruh untuk mendekat dan membawa cewek itu sebagai bentuk pertanggung jawaban, tapi egonya yang terluka terus mengingatkan agar dirinya meninggalkan Yara.

"Arshaka!" tegur Ghafi, tak lupa dengan tatapan tajam yang dilontarkan.

Kepalan tangan Danes menguat. Hatinya tengah berperang saat ini. Cowok itu mengarahkan pandangan pada Yara yang berada di pangkuan Tania.

Tidak. Untuk apa Danes peduli pada Nayara?
Cewek itu sendiri yang memintanya menjauh. Jadi, jangan salahkan dirinya yang tak mau mendekat.

Danes melangkah mundur kemudian berbalik membuat orang-orang di sana menatap tak menyangka. Seorang Daneswara yang dulu begitu bucin pada Nayara kini bersikap tak acuh.

Memang benar. Keputusan yang ia ambil sudah sangat tepat. Biar saja Yara merasakan bagaimana sakitnya tak dipedulikan. Namun, seiring dengan langkahnya yang keluar dari lapangan, kenapa dadanya malah terasa sesak?

Bayangan cewek itu yang terkapar tak berdaya malah semakin tampak jelas di benaknya.

Danes memejamkan matanya dan menggeleng, berharap bayangan tersebut hilang. Sialnya, wajah tak berdaya Yara malah semakin melekat diingatannya dan itu memuakan.

"Sialan!" umpat Danes keras kemudian kembali berbalik dan berjalan cepat ke arah mantan gebetannya.

"Awas!" Cowok itu menatap tajam Gio yang hendak menggendong Yara. Ketua ekskul marcing band itu sempat terkesiap hingga tepukan Ghafi di bahu menyadarkannya.

Helaan napas terdengar sebelum Gio bangkit, membiarkan Danes mengambil alih dan menggendong Yara ke ruang kesehatan.

Ghafi segera menyusul setelah mencari siswa yang merangkap sebagai anggota PMR. Ia membawa serta cewek itu ke ruang kesehatan.

Danes sendiri yang sudah berjalan terlebih dahulu, sesekali melirik sosok dalam gendongannya. Rasa bersalah menyerangnya saat melihat darah yang keluar dari hidung Yara.

Bukankah seharusnya Danes senang Yara terluka?
Namun, kenapa hatinya malah terasa sakit melihat keadaan cewek itu?
Tidak seharusnya Danes merasa bersalah. Akan tetapi, sekeras apa pun berusaha bersikap jahat, pada akhirnya ia gagal juga.

Nayara's Two Wishes ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang