12- Setelah Membenci

146 38 45
                                    

Sesal itu ... menakutkan.
***

Yara turun dari gojek dalam satu kali loncatan. Ia kemudian berlari kecil menuju gerbang sekolah. Gara-gara tidak tiduran beberapa hari terakhir, ia sampai bangun kesiangan. Tidak ada Arsen atau ... hm cowok itu yang biasanya akan memaksa menerima ajakan untuk berangkat bersama.

Sejak kemarin Yara mematikan ponsel. Ia sengaja ingin menghindari orang-orang dan berusaha menenangkan diri.

Tepat dua langkah setelah melewati gerbang, bel masuk berbunyi. Yara mengembuskan napas lega. Dirinya hampir datang terlambat.

Cewek itu berjalan tergesa-ges sembari mengipasi wajah yang berkeringat. Di pertengahan tangga, langkah refleks terhenti mendapati sosok Danes dari arah berlawanan. Kejadian kemarin yang sempat ia lupakan kembali terlintas di benaknya. Entah kenapa, Yara jadi merasa canggung sendiri mengingatnya.

Ia memberanikan diri menatap sosok tersebut. Raut wajah Danes berbeda dari biasanya, tampak dingin dan itu cukup membuatnya membeku. Danes kemudian melanjutkan langkah, melewatinya begitu saja.

Perasaan Yara masih kebas selepas pertengkaran kemarin. Ia belum bisa memastikan emosi apa yang kini melandanya. Butuh waktu yang cukup untuk membuat dirinya merasa tenang. Yara melanjutkan lajunya, berusaha mengabaikan sikap cowok itu. Bukankah memang seharusnya begitu dari lama? Ia jadi tak perlu mengeluarkan banyak tenaga untuk mengusir Danes seperti yang sudah-sudah.

Setelah meyakinkan diri, Yara berjalan memasuki kelas yang sudah ramai. Guru Biologinya biasa datang terlambat atau terkadang hanya memberikan tugas menulis materi.

"Gue dari kemarin hubungin lo, tapi gak aktif terus," ujar Sherin sesudahnya ia duduk.

Yara sempat terdiam sebelum menjawab, "Gak buka hp dari kemarin."

Mengangguk, Sherin menatap sahabatnya ragu. Ada yang ingin ia tanyakan, tapi takut Yara tersinggung.

"Em ... Ra."

Panggilan tersebut membuat Yara yang sedang mengaktifkan ponsel menoleh. Cewek itu hanya menaikan sebelah alisnya disertai tatapan bertanya.

"Aziel ... cerita masalah lo sama Mia." Sherin berbicara dengan hati-hati. Dapat ia lihat raut muka Yara yang berubah mendung. Sherin menyentuh lengan sahabatanya. "Lo udah tau kalau kemarin Mia dibawa ke klinik?"

Seketika Yara menoleh. Tiba-tiba perasaannya menjadi was-was. Apa mungkin Samia pingsan karena kelelahan setelah pertengkaran mereka?

Dirinya langsung pulang selepas berdebat dengan Danes. Yara merasa benar-benar kacau kemarin.

Cewek itu sudah ingin bertanya tentang apa yang terjadi, tapi kembali mengatupkan bibirnya, gengsi. Mungkin kemarin dirinya memang terbawa emosi, tapi mendengar kabar buruk tentang Samia bukan hal yang ia inginkan. Bagaimanapun, Samia adalah sahabatnya.

"Arsen em ... katanya ... Arsen sempat bikin Mia jatuh gitu, gue gak tau detailnya, tapi ... Aziel bilang tangan Mia sampe retak."

Mata Yara membola, ia bahkan sampai menutup mulutnya tak percaya. Bisa-bisanya Arsen bersikap kasar seperti itu. Seharusnya kemarin Yara kembali ke ruang latihan untuk menyelesaikan masalah mereka, bukan pulang begitu saja.

Samia ... pasti sangat kesakitan.

Mata Yara tiba-tiba memanas. Semua berawal karena kesalahannya. Harusnya dulu ia tidak terpancing setelah melihat foto yang dikirimkan sepupunya. Seperti apa yang pernah dikatakan Samia, setidaknya Yara bertanya baik-baik dan menceritakan tentang perasannya, bukan malah menjauh dan bersikap dingin pada sahabatnya. Sekarang, nasi sudah menjadi bubur.

Nayara's Two Wishes ✔️Where stories live. Discover now