09 || Lingkaran Setan

9.5K 1.2K 196
                                    

Halo, terimakasih kamu masih bertahan sampai chapter ini. Sampai ending book nanti aku bakal terus berharap dapat feedback dalam bentuk vote & komentar dari kalian guys, meskipun tulisan aku masih amburadul 🙏.
Seenggaknya ada motivasi buat lanjutin ide yang suka datang dan pergi sesuka hati ini.
🥲😭💚
.
.
.
.
.
.

Pagi itu, di meja makan, Pak Brata yang tengah menikmati kopi tiba-tiba melempar pertanyaan pada Raka yang baru saja duduk.

"Rambut putih namanya?" tanya Pak Brata sambil menyeruput kopi.

Raka tampak kaget dan melongo ke arah bapaknya, namun dengan cepat menjawab, "uban."

"Betul."

"Ke—" Sebelum Raka sempat bertanya lebih lanjut, Pak Brata sudah melempar pertanyaan lain pada Naka yang bergabung.

"Rambut merah namanya?"

"Huh?" Naka mengerlip, namun dengan santai menjawab, "pirang."

"Bagus."

Naka dan Raka tertawa, meskipun tidak begitu paham dengan tujuan bapak mereka.

"Apa, loh, Pak?" gelak Naka sembari memindahkan sayur sop dari panci ke wadah yang sudah ia siapkan.

Sedangkan Raka, pemuda itu lebih penasaran dengan pertanyaan yang akan diterima oleh Sakala.

"Pagi~" sapa Saka dengan ceria. Mahasiswa semester 5 itu tampil dengan celana training dan kaos polos lengan pendeknya. Tak seperti Naka yang siap membawa tas yang terlihat penuh. Saka nampaknya cukup dengan menenteng HP dan chargernya.

"Saka, rambut hijau namanya apa?"

"Rambutan belum mateng," jawab Saka secara spontan.

Pak Brata tertawa kecil. "Jago juga ya kalian. Responsnya bagus. Cepat tanggap. Satset. Bapak bangga loh."

"Tapi kaget tau Pak, nggak ada angin, nggak ada ujan, tiba-tiba nanyain rambut, aneh banget," celetuk Raka. Di saat yang sama, Saka menarik kursi di sampingnya dengan kekehan kecil.

"Lebih aneh Mas Saka, bisa-bisanya kepikiran rambutan belum mateng," sahut Naka sembari meletakkan mangkuk sayur di meja makan, lalu ia duduk di kursinya.

"Namanya spontan," ujar Saka diiringi tawanya.

Ditengah agenda sarapan pagi itu, terdengar seseorang mengucapkan salam diiringi ketukan pintu.

"Siapa itu?" celetuk Pak Brata spontan.

"Kayaknya Renjana. Saka, lihat dulu," kata Saka yang langsung melesat keluar dari dapur.

"Renjana itu yang mana?" tanya Pak Brata.

"Yang lebih pendek dari Mas Saka, Pak," jawab Raka tanpa beban.

"Heh! Gak boleh ngomong gitu! Mentang-mentang tinggi!" tegur Naka.

"Fakta," sahut Raka tanpa rasa bersalah.

Naka menghela napas frustasi.

"Pak, Ren beneran yang dateng," kata Saka yang sudah kembali, kini di belakangnya ada seseorang yang mengekor.

"Pagi, Om," sapa Ren yang langsung salim pada Pak Brata.

"Pagi. Owalah, Ren yang ini toh."

"Ren yang ini? Emang bapak kenal berapa Ren, Pak?" sahut Saka heran.

"Ya tadi kalo Raka ngomongnya Ren anaknya Ginandjar, Bapak langsung bisa ngeh. Orang Raka tadi bilangnya—"

"Pak! Jaga perdamaian!" seru Raka dan Naka dengan cepat memotong ucapan Pak Brata.

Geng BratadikaraWhere stories live. Discover now