21 || Geng Bratadikara

9.4K 1.4K 883
                                    

Haloo, lama gak jumpa kitaa🥹
Aku up chapter berikutnya kalo udah 1K vote dan 800 komen yaa

Aku lagi bimbang, mending chapter depan itu lanjut ongoing atau bab terakhir aja, komen ya 👉
(tapi komen buat pertanyaan ini gak akan aku itung di target, hehe)

.
.

Senja melingkupi gazebo kafe, menciptakan lukisan warna keemasan di langit yang tengah memudar. Naka duduk seorang diri. Angin malam mengusap lembut wajahnya, sementara cahaya lampu di sekitar menciptakan bayangan-bayangan yang mengambang di sekitarnya. Segelas cappuccino dan salad yang belum tersentuh menanti di meja, menjadi saksi keheningan yang menggelayut dalam udara.

"Waktu itu juga gini rasanya, cappucino, salad, sama pesan singkat dari dia," gumam Naka. Kilatan lampu jalan memantul di matanya, membawa kembali kenangan yang terpendam.

"Maaf?" gumam Naka membaca pesan terakhir dari Luna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maaf?" gumam Naka membaca pesan terakhir dari Luna.

Naka menghela napas dalam-dalam, merasakan kecewa menyusup perlahan. Ponselnya ringan di genggaman saat ia meletakkannya dengan perlahan di atas meja. Luna tak menyadari bagaimana Naka telah menanti hampir dua jam, hanya untuk kemudian dihadapkan pada pembatalan tanpa penjelasan darinya.

"Is an apology the only thing she can say? Damn." Dia tertawa getir, sambil merapikan rambutnya dengan kasar. Wajahnya mencerminkan campuran antara kekecewaan dan ketidakpercayaan, seolah mencoba meredam emosi yang bergolak di dalam dirinya.

Naka melirik cappuccino dan salad yang tak tersentuh di atas meja dengan ekspresi kehilangan minat. Tanpa ragu, ia meninggalkannya begitu saja. Langkah-langkahnya mantap saat ia meninggalkan kafe untuk pulang, meninggalkan di belakang aroma kopi yang seolah-olah sudah tidak lagi mampu merayu selera yang telah hilang.

Malam berlalu begitu cepat. Namun anehnya, sepanjang malam, Naka sama sekali tak tidur. Terdengar gemericik hujan di luar jendela, namun di dalam kamar, suasana sunyi terpecah oleh keresahan yang menghantui Naka tanpa alasan yang jelas. Dia bergulung di atas tempat tidurnya, tatapan kosong mengitari ruangan, sementara pikirannya seperti terjebak dalam sebuah labirin. Waktu bergulir tanpa ampun, dan tanpa terasa pagi pun tiba.

Terdengar suara ketukan ringan di pintu kamar Naka, dan ketika pintu itu terbuka, Saka muncul. Dengan ekspresi datar, Naka mengernyit, "Jangan bilang baru pulang?"

"Ketiduran di rumah Pram," jawab Saka.

"Nih, ada kotak ini di teras," ujar Saka sambil mengulurkan kotak di tangannya pada Naka, "Pas gue baca ternyata buat lo."

Naka memandang kotak tersebut dengan ekspresi bingung yang tergambar di wajahnya. Dia menerima kotak itu dengan hati-hati, matanya mencari petunjuk di wajah Saka, "Apa ini?"

Geng BratadikaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang