16 || Peringatan

7.8K 1.4K 702
                                    

Aku up setelah 810 vote + 520 komen yaa

.
.

Suasana sore itu di lapangan basket taman kota dipenuhi dengan ketegangan. Sorot matahari yang mulai meredup menciptakan bayangan yang panjang di sepanjang lapangan.

"Kirain sembunyi di rumah lo, Raka," seru Panji.

Raka menyunggingkan senyum miringnya. "Gue nggak akan biarin manusia tanpa otak kayak lo makin gila, makanya gue ladenin lo hari ini."

"Gila? Oke gue gila. Jangan nangis kalo ternyata lo kalah main basket versus orang gila!"

"Kalo gue yang menang, jauhin Sherina. Jangan ganggu dia lagi," balas Raka. Panji hanya merespons dengan tawa remeh.

Di samping Raka, Cello terkekeh. "Dia sendiri udah ngaku gila. Selesai tanding kita anterin aja sekalian ke rumah sakit jiwa."

Raka menepuk bahu Cello sambil tertawa kecil. "Kirim aja nanti lewat parcel, males banget harus nganterin."

Tim Raka yang lain ikut tertawa mendengar ungkapan Raka. Saat situasi kembali serius, Raka memberikan arahan terakhir kepada rekan-rekannya. "Kita harus main dengan kompak. Pertahanin posisi dan serang pake taktik yang udah kita bahas sebelumnya," ucapnya.

Tim Panji juga terlihat siap menghadapi pertandingan. Mereka melakukan gerakan pemanasan yang energik di sebrang lapangan.

Peluit wasit menggema, menandakan dimulainya pertandingan. Bola meluncur ke udara, dan pertarungan sengit dimulai. Raka dan timnya menunjukkan kerjasama yang baik, mengatur strategi serangan dan pertahanan dengan cermat.

Cello, dengan keterampilan basket seorang ketua basket menjadi ujung tombak dalam menciptakan peluang-peluang skor. Sementara itu, Raka menunjukkan kemampuan dribbling dan melempar bola yang telah ia latih bersama Pram.

Di sisi lain, tim Panji juga tidak kalah hebat. Mereka memberikan tekanan yang kuat dan memiliki pemain-pemain yang lincah dalam mencuri bola. Pertandingan menjadi semakin seru seiring berjalannya waktu, disertai sorak sorai penonton yang memenuhi tribun lapangan.

Saat skor imbang, Cello memberikan sinyal untuk melancarkan serangan terakhir. Raka menerima bola, melakukan dribbling yang ciamik, dan melepaskan tembakan yang akurat. Bola meluncur masuk ke keranjang, menciptakan keunggulan untuk timnya.

Peluit akhir pertandingan berkumandang, meresapi kegembiraan tim Raka. Sorak sorai kepuasan memenuhi lapangan, disertai tepukan penuh semangat dari para penonton yang menyaksikan pertandingan yang penuh ketegangan. Raka dan timnya merayakan kemenangan mereka dengan tawa dan pelukan.

Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Tiba-tiba, suasana riang di lapangan berubah menjadi kekacauan. Panji tiba-tiba menyerang Raka ketika ia sedang memperhatikan rekan-rekannya yang merayakan kemenangan. Kejadian itu terjadi begitu cepat sehingga penonton dan pemain lainnya terperangah.

Sebuah pukulan tiba-tiba terhantam di wajah Raka, membuat pemuda jangkung itu oleng. Sorak sorai berganti dengan teriakan kejutan dan ketidaksetujuan dari para penonton. Tim Raka segera bereaksi, memisahkan Raka dari serangan tak terduga ini.

Cello dengan wajah penuh kekhawatiran melihat Raka yang berusaha bangkit kembali dari pukulan yang tak terduga itu.

Pipi Raka berhasil terluka oleh pukulan tiba-tiba dari Panji. Meski terkejut, saat bangkit, ia tetap mempertahankan sikap tenangnya. Dengan wajah yang sedikit memerah, ia membersihkan tangannya yang kotor akibat jatuh tadi sambil berkata, "Argh, gue tau, orang gila emang nggak ada yang sportif."

Kata-kata Raka berhasil menyulut amarah Panji. Pemuda itu, dengan wajah penuh kemarahan, kembali mengangkat tangannya untuk menyerang. Namun, dengan sigap, Cello menahan tangannya dan memelintirnya tanpa ampun.

Geng BratadikaraOnde as histórias ganham vida. Descobre agora