13 || Luka

10.1K 1.3K 295
                                    

Halo, terimakasih kamu masih bertahan sampai chapter ini. Sampai ending book nanti aku bakal terus berharap dapat feedback dalam bentuk vote & komentar dari kalian guys, meskipun tulisan aku masih amburadul 🙏.
Seenggaknya ada motivasi buat lanjutin ide yang suka datang dan pergi sesuka hati ini.
🥲😭💚
.
.
.

Jangan bertanya tentang apa yang terjadi pada Raka setibanya di rumah. Ya, dua kakaknya sudah setia menyambut kedatangannya di ruang keluarga dengan wajah yang tak lagi santai. Tatapan keduanya nyaris menusuk mata Raka.

"Ke–kenapa nih, Mas?" tanya Raka terbata-bata. Di saat seperti inilah ia akan langsung merindukan kegilaan kedua kakaknya.

"Duduk lo," titah si sulung sembari mengedikkan kepalanya ke arah sofa yang kosong. Dengan patuh, Raka menuruti perintah kakak sulungnya dengan hati yang berdebar. Dia menurunkan tubuhnya di sofa sembari mencoba menyembunyikan kegelisahannya di balik senyuman palsu.

Sementara itu, Pak Brata menghirup aroma kopi sambil memperhatikan anak-anaknya dari sudut ruangan dapur.

Pria berkacamata itu sempat bergumam saat melihat wajah serius Saka dan Naka. "Ini sidang pertama setelah pengadilan sempet tutup 4 bulan. Sidang apa kali ini kira-kira? Terakhir kali si Adek nyolong rambutan di rumah Pak RW dan nakalnya pas diteriakin ngakunya namanya Saka."

"Dari mana?" Naka menatap Raka dengan serius, menunggu jawaban yang jelas dari adiknya.

"Se—"

"Sekolah pulang jam 4. Liat, sekarang jam berapa?" lanjut Naka memotong jawaban Raka. "Mas tanya sekali lagi, lo dari mana?"

Raka tertunduk.

"Kenapa diem?" Saka bersuara. Namun, Raka masih tak menjawab apapun. "Anak mana?" lanjutnya.

"Belum punya," jawab Raka dengan cepat. Pak Brata yang mendengar jawaban Raka dibuat menahan tawa sementara Saka dan Naka terlihat kompak menghela napas.

"Sekarang bukan waktunya buat bercanda, Raka. Tolonglah," tegur Naka.

"Maaf."

"Cewek lo orang mana?" ulang Saka.

"Gue nggak punya cewek," jawab Raka.

"Masih berani bohong?"

Raka menggeleng. "Gue beneran nggak punya."

"Mas Saka punya saksinya loh," ujar Naka. Di sampingnya, Saka mengangguk.

"Saksi apa? Gue—, Cello ngomong apa?"

Mendengar pertanyaan Raka, Si Sulung tertawa kecil.

"Yang diomongin Cello belum tentu bener semua, Mas," imbuh Raka.

"O ya? Kalo gitu coba jelasin yang bener," sahut Naka yang masih tenang bersilang tangan.

"Gue tadi kepaksa aja," aku si Bungsu.

"Kepaksa apa?"

"Gue kepaksa bilang kalo pacaran sama Sherina," lanjut Raka.

Saka menyipitkan mata, mencoba menilai kejujuran Raka. Naka juga melirik Raka dengan tatapan tajam, mencari tanda-tanda adanya kebohongan.

"Gue emang suka sama Sherina, tapi gue nggak pacaran sama dia, Mas," ungkap Raka kemudian.

Si Bungsu itu langsung merasa detik-detik berjalan lambat, seolah waktu berhenti sejenak di hadapannya. Hatinya berdebar-debar saat ia akhirnya menghela napas dalam-dalam, mencoba mencerna kata-kata yang baru saja keluar dari mulutnya.

Geng BratadikaraWhere stories live. Discover now