15

11.1K 1.8K 505
                                    

Argha mendorong pintu kamar mandi, tidak lagi sekaget sebelumnya setelah mendengar alasan Nashira berteriak.

Perempuan yang menjadi tersangka masih duduk di dudukan water closet, celananya sudah terpakai dengan sempurna. Wajah layunya makin pasih, dengan mata membulat yang terus memandangi benda kecil di tangan kanannya.

Argha mengambil alih benda pipih persegi panjang itu. Sampai detik ini, dia masih yakin kalau Nashira berniat mengerjainya. Memang ada dua garis. Satu garis merah kelihatan tegas, satunya lagi masih samar-samar. Matanya menyipit, kemudian dia kerjap-kerjapkan. Siapa tahu hasilnya berubah.

"Kok bisa garisnya dua?" Nashira mendongak, suaranya meninggi frustrasi. "JADI, AKU HAMIL?" simpulnya makin panik.

Argha tetap bergeming, reaksi dan ekspresinya kontras dengan Nashira, berusaha tenang. Matanya belum berlalu dari hasil testpack di tangannya.

"No, no. Testpack bisa error kok," balasnya percaya diri. "Ini juga garisnya masih sam..."

Kalimat itu terhenti menyadari kalau garis yang satu lagi makin jelas.

Dia menggerogoti saku celananya untuk mengambil handphone, mengetik 'alasan test pack garis dua tapi tidak hamil' secara spesifik di mesin pencarian.

"Tuh, garis dua bukan berarti hamil. Bisa jadi karena testpacknya kadaluwarsa, nyelupinnya terlalu cepat atau terlalu lama, kehamilan etopik, kehamilan kimia, obat-obatan, sama penyakit tertentu kayak kelenjar hipofisis, penyakit ginjal, infeksi saluran kemih dan kanker ovarium." Argha membacakan sebab-sebab lain yang membuat Nashira sontak menyentuh perutnya, mendengar penyakit parah yang disebutkan, dia jadi paranoid. Perlahan, perempuan itu menundukkan kepala menahan tangisnya.

"Sstttt." Argha menempelkan jari telunjuknya ke bibir, baru sekali ini dia melihat Nashira sekacau ini.

"Aku bakalan mati..." gumam perempuan itu putus asa. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Nggak," balas Argha. "Lebih masuk akal kalau emang error."

"Huhuhu... aku mau ke dokter!"

"Nash," panggil pria itu lagi. Nashira sekali lagi mendongak, dengan pipi sedikit basah karena air mata. Pertanyaan, ini serius, kamu gak ngerjain aku? tertahan di tenggorokannya.

"Siap-siap, kita ke dokter," ajak Argha, diangguki oleh Nashira yang menghapus sisa air mata.

Situasi terlalu kacau untuk melanjutkan tangis.

***

Sejak masuk ke dalam mobil, perempuan yang menggunakan blouse biru itu terus menatap ke depan. Dia duduk tegap, dengan leher yang sama sekali tidak dilemaskan. Meskipun sudah memakai lipstick, itu tidak menutupi raut pucatnya. Matanya mengisyaratkan kekosongan, dengan tangan yang terus memegang erat safety belt yang terpasang.

"Nash, santai," ingat Argha. Perempuan itu masih bergeming. "Acia," panggilnya lagi, yang bikin Nashira menengok ke arahnya sebentar.

Nashira tidak suka kalau Argha memanggilnya dengan sebutan 'Acia', katanya panggilan itu dikhususkan untuk orang-orang terdekatnya saja, dan Argha belum termasuk salah satunya. Bisa juga karena Nashira tidak suka kalau Argha memanggilnya begitu dengan maksud sok manis.

"Percaya sama aku, gak bakal terjadi apa-apa. Paling asam lambung kamu naik karena stres," katanya yakin.

"Iya."

Let's (Never) Get DivorcedWhere stories live. Discover now