18

19.5K 2.2K 718
                                    

Sebelum menjalankan sidang mediasi minggu lalu, Nashira sempat diberikan kisi-kisi dialog yang sekiranya akan ditanyakan oleh mediator, mereka juga mengajarkannya mengenai jawaban seperti apa yang harus dia katakan sesuai dengan alur dalam pokok perkara gugatan.

Benar saja, pertanyaan yang diajukan oleh mediator setelah mereka mengutarakan permasalahan masing-masing itu mirip-mirip dengan kisi-kisi yang sudah dia pelajari. Sehingga pertanyaan mengenai bagaimana pertemuannya dengan tergugat, mengapa dulu memutuskan untuk menikah, apakah sudah punya anak bukanlah sesuatu yang sulit untuk dijawabnya.

Pertanyaan yang sama juga diajukan untuk Argha.

"Kami dijodohkan."

"Karena perjodohan."

"Belum."

Pria itu menjawab dengan tegas, santai dan lancar. Dan itu berhasil membuat Nashira takjub. Berbeda sekali dengan dirinya yang sempat menjawab dengan berbelit-belit dan melirik ke arah lawyernya karena rasa gugupnya.

Mereka tidak saling cinta dari awal, sebuah kalimat yang terus berlalu lalang di kepala Nashira sebulan belakangan dan menjadi pembenaran tertinggi dia harus berpisah dengan Argha. Jadi, mencari jalan keluar dengan cinta atau mengingat momen-momen bahagia merupakan hal paling sia-sia.

"Apakah kalian pernah melakukan hubungan badan selama pernikahan?" 

"Ya."

"Seberapa sering?"

"Jarang."

"Kalau begitu, seberapa jarang?"

"Tidak pernah lagi selama dua tahun belakangan."

Tentu saja mereka harus pura-pura lupa dan menganggap kejadian setelah ulang tahun Kina itu tidak pernah ada. 

"Apa penyebabnya?"

"Kami tidak cocok." Argha kembali memberikan jawaban aman.

Mediator kemudian mengarahkan pandangan ke arah Nashira. "Betul, kami tidak cocok dalam hal apapun, termasuk hal itu," ungkapnya tanpa frontal.

Seharusnya, masih ada beberapa dialog lagi mengenai apa yang dia sukai dari suaminya, kenangan indah apa saja yang masih dia ingat dalam pernikahannya, apakah ada satu titik dalam dirinya yang merasa ragu setelah melepaskan seluruh unek-unek terhadap satu sama lain yang sejatinya hanya dibuat-buat. Atau mungkin juga tentang pertengkaran yang terjadi dan cara mereka menyelesaikannya.

Sewaktu masa konsultasi dengan tim lawyernya, dia sempat terdiam ketika salah satu dari mereka menanyakan hal itu. Dia tidak bisa mengingat pertengkaran besar apa yang pernah menghiasi rumah tangganya... karena mungkin memang tidak ada. Argha dan dirinya nyaris tidak pernah bertengkar hebat, Nashira bahkan tidak tahu bagaimana rupa Argha ketika marah.

Ironi karena dia menggunakan alasan perselisihan terus menerus sebagai sebab perceraian ketika perselisihan berarti itu tidak ada. Namun, bukankah kehampaan dalam pernikahan juga sama menyakitkannya?

Untungnya sih, pertanyaan-pertanyaan tersebut malah dilewatkan, yang bikin Nashira merasa lega.

Sang mediator malah memberikan nasihat serta ceramah mengenai pernikahan.

"Pernikahan merupakan persekutuan hidup
antara pria dan seorang perempuan yang di kuduskan oleh Yesus Kristus, didasari kasih sayang yang tulus dari dua orang antara satu
dengan yang lainnya, menentukan untuk hidup bersama dalam suka dan duka dan hanya diceraikan oleh kematian... sesungguhnya Tuhan sangat membenci dan menentang perceraian."

Argha mengangguk paham, diikuti oleh Nashira. Seperti yang Nashira duga, pria itu jauh lebih bersemangat dari dirinya untuk berpisah.

"Jadi, apakah Bapak dan Ibu tetap yakin untuk bercerai?"

Let's (Never) Get DivorcedWhere stories live. Discover now