[01] Angelica Candice

64.7K 3.4K 140
                                    

Author's POV

"Bagus, Lica! Ya! Benar! Cantik sekali! Baguuuus!"

Seorang laki-laki dengan kamera bergantung di lehernya memotret Angelica yang bergaya bak bidadari turun dari surga. Wajah ovalnya serta bulu mata yang lentik dan alis tipis namun rapi membuat siapapun akan terpikat oleh kecantikannya.

"Lica capek," ujarnya seraya mengusap peluh, "boleh pulang sekarang gak?"

Lexa, sang manajer Lica yang sudah bersamanya selama tiga bulan terakhir ini mengusap pundak Lica dengan lembut seperti seorang Ibu.

"Bentar lagi ya Lic," jedanya membalik kertas di buku agenda Angelica.

Gadis yang masih dipandang memuja oleh orang sekitarnya itu hanya mendengus kesal dan pasrah. Ia tak tau bagaimana bisa dirinya terjebak dalam dunia model, padahal setengah tahun yang lalu ia hanya murid pindahan di Petrichor High School.

Beberapa jam setelah pemotretan Majalah TeenFamous, Lica sudah berada di atas kasurnya yang nyaman. Ia menutup matanya sekilas untuk beristirahat, tetapi suara yang terngiang di kepalanya memaksanya untuk bangkit.

"Tugas lagi?" gumamnya.

Dia segera mengarahkan tangannya ke udara bebas dengan kaki bersila. Seketika itu juga terlihatlah layar dengan tulisan yang takkan dimengerti oleh manusia.

'Seorang gadis berumur 16 tahun, meninggal menenggelamkan diri pukul 21:00, Moonlight Lake.'

"Moonlight Lake? Tempat yang terlalu indah untuk bunuh diri," katanya.

Gadis itu melirik jam dinding digital yang ternyata sudah menunjukkan pukul 20:50.

"Wuaaa, udah jam segini!" pekiknya.

Tak lama kemudian dia bangkit, segera dari balik punggungnya keluar sayap putih bersih yang bersinar. Ketika sayapnya mulai terlihat dan dikepakkan ia takkan bisa terlihat oleh mata manusia, karna dia adalah Sang Malaikat.

•••

Di sisi lain kota itu, seorang cowok yang berusia terpaut 3 bulan dengan Lica sedang bersidekap seraya tersenyum licik. Dia puas ketika melihat para manusia yang saling meliukkan badannya di atas lantai dansa.

"Duff, lo jangan diem aja dong! Ayo kita dansa!"

Seorang gadis dengan pakaian minim bergelayut manja di tangan Duff, membuat cowok itu risih sekaligus senang karna ia bisa menyalurkan nafsunya.

"Eh lo kenapa cantik banget malem ini?" gombal Duff.

"Tiap hari gue cantik kali," senyuman menggoda dari gadis itu seperti angin lalu bagi Duff.

"Bro, sebelah kanan deket DJ." Duff menunjuk salah satu sudut yang terlihat sama ramainya dengan sudut yang lain. "Ada cewek bohai liatin elo daritadi, samperin gih."

Cowok itu mendongak dengan senyum menyeringai, dia mabuk. "Gue ... hik. kesana ... hikk. dulu ... " ujar cowok itu sebelum menghampiri cewek bohai yang ditunjukkan oleh Duff.

Tanpa diketauhui siapapun, Duff menyukai orang-orang yang melakukan keburukan hanya untuk memuaskan nafsu belaka, karna dia adalah Sang Iblis.

•••

"Lo bego banget sih," Lica ngedumel sendiri saat melihat seorang gadis dengan kulit membiru terbujur lemah dengan mata sayu.

"Ngapain coba bunuh diri?" rengutnya lagi, "udah enak hidup jadi manusia."

Diantara kerumunan orang yang barusaha menyelamatkannya, gadis yang bibirnya sudah membiru itu tersenyum kecut dengan kening berkerut menahan sakit. Karena saatnya akan tiba, Lica terbang mendekat untuk berdiri di samping gadis itu.

"Hei, lo Malaikat?" bisik gadis itu parau.

Lica mengangguk pasrah, dia tau hanya orang dalam keadaan mendekati ajal yang bisa melihatnya dalam wujud asli.

Gadis itu tersenyum seraya berkata, "ambil nyawa gue sekarang juga, gue benci hidup ini."

Hati Lica sakit mendengarnya. Dalam sekejap, dengan sentuhan tangan Lica gadis yang membenci hidupnya itu kini rohnya sudah terlepas sepenuhnya dari jasad menuju langit malam berbintang. Lica menatap kepergian seorang manusia, lagi-lagi dengan mata bsrkaca-kaca.

"Kita terlambat," jeda seorang Kakek sambil menatap orang-orang di sekitarnya, "dia sudah meninggal."

Lica tak mengerti, kenapa manusia membenci hidup?

Author's POV END

*

Lica's POV

Aku gak ngerti, kenapa manusia membenci hidup? Padahal mereka terlihat sangat cantik saat tersenyum bahagia.

Tanganku meraba-raba rumput di sekitarku untuk mencari kerikil kecil untuk kulemparkan ke air danau. Bersamaan dengan riak air, aku menyembunyikan wajahku di balik lekukan tangan.

Menangis untuk kesekian kalinya.

"Menangis setelah mengerjakan tugas, ya?"

Aku mendongak saat mendengar suara asing mampir di telingaku. Ada seorang co—Iblis menatapku dengan tatapan meremehkan. Dengan kasar kuusap air mata yang masih mengalir dan balik menatapnya tajam.

"Iblis ngerti apa tentang tugas Malaikat?"

Lelaki dengan sayap hitam itu tersenyum miring. Aku yakin jika manusia bertemu Iblis ini pasti sudah bergidik ngeri karna auranya yang mencekam. Tapi aku sama sekali gak takut. Dia Iblis, aku Malaikat.

"Sama kayak lo yang gak akan pernah ngerti tugas yang gue emban," ujarnya.

Beberapa bulu hitam miliknya berjatuhan bersamaan dengan kepakan sayap yang membawa tubuh cowok itu semakin tinggi menuju angkasa. Aku hanya menatap tajam cowok itu dengan hati dongkol.

Ngapain juga ngertiin, jika aku sendiri benci sama tugasku?

"Gue benci jadi Malaikat," gumamku sebelum terbang menuju apartemen.

•••

Aku meraba-raba kolong meja untuk menemukan tempat pensil yang selalu kusimpan semenjak pulang sekolah. Tapi tanganku menyentuh sesuatu. Eh?

"Cieee Lica dapet mawar lagi!" ujar Violet bersemangat.

"Vi, gak usah lebay," sambutku sambil memutar mata dengan malas.

Violet mencebikkan bibirnya, lalu duduk tepat di hadapanku setelah memutar kursinya. "Gue iri ih sama lo."

Aku menaikkan sebelah alis, "iri kenapa?"

Justru aku yang iri sama kamu, Vi.

"Hidup lo sempurna banget! Udah cantik, model, pinter pula, baik, ih kayak Malaikat deh!" katanya dengan tangan menunjuk kesana kemari.

"Gue manusia, bukan Malaikat!" kataku sambil tertawa kecil.

Whoops, boong dikit gapapa kan?

Beep. Duugh. Bersamaan dengan suara bel yang nyaring, sebuah tas terjatuh tepat di hadapanku.

"Ini tas—"

"Halo, ketemu lagi kita."

Aku mematung saat mendengar suaranya. Cowok itu. Iblis yang tadi malam memergokiku sedang menangis di pinggir danau. Dia menggunakan seragam PHS?

"Lo ... jangan bilang ..."

Suasana yang tadinya ramai akan bisikan dan sorakan kedatangan Iblis ini langsung hening. Suasana mencekam ini, disebabkan karna aura-nya.

"Lucifer Duff! Ibu kan udah bilang untuk datang bersama dengan Ibu untuk perkenalan!" tegur Bu Andien dari arah pintu kelas.

Lucifer? Hmph. Bener-bener sesuai sama sosok aslinya.

"Gue sekolah disini, cantik," ujarnya tanpa mempedulikan perkataan Bu Andien.

Cup. Satu kecupan kilat mampir di pipiku, membuat amarahku sampai di ubun-ubun.

"Cowok gila!"

TBC~
==========
Rabu, 05 Maret 2014—07:06
A/N: aneh gaaaaaak? hehehe. semoga gak mengecewakan yap :*

FL • 1 [Fericire]Where stories live. Discover now