[27] Bertahan

26.2K 2.2K 107
                                    

A/N: part 25-26 di repost ulang, yg mau boleh vote lagi :P haha.enjoy! {}
Selasa, 17 Juni 2014--16:34
==========

Lica mengerang kesal karena Duff mengurungnya. Berbagai cara sudah dicoba, namun perisai ini tidak bergeming sedikitpun. Tidak jauh dari gadis itu ada Nathan—anak lelaki yang menangis meraung sebelumnya—duduk di samping jasad ibunya.

“Mama...” lirih Nathan. “Mama bangun...”

Lica menghela napas, mendekati Nathan. “Nathan, kamu mau coklat gak?”

“Aku mau Mama!” teriaknya sambil menggelengkan kepala. Nathan mengguncang jasad ibunya berulang kali. Lica menarik lengan Nathan dengan lembut hingga anak lelaki itu terdiam.

“Nathan.” Lica membawa Nathan ke dalam dekapannya. Gadis itu menghela napas, bagaimanapun juga Lica harus memberitahu perihal ibunya. “Mama udah gak ada, dia meninggal...”

“Kakak bohong,” bisik Nathan.

Lica menggeleng, “Kakak gak bohong, Nathan.”

Nathan meremas baju Lica dengan erat, tak mau percaya penjelasan gadis itu. Bocah kecil itu hanya diam, semakin mengeratkan pelukannya. Lica menahan napas ketika menyadari bahu Nathan berguncang. Anak ini menangis dalam diam.

Mata Lica menyusuri sekitar, memperhatikan kamar Duff. Lica dan Nathan sampai di apartemen Duff yang sudah tak dihuni semenjak penyerangan itu. Pemandangan malam yang terlihat dari jendela kamar Duff hanya kabut tebal tanpa ada jiwa manusia yang sebelumnya berkeliaran.

Lica meringis, memikirkan berapa banyak nyawa yang telah menjadi korban keserakahan Myron. Tangannya terkepal, marah karena ia tak diizinkan untuk ikut melawan Myron.

“Kak,” suara Nathan yang serak membuat Lica menunduk. “Mama udah bahagia di surga, ‘kan?”

Gadis itu tercekat, tak tau harus berkata apa. Dengan senyuman pahit, Lica mengusap puncak kepala Nathan. Bahagia di surga? Bagaimana bisa? Jiwa Mama Nathan telah ditelan oleh Myron, takkan bisa diselamatkan.

Tapi demi membuat anak itu tenang, Lica mengangguk. “Pasti. Tapi Nathan mau tau gak apa yang paling membuat Mama bahagia?”

Bocah lelaki itu mendongak, mengusap air matanya sebelum mengangguk. “Mau...”

“Kalo gitu, saat dewasa nanti Nathan harus jadi anak yang kuat. Tetapi Nathan gak boleh menindas yang lemah,” ucap Lica yang ditanggapi anggukan oleh Nathan. “Dan juga, Nathan harus percaya pada gadis yang Nathan sayang, jangan kecewain dia.”

Nathan memiringkan wajah, tidak mengerti dengan kalimat terakhir yang diucapkan Lica. Gadis itu terkekeh dan mengacak rambut Nathan. “Suatu saat nanti Nathan akan ngerti.”

Hal itu berlaku juga pada Lica. Dia harus percaya pada Duff, apapun yang terjadi. Meskipun dia khawatir, namun hal yang bisa ia lakukan hanyalah berdoa untuk keselamatan Duff. Ia tak mau memikirkan jika Duff kalah. Kalau itu sampai terjadi, artinya Duff akan... mati?

Bagaimana jika Duff tak ada?

“Kakak kenapa?” Guncangan di lengan membuat Lica tersadar. “Kakak kok nangis?”

Begitu banyak hal buruk terjadi. Meski Lica terlihat kuat dan baik-baik saja, namun ia tetaplah seorang gadis. Dirinya amat ketakutan. Berbagai pikiran jelek sering terlintas. Apalagi Runako dan Crystal yang tidak bisa dihubungi.

Dia mengusap air mata. Lica harus kuat, disini ada Nathan yang lebih membutuhkan tempat bersandar. Gadis itu menggeleng, merapatkan punggung pada perisai dan melingkarkan tangannya di pundak Nathan—menjadi bantalan untuk Nathan.

FL • 1 [Fericire]Where stories live. Discover now