[09] Aku Kini Manusia

34.1K 2.2K 211
                                    

Selasa, 06 Mei 2014--17:36
A/N: hai hai! apa kabar? baikkah? :3 bikin part ini sembari ngerjain tugas, moga gak acak kadut -_- ehehehe. QOTD: mau happy ending, atau sad ending? :3

==========

Lica masih bolak balik di ruang tengah, sesekali matanya memperhatikan layar ponsel yang ada di genggamannya. Ponselnya yang sudah rusak akhirnya diganti dengan yang baru, namun masih memakai nomer yang lama—niat gadis itu adalah agar Duff mudah menghubunginya.

Namun kemana perginya anak itu? Dia bahkan tak ada kabar sedikitpun! Membuat Lica melempar ponselnya dengan kasar ke sofa.

“Hei,” panggil Runako yang sedang menyesap kopi paginya. “Itu ponsel beli pake duit loh ya, bukan pake daun.”

Lica merengut kesal, dia bergelung di sofa setelah mengambil ponselnya. Kembali ditatap ponsel yang tak kunjung berbunyi.

“Aku bete, kesel, marah,” jeda Lica, membuat Runako mengangkat wajahnya, “kenapa sih dia gak ngehubungin aku? Padahal ‘kan, tiap hari aku kesana.“

“Whoa,” jeda Runako, dia mendekat ke Lica, “kamu kenapa?”

“Enggak,” ujar Lica ketus, menyembunyikan wajah di lipatan lengannya yang berada di atas lutut.

Runako yang melihat Lica seperti itu hanya bisa tertawa kecil. Gadis yang sudah dianggapnya sebagai adik sendiri itu kini dalam keadaan kesal kronis. Biasanya, Lica tak pernah seperti ini.

“Kamu kenapa? Gamau cerita nih sama aku?” tanya Runako.

Lica menggelengkan kepalanya. Kalao dia menceritakan pada Runako, mati sajalah sekalian. Mana mungkin dia bilang kalau sedang menunggu telpon atau sms dari Iblis? Runako pasti akan marah besar. Soal Lica yang ke apartemen Duff itu, sama sekali tidak ketauan oleh Runako.

“Iya, Ratu,” nada formal Runako membuat Lica menoleh, dia mendapati Runako tengah berbicara di layar.

Apa Angelica baik-baik saja? Bagaimana keadaannya saat ini?

Suara Ratu Elissa membuat Lica ingin ikut berbicara dengan Ratu yang sangat dihormatinya. Dia ingin melihat wajah Ratu, namun pasti akan terlihat tak sopan karna dia seakan mencampuri pembicaraan mereka. Setelah mengusap kepala Lica dengan lembut, Runako berjalan ke arah kamar tamu dan menutup pintunya.

Lica cemberut ditinggal sendirian seperti itu. Setelah berpikir berulang kali, akhirnya dia membulatkan tekadnya untuk mengunjungi apartemen Duff lagi. Tangannya mengambil notes dan menuliskan pesan singkat untuk Runako.

•••

Gadis yang tengah melayang di depan kaca jendela apartemen Duff kini hanya bisa terbang mendekat untuk kemudian mundur lagi. Dia mengusap dagunya sekilas, memikirkan sesuatu. Setelahnya, dia kembali maju mendekat ke arah jendela—seperti ingin mengintip namun diurungkannya.

Akhirnya dia mendesah pelan, duduk di sandaran balkon dan menatap dalam pintu kaca yang tertutup tirai.

“Duff, keluar dong,” gerutu Lica, “lo kayak ayam yang lagi betelor aja sih, diem di dalem rumah.”

Sangking kesalnya, Lica akhirnya melempar kerikil yang ditemukannya dari pot kecil yang berjajar rapi di balkon apartemen Duff. Tuk. Begitu bunyinya. Lumayan keras, namun tidak sampai membuat kaca jendela itu pecah.

“Oke,” jeda Lica, “kalo lo gamau keluar, gue gak akan pergi dari sini!”

Lica tau ini bukan seperti dirinya. Tapi semakin Duff tidak menunjukkan dirinya di hadapan Lica, itu membuat hatinya kesal dan merasa terasingkan. Sikap yang paling tidak disukai Lica adalah jika ada seseorang yang tidak mempedulikannya. Biasanya, Lica akan balik mengabaikannya.

FL • 1 [Fericire]Where stories live. Discover now