Sebuah Ingatan yang Menghilang

691 28 8
                                    

* "Halo, Nelson? Namamu Nelson kan?? Maaf sebelumnya merepotkanmu dan teman-temanmu untuk datang kesini. Tapi aku ingin menyampaikan sesuatu padamu." ucap wanita tersebut.

Aku sedikit terkejut, bagaimana Emma bisa mengetahui namaku? Ah, mungkin sekarang itu tidak terlalu penting bagiku, aku ingin mendengarkan pesan yang hendak disampaikan Emma padaku.
"Eh, iya namaku Nelson. Boleh, apa yang ingin kau sampaikan padaku?" tanyaku padanya.
Dia tak menjawab, seakan dia menatap teman-temanku untuk membicarakan 4 mata denganku. Yudha, Irfan, dan Adhit pun pergi ke luar rumah -tepatnya di halaman rumah Emma dan bermain ayunan- dan Emma melanjutkan perkataannya.
Emma menarik nafas lalu bercerita padaku, "Aku percaya dengan ramalan ini. Kau, orang yang dimaksud dengan Ayahanda dan Ibunda ku. Apa kau masih menyimpannya, Nelson?" ucap Emma yang berhenti tiba-tiba.
"Apa maksudmu? Coba jelaskanlah, aku tidak mengerti." jawabku singkat.
"Apa kau masih.. Menyimpan tiara itu?" jawabnya berbisik.
"Oh tentu saja, tapi bagaimana caranya kau mengerti tentang tiara itu?" tanyaku mencurigainya.
"Aku dulunya seorang Putri di Kerajaan Tua yang kau temui itu. Ayahanda, Ibunda, dan Kakak lelaki ku meninggal akibat peperangan yang terjadi 401 tahun silam. Hanya aku dan beberapa pengawalku yang selamat. Aku dan 4 orang pengawal setiaku yang selamat, mengalami proses perlambatan penuaan sehingga usiaku saat ini masih 15 tahun. Aku akan mendapatkan kekuasaan Ayahandaku jika aku menemukan Tiaraku kembali." jelas Emma panjang lebar.
"Kini aku dapat menemukannya berkat dirimu, Nelson. Ramalannya mengatakan kalau ada seorang pemuda asing -bukan manusia- yang menemukannya karena berpetualang bersama 3 kawan setianya. Apa aku boleh meminta Tiara itu padamu?" pinta Emma dengan sangat bersungguh-sungguh.
"Sungguh? Benarkah itu? Aku merasa terhormat sekali, tuan Putri. Jika itu milikmu, engkau bisa mendapatkannya kembali, Putri Emma." jawabku sembari mengeluarkan Tiara itu dari 'Inventory' ku.
Mata Emma berbinar melihat miliknya itu masih utuh tanpa ada bagian yang rusak. Aku menyerahkannya dengan kedua tanganku. Emma menyahutnya dengan perlahan dan sangat hati-hati. Dia meletakkan Tiara itu diatas kepalanya. Ahh, sungguh anggun dan manis sekali dirinya itu. Tiba-tiba, Tiara itu mengeluarkan cahaya yang amat sangat terang dan silau.
Adhit, Yudha, dan Irfan berlari masuk ke dalam ruang tamu Emma. Mereka terkejut melihat seorang gadis yang berubah menjadi seorang Putri yang cantik. Emma membuka kedua matanya dan menatap mata kami lekat-lekat. Dia tersenyum.
"4Brothers. Nelson, Irfan, Yudha, dan Adhit. Kalian tidak akan pernah mengalami keretakan hubungan kalian. Aku, Emma Sivershay, menghadiahkan kalian masing-masing hadiah ini. Mungkin kalian akan melupakanku, tetapi aku tidak akan pernah melupakan kalian hingga akhir hayatku. Terimalah ini. Terimakasih, mungkin jasa kalian akan selalu terkenang hingga anak-cucu ku. Sekali lagi kuucapkan Terimakasih yang teramat sangat banyak untuk kalian, 4Brothers." ucap Emma.

  Cahaya putih itu sungguh menyilaukanku. Aku membuka kedua mataku. Aku heran, mengapa aku dan kawan-kawanku bisa tertidur di tanah halaman depan rumahku. Aku bangun dan masih dengan herannya, tiba-tiba masing-masing dari kami mendapat sebuah kantung misterius ini. Yudha, Adhit, dan Irfan pun bangun dengan keadaan seperti diriku. Adhit dan Yudha memegang kepalanya.
"Ugh, apa yang terjadi? Mengapa kepalaku sangat sakit? Aaargghh" rintih Adhit.
"Mengapa kepalaku sangat sakit?? Tolong aku, aku tidak bisa membuka kedua mataku" rintih Yudha.
Aku menyuruh Irfan untuk menggendong Yudha di punggungnya. Begitupun denganku, aku menggendong Adhit di punggungku dan masuk ke rumahku.
Aku menurunkan Adhit di kasurnya, sedangkan Irfan juga menurunkan Yudha di kasurku. Untuk sementara kubiarkan mereka semua menginap dirumahku sampai Yudha sembuh.

*Esok paginya
  Aku terbangun di sofa karena aku tidak mempunyai 'bed' lebih. Aku hanya punya 3 'bed' dan kubiarkan Yudha dan Irfan tidur dikamarku. Sedangkan Adhit tidur sendiri dikamarnya.
Ah, entah kenapa aku dan ketiga kawanku tidak ingat dengan apa yang terjadi kemarin. Semakin ku berusaha mengingatnya semakin sakit kepalaku. Mungkin kami semua mengalami Amnesia sementara.
Ku buka gagang pintu kamarku dan aku terkejut. Ternyata Yudha mengalami sakit kepala yang sedikit parah. Dia mengerang kesakitan dan Irfan berusaha menenangkan Yudha dengan memegangi lengannya. Aku teringat jika aku mempunyai bubuk Pleytinium yang mereka berikan padaku. Aku langsung mencari 'brocoli' ku dan menaburkannya dengan sedikit bubuk itu. Tak lama kemudian 'brocoli' itu berubah menjadi seorang peri kecil berwarna Silver. Aku memberinya nama Siver, entah mengapa nama itu begitu saja terlintas dipikiranku. Siver menyembuhkan Yudha dengan sihirnya. Yudha yang awalnya mengerang tiba-tiba diam. Sepertinya, Siver memberi Yudha obat bius dan 'potion'.
"Apa itu salah satu kegunaan bubuk Pleytinium-mu, Nel?" tanya Irfan tiba-tiba.
"Umm, yah begitulah" jawabku singkat.
"Pantas saja kau selalu menyayanginya" gurau Irfan, "Eh btw aku laper banget neh. Buatin makanan plis." perintah Irfan.
"Haha, ternyata kau jam segini sudah lapar aja." godaku.
"Biarin" jawabnya.

  Segera aku langsung menuju kamar mandi untuk membasuh mukaku dan menuju dapur untuk memasak. Yah aku tidak terlalu pandai memasak. Setidaknya aku bisa menggoreng telur dan menggoreng ikan. Aku menyajikan dua porsi ikan goreng + telur diatas meja makan yang sudah ada Irfan menungguku disitu. Irfan langsung melahapnya karena lapar. Aku masih melepas celemekku lalu duduk dihadapannya. Sesaat aku hendak menyantap sarapanku, Adhit berjalan dengan terhuyung-huyung sembari memegang kepalanya. Dibelakangnya ada Siver yang mengawasi Adhit. Aku segera berdiri dan menuntunnya untuk duduk di hadapan Irfan.

Adhit POV

  Aku terbangun dan berada di kamarku. Aku masih merasakan sakit di bagian kepalaku. Aku mencium bau masakan dari arah dapur. Aku berusaha berdiri dan berjalan sekuat tenagaku. Aku mendengar suara seperti suara sayap capung yang terbang dibelakangku, aku menghiraukannya dan tetap berjalan terhuyung-huyung menuju Sumber bau itu. Aku disambut oleh Nelson dan menuntunku ke meja makan dan mempersilahkanku duduk di hadapan Irfan yang sedang lahap makan. Aku terkejut melihat ada seorang makhluk kecil yang terbang di sebelah Nelson. Nelson mengangkat suaranya,

"Ah, perkenalkan ini Siver, peri brocoliku. Siver ini Adhit, temanku." kata Nelson pada makhluk kecil itu.

Makhluk itu terbang kearahku dan mengulurkan tangannya aku menjabat tangannya sembari tanganku yang satunya masih memegangi kepalaku. Setelah itu makhluk itu mendekat kearahku dan meletakkan tanganku ke atas meja. Dia mengusap keningku. Aku merasa sedikit lebih ringan dengan rasa sakitku itu. Nelson mengangkat suaranya lagi,

"Ah, dia ingin mengobatimu. Dia sangat baik dan peka sekali ya, haha." canda Nelson.

"Makasih Siver." ucapku pada makhluk kecil itu sembari tersenyum.

Sepertinya dia tersipu malu dan mengarahkan beberapa anak rambutnya ke belakang telinga sembari menunduk. Aku ternyata baru sadar kalau makhluk kecil itu perempuan. Hahaa, betapa kurang konsentrasinya aku.

  Lalu aku memakan sarapanku dan mengunyahnya dengan perlahan.





——————————————————
Haloooo~
Kembali lagii ke chapter 5 yeayy:3!
Ini udah sangat puanjang lho ceritanyaa :3
Mungkin beberapa minggu ke depan Author bakalan sibuk di RL dan jarang up Wattpad:(
Sebagai gantinya ya ini, ceritanya udah dipanjangin sampe 1000+ kata:'D
Hope you all enjoy guys! Thankyou! :3
Jangan lupa terus dukung saya yaaxD
See you in the next chapter~

[TAMAT] 4Brothers Minecraft Indo FanfictWhere stories live. Discover now