4. Her story

2.7K 465 36
                                    

Kulihat Kara menarik nafas panjang sebelum ia mulai bercerita.

Ketika matanya bertemu dengan mataku, aku merasa ada jeda, waktu terasa berhenti sesaat. Menelusuri ke dalam matanya, aku melihat kalau ia lelah. Benar sekali kalau ada yang bilang mata itu jendela jiwa. Karena ya.. mulut bisa saja bohong, tapi mata tidak.

"Ayok, mau cerita apa?" Tanyaku ramah.

"Hidupku berantakan, Adrian."

"Kalau Adrian kepanjangam, kamu bisa panggil Adri, atau Ian."

Kara tersenyum, lalu mengangguk.

"Hidupmu berantakan gimana?" Tanyaku.

"Andrew, cowok yang tadi, dia tuh semacam penyelamatku, tapi dia juga yang sedikit demi sedikit menghancurkanku."

Aku mengangguk, aku tahu Kara tidak cerita dari awal, aku gak paham kenapa si Andrew ini punya dua peran. Yang jelas, aku menangkap kalau Andrew penting untuk Kara.

Gantiin posisi Andrew, kita bisa sejuta kali lebih baik! Suara dalam kepalaku tiba-tiba keluar.

Ya serem dong dia kalau gitu? Entar disangka psikopat, pelan-pelan aja, kita ambil dulu hatinya, bahagiain dia, bikin dia percaya, dan posisi itu bakal dengan sendirinya buat kita.

Pinter!!!

"Terus? Kenapa kamu bertahan sama orang yang ngancurin kamu? Harusnya kamu bertahan dengan orang yang membuatmu tuh, bukan hancur." Kataku.

"Yeah, tapi dia yang selalu ada setiap aku butuh bantuan."

Itu karena kita belum kenal! Tuhan belum menggariskan jalan kita untuk bertemu.

Diem dulu dong! Biar aku bisa fokus sama Kara!

Oke deh, oke!

"Contohnya?" Tanyaku.

"Agak berat Dri bilangnya."

"Seberat apapun, kalo diceritain dikit-dikit bakal ringan kok nantinya. Aku gak maksa kamu cerita sekarang secara detail, semua terserah kamu." Kataku.

Kenapa sih? Kamu gak bisa nerawang dia aja? Biasanya kalo orang lain gampang?

Itu namanya jodoh! Kudu dicari tau sendiri! Biar jalannya ada rintangannya, gak lurus-lurus aja. Jelas suara di kepalaku.

"Intinya, aku gak punya siapa-siapa. Beneran gak punya siapapun. Dan selama ini, Andrew yang selalu ada."

"Kamu ada tempat tinggal?" Tanyaku.

Kara tersenyum kecut, kemudian ia menggeleng.

"Barang-barang kamu?"

"Ada di kontrakanku sama Andrew."

Aku mengangguk mengerti.

"Kamu bisa di sini dulu, aku bisa nebeng di Abangku. Soal keperluan pribadi kamu, aku bisa pinjem punya pacarnya Bang Damar nanti, keberatan pake punya orang?" Tawarku.

"Posisi kaya gini, aku gak punya hak buat ngelunjak apalagi gak tau diri."

Kan! Dia baik kan? Duhhh bongkar aja celengan! Beliin baju dan lain-lain buat Kara!

Enak aja! Seruku.

Yailah, baju doang!

Aku tak menghiraukan suara dalam kepalaku lagi, aku kembali fokus pada Kara, kulihat ia sedikit menguap.

"Tidur gih, istirahat, keliatan banget kamu capek!" Kataku.

"Yeah, kamu juga tidur ya?"

Aku mengangguk.

Dunia Abu-abuWhere stories live. Discover now