Bab 1. Pertemuan

11.7K 1.3K 654
                                    

Heiii, thank you sudah menunggu cerita ini. 

Jangan sungkan berkomentar di tiap baris paragraf ceritanya, ya. Biar aku bisa kenal sama kalian. Aku bakal follow beberapa membaca yang rutin berkomentar di cerita-ku ini. Sooo, happy reading!

---

Ada sebuah standar konstruksi sosial yang Eila benci selama hidup sebagai seorang perempuan di Indonesia. Pertama, seorang perempuan tidak boleh lebih tinggi pendidikannya daripada laki-laki atau risikonya adalah akan sedikit laki-laki mau pedekate. Eila pernah disindir oleh bibinya saat perkumpulan keluarga, "Jadi perempuan itu, ya nggak perlu sekolah tinggi-tinggi toh ujungnya nanti bakal bekerja di dapur. Laki-laki juga kan punya ego yang tinggi, nggak mau dikalahkan sama perempuan."

Eila yang panas pun langsung menjawab. "Tapi Bu, perempuan itu calon Ibu yang bakal mendidik anak-anaknya kelak. Pendidikan pertama seorang anak didapat dari rumah, bukankah punya kebanggaan sendiri kalau punya istri dan ibu yang cerdas? Lagipula Bu, saya nggak mau menurunkan standar hidup saya demi seorang laki-laki."

Alhasil tiap kali ada perkumpulan keluarga, Eila jarang datang hanya untuk menghindari pertanyaan seputar "kapan menikah?" atau "kapan nih ngasih momongan ke mami kamu? Kasian lho kalau kumpulan, dia sendiri yang belum menimang cucu." Cih, Eila kesal sekali dengan ucapan demikian. Memangnya pernikahan itu ajang cepat-cepatan seperti area balapan, ya? Lalu seandainya suatu hari bercerai, lingkungan akan kembali mencemooh, "Tuh kan, harusnya pedekate dulu, jangan buru-buru menikah. Begini ujungnya kalau belum mengenal."

Usia Eila 26 tahun, menjabat sebagai founder dari sebuah e-commerce sepatu yang sudah terkenal di Indonesia, Ginn's Beaute. Sebetulnya ada banyak pria berkualitas yang ingin mendekati Eila, sebut saja Nik, seorang anak konglomerat yang bertemu dengan Eila sewaktu sedang menonton sebuah pertandingan golf. Atau Kino, CEO dari Samatya's Corporation, pewaris tunggal dari perusahaan raksasa yang bergerak di bidang konstruksi. Seandainya Eila tertarik, sudah dapat dipastikan, dia lebih beruntung dari Nia Ramadhani. Dia tidak perlu bekerja terlalu keras untuk bisa jalan-jalan ke luar negeri.

Namun, kalau disuruh menyebutkan kualifikasi menjadi pasangan Eila, syaratnya yaitu: tidak mendominasi. Eila tidak mau diatur-atur, bahkan meskipun oleh pasangannya sendiri dan memiliki pasangan dengan sama-sama memiliki kuasa sepertinya bukan pilihan tepat. Eila bahkan pernah berikrar kalau dirinya tidak mau menikah—dia trauma menikah. Dia sudah menyusun planning mengadopsi anak di usia 30 tahun, mungkin dengan mengambil di sebuah panti asuhan, lalu hidup bahagia ditemani kucing-kucing kesayangannya. Dia tidak akan pernah merasa kesepian, kan?

"Heran gue ya sama lo, dideketin sama cowok cakep malah nggak mau. Udah mapan, mateng, dewasa. Kurang apa lagi, sih?" Seperti hari ini, tiap kali bertemu dengan Rara dan Julia sepulang kerja, pasti Eila akan diceramahi habis-habisan.

"Gue ngeri nikah, yah kalian tahulah ya bokap gue." Berteman dengan Eila sejak SMP, Julia dan Rara sudah hapal di luar kepala permasalahan keluarga Eila. Tentang ibu Eila yang selalu jadi korban KDRT. 

Ayah Eila yang menikah lagi karena ingin memiliki anak laki-laki. Ibu Eila yang ditolak mentah-mentah dalam keluarga ayahnya karena tidak bisa melahirkan keturunan laki-laki. Meskipun ada berbagai alasan Eila membenci ayahnya, tetap saja Eila tidak bisa membencinya, karena ayahnya adalah bapak yang baik bagi Eila meskipun dia gagal menjadi suami.

Namun sebaik apa pun dia menjadi ayah, tidak bisa mengubah fakta bahwa dirinya menjadi sumber utama luka yang dialami dalam hati Eila. Menanamkan pemikiran dalam diri Eila sejak kecil bahwa dia tidak akan menikah.

"Tapi La, masalahnya sekarang udah beda. Lo tahu kan surat wasiat bokap lo apa isinya? Iya, bagian harta buat lo nggak akan dicairkan kalau lo nggak menikah." Julia geleng-geleng kepala. "Barangkali bokap lo tahu kali ya, lo ada keinginan nggak mau married. Makanya dia buat peraturan begitu."

Alam dan EilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang