Bab 6. Fake Wife

4.3K 825 239
                                    

Akhirnya bisa posting cerita ini.

Kalian baca ceritanya di pukul berapa, nih?

Terima kasih sudah menunggu, ya!

Happy reading

----

Alarm Alam untuk bangun setiap harinya adalah tepat pukul setengah enam pagi, tetapi ketika Alam membuka mata yang dilihatnya justru wajah seorang gadis sedang tertidur nyenyak dengan menjadikan lengannya sebagai bantalan

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Alarm Alam untuk bangun setiap harinya adalah tepat pukul setengah enam pagi, tetapi ketika Alam membuka mata yang dilihatnya justru wajah seorang gadis sedang tertidur nyenyak dengan menjadikan lengannya sebagai bantalan. Alam nyaris saja memekik kalau saja tidak tersadar kalau dia memang sudah menikah. Lelaki itu menelan ludah, menyadari kedekatan wajah mereka hingga embusan napas Eila terasa menampar pipinya. Alam berusaha menjauhkan tubuh Eila dengan bergelung sedikit demi sedikit, tetapi Eila justru kian merapat. Gadis itu justru kembali meringkuk seperti bayi. Sebuah kebiasaan yang bisa Alam simpulkan.

Lelaki itu menghela napas pasrah, membiarkan dirinya berada di posisi itu meskipun lengannya terasa kesemutan.

Jam yang ada di atas nakas berdering di pukul tujuh tepat. Eila spontan membuka mata. Mata mereka saling bertatapan. Kelopak mata gadis itu melebar seperti baru saja melihat hantu, iris matanya membesar. Dia langsung mendorong tubuh Alam sampai Alam terdorong jatuh ke bawah ranjang dan bokongnya mencium lantai dengan keras. "Bisa-bisanya ya kamu!" Eila menarik diri menjauh, "kemarin mau pegang-pegang dada aku, sekarang ... sekarang ...," gadis itu mengintip pakaiannya, memastikan semua masih sama.

"Sekarang apa?" tampaknya Alam pun sudah mulai lelah menghadapi kegilaan istrinya.

"Ngapain peluk-peluk aku? Modus, ya?"

"Perasaan nih ya, semalem ada seseorang yang mau ngancem aku sampai nunjukin alat setruman. Katanya kalau aku dekat-dekat, aku bakal kena setrum. Eh nggak taunya dia yang tidur nggak sadar sambil peluk-peluk aku."

Eila memelotot. "Nggak! Nggak mungkin! Nggak mungkin aku gitu. Kamu nggak usah ngada-ngada ya."

"Ok, besok-besok aku kalau mau tidur bakal pasang kamera deh biar nggak dicurigai melulu."

"Emangnya siapa yang nyuruh kamu bakal tidur di sini terus? Ya nggaklah, ini cuma karena ada Bi Nur."

Alam geleng-geleng kepala, berusaha terbangun dari posisinya sambil mengusap bokongnya yang terasa nyeri. "Kalau aku sampe kenapa-napa, kamu tanggung jawab, ya!"

"Ya nggak bisa gitu dong, yang ada aku yang harusnya minta tanggung jawab kalau sampai aku diapa-apain."

Satu kata tentang pernikahan mereka: aneh. Barangkali kalau ada orang lain mendengar percakapan suami-istri itu mereka akan tertawa terbahak-bahak.

Terdengar ketukan dari arah pintu, Alam dan Eila langsung menoleh bersamaan. "Kak, bangun, dipanggil Bi Nur di luar. Disuruh siapin sarapan."

Eila mendelik. "Kok jadi aku?" dia menunjuk dirinya sendiri.

Alam dan EilaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant