LL - 24

52.5K 4.3K 3.1K
                                    

Akhir akhir ini mood ku berantakannn buat nulis.. keknya karena burn out dehhh wkwk

Kasih aku ide cerita dong buat Romanca, siapa tau cocok sama alurnya dan bikin mood aku balik 😻

2.9K vote and 3K comment for next yashhh!

Aku habis update AU di ig @aloisiatherin dijamin gemeshhhh sama interaksi mereka

Naraca tau, apa yang ia lakukan saat ini seperti ia sedang menggali lubang kuburnya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Naraca tau, apa yang ia lakukan saat ini seperti ia sedang menggali lubang kuburnya sendiri. Denhaag, terlihat sangat mengintimidasi dari berbagai sisi. Pria itu buas, selalu satu langkah di depan daripada semua musuhnya. Tidak heran pria itu menjadi pemegang kendali sekitarnya.

Naraca sudah mendengar banyak hal, seperti bagaimana pria itu dalam sekali jentik berhasil mengendalikan segalanya melalui kekuasaan yang pria itu miliki. Tak heran, banyak yang menganggap Denhaag sebagai otak keluarga ini.

Keluarga ini, menyeramkan. Belum apa apa Naraca sudah merasa kalah. Dan tentang bagaimana Roman dengan begitu baik menyembunyikan identitasnya seolah langsung menyadarkan Naraca. Betapa bodohnya dia ini?!

Ini antara Naraca yang terlalu bodoh, atau memang Roman yang begitu lihai untuk membuatnya terlena?

Suara deheman dari ujung pintu kamar berhasil menyadarkan Roman maupun Naraca yang tengah asik bercumbu panas.

Melihat kehadiran Denhaag, Naraca segera menjauh dari Roman dan merapikan bajunya yang sudah tersingkap ke atas. Roman terlihat kesal setengah mati sembari menghapus jejak salivanya di ujung bibir. Pria itu berbalik, menatap Denhaag yang seolah tengah mengejeknya.

Dengan puntung rokok yang terapit di bibirnya, Denhaag mendekat, membuat Roman kesal setengah mati karena kegiatan ciumannya dengan Naraca terusik.

"Ketuk pintu. Tata krama kamu digunakan." peringat Roman, membuat Denhaag terkekeh kecil.

Denhaag menyenderkan punggungnya pada lemari kayu besar yang ada di dalam kamar Roman, "ternyata benar kata pepatah. Cinta punya efek samping yang mengerikan. Buta dan tuli."

Jawaban itu berhasil menohok Roman maupun Naraca.

"Udah diketuk, berkali kali. Tapi kayaknya kalian lagi keenakan."

Ucapan Denhaag membuat Naraca merona. Wajahnya malu sampai menjalar ke telinga, sedangkan Roman langsung melangkahkan kakinya mendekat pada Denhaag. Roman terlihat mengusir Denhaag.

"Kenapa?" pertanyaan Roman terdengar tidak bisa santai di telinga Denhaag, membuat Denhaag menggelengkan kepalanya tidak percaya.

"Cuma mau ngintip sih, kalian lagi apa." kata Denhaag, membuat Roman langsung saja menendang betis Denhaag, namun Denhaag dengan cepat menepi, membuat kaki Roman hanya menendang angin.

Denhaag tertawa kencang, "use a condom!" peringat Denhaag sebelum berlalu dari kamar Roman. Ia memperingati yang terakhir kali, sebelum menghilang sepenuhnya dari hadapan Roman dan Naraca, "jangan seperti ayah, satu anak satu ibu."

Love HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang