02. w . h a t .

222 28 12
                                    

Suara mesin mobil memenuhi ruang udara jalanan kota di petang ini; seperti hari biasanya. Lumrah.

Seokjin duduk termenung di halte bus memikirkan kejadian pagi tadi. Yuqi menyatakan perasaan cinta kepada dirinya? Luar biasa. Tidak pernah sekalipun kejadian semacam ini terlintas dalam pikiran.

Sst! Jangan menjawab, Seokjin. Aku hanya mengatakan perasaanku, itu saja sudah cukup. Membayangkannya membuat telinga Seokjin memerah sekali lagi─untuk ke sekian kalinya hari ini. Bagaimana tidak? Pernyataan itu diucap secara gamblang di hadapan teman-teman kelas, kemudian menjadi topik hangat seantero grup chat angkatan mereka. Sejujurnya menjadi pusat perhatian untuk hal-hal beraroma romansa membuatnya merasa agak tidak nyaman, teman-teman selalu menyebut-nyebut nama Yuqi untuk menggodanya.

Ketika pikiran hendak menjadi lebih kusut, bus yang ditunggu akhirnya tiba. Syukurlah. Seokjin beranjak memasuki transportasi umum yang akan membawanya ke rumah Nenek; Jungkook pasti sudah ada di sana.

Pemandangan lampu jalanan yang berlari di kaca jendela tak dihiraukan. Seokjin menatap pangkuan, pada kesepuluh jemari di atas kedua lutut. Lagi-lagi memikirkan Yuqi sebab dirinya masih syok. Sejak kapan gadis itu memendam rasa? Padahal selama ini tak sedikit pun terbaca tanda-tanda cinta di kedua netranya kala mereka bersitatap. Namun, yang paling membuat syok adalah cara penyampaiannya; sangat lugas; tanpa basa-basi, bahkan tidak terlihat gugup sedikit pun. Apakah itu mungkin? Atau bisa saja Yuqi meluapkan perasaan gugup di toilet kemudian? Siapa yang tahu?

Tetapi tunggu dulu, bagaimana jika ini hanya permainan? Sontak Seokjin menatap keluar jendela saat tanpa sadar kedua netra sedikit melebar dikarenakan kemungkinan tersebut. Dia tidak pernah ingin dilibatkan dalam permainan semacam itu.

Menarik napas perlahan lalu menghembuskan dengan perlahan pula. Seokjin bersandar. Mencoba untuk tenang dan mengontrol cara berpikir sebisa mungkin. Belakangan ini dirinya sering berpikir berlebihan.

Walaupun agaknya terlambat, cemas sudah terlanjur menguasai diri. Irama detak jantung sedikit memengaruhi cara bernapas, bukan sesak, hanya saja terasa aneh. Jadi dia melakukan teknik pernapasan secara berkala, berusaha menepis kecemasan.

Hal-hal itu membuat waktu perjalanan terasa lebih cepat, bus telah tiba di halte tujuannya. Seokjin turun dengan beberapa penumpang lain, kemudian berjalanan menuju rumah nenek dengan perasaan yang jauh lebih tenang.

Perjalan ini sangat mudah, hanya perlu berjalan lurus sebelum berbelok ke kanan satu kali.

Tiba-tiba seseorang menabrak bahunya dari belakang. Sama-sama mengaduh ketika saling bersitatap.

Seketika waktu terasa berhenti meskipun sebuah lampu di sisi jalan berkedip beberapa kali. Seokjin dan orang yang tudung kepalanya tidak sengaja terbuka itu sama-sama tercekat.

Sampai-sampai hanya untuk berucap satu nama saja bibir Seokjin bergetar. "T-Taehyung ...?"

Orang yang dipanggil sebagai Taehyung mundur beberapa langkah sebelum berbalik dan berlari, menyisakan Seokjin yang seluruh tubuhnya dirambati sensasi kesemutan. Enggan bergerak. Cuma menatap seseorang yang kini berlari menciptakan jarak.

Mendadak semua terasa keruh, digelitiki memori pahit.

"Taehyung," gumamnya. "Tidak, tidak." Linglung, ditatapnya permukaan jalan dengan pandangan menerawang.

... Kakak jahat. Taehyung berlari dengan air mata.

TAEHYUNG! Permukaan air bergejolak kala diinvasi tubuh adiknya.

"Tidak, tidak, tidak!" Seokjin menggeleng, ingin menepis ingatan malam itu.

Ini bukan salahmu. Ayahnya berucap di tengah ruangan berhias karangan bunga-bunga.

ʟɪɢʜᴛ || ¹³⁴³⁴⁰℘ɭนtσ || TW ❗ Where stories live. Discover now