06: keinginan

169 25 9
                                    

Kalau dipikir-pikir sudah lama Jungkook tidak bermain dengan teman-teman. Persoalan keluarganya yang terlampau pelik membuat pikirannya hanya berisi bagaimana cara agar hubungan kekeluargaan ini tidak terlalu tercerai berai dari yang sudah ada. Dia rindu bermain selayak usianya, rindu keluar dengan teman-teman yang sekarang sering mengeluhkan dirinya yang jarang bergabung ke dalam lingkaran sosial di luar lingkungan sekolah. Oleh karena itulah Jungkook tergiur pada kata-kata ibunya, kini dia semakin bertekad kuat membujuk Seokjin agar mau menyetujui keputusan ini. Dengan begitu kehidupan semua orang bisa dimulai kembali meski dengan cara yang berbeda. Ibu dan Ayah akan lebih fokus mengerjakan pekerjaan mereka, Kak Seokjin akan pulih, sementara itu Jungkook bisa menjadi diri sendiri lagi. Kedengarannya cukup adil.

• Նɿ૭Һ੮ •

"Kau percaya pada kami, 'kan, Kak?"

Seokjin mengangguk kepada Jungkook yang duduk di hadapannya.

Semalaman sudah Jungkook merencanakan bagaimana hari ini akan berjalan. Pertama-tama beri Seokjin sebutir obat tepat setelah bangun tidur─tidak ingin mengambil risiko jika nantinya Seokjin emosi atau apalah. Kedua mereka akan duduk berhadapan di atas tempat tidur untuk berbicara. Ketiga menyampaikan kedatangan ayah dan ibu. Selanjutnya sesuai situasi.

Sejauh ini berjalan dengan baik, Jungkook hanya tinggal menyampaikan satu kabar lagi, yaitu mengenai keputusan kedua orangtua mereka untuk Seokjin.

"Aku percaya," kata Seokjin yakin, mereka adalah keluarganya, jadi tentu saja.

"Baiklah .... Dengar, orangtua kita memutuskan mengirimmu ke suatu tempat untuk pemulihan." Jungkook berhenti sejenak menunggu reaksi kakaknya yang hanya terdiam, dia pun melanjutkan, "Kau akan tinggal di sana sementara waktu."

Reaksi pertama Seokjin adalah menggigit bibir bawahnya, lalu perlahan-lahan kedua netranya terisi air mata, membuatnya berkaca-kaca. Meskipun begitu Jungkook memilih teguh, bahkan tidak pernah memiliki keinginan untuk memutar waktu kembali ke awal karena membuat kakaknya bersedih, ini memang harus dilakukan.

"Aku tidak mau─"

"Ini bukan pilihan, tapi keputusan."

Tatapan Jungkook sangat tegas, isyarat tuntutan agar Seokjin setuju. Namun memang benar hal ini bukanlah sebuah pilihan untuk dipilih, melainkan sebuah keputusan yang harus dijalankan, mau atau tidak.

Jungkook ingin kerumitan ini segera diselesaikam, sebab dirinya sudah tidak sabar untuk menulis rencana masa depan di bab baru tanpa menyertakan hal-hal menyakitkan di dalamnya, sudah terlalu lelah dengan semua dilema yang selama ini menggelayuti bahu.

"Jungkook, tolong bantu aku, aku tidak mau pergi ke sana," kata Seokjin sambil menggeleng, ekspresi memohonnya membuat tekad Jungkook hampir meleleh karena iba.

"Tidak, Kak, kau harus pergi ke sana." Atau aku akan terus merantai diri bersamamu.

Seokjin menggeleng lagi, membuat Jungkook mengerang kesal.

"Tapi kau sering terbangun ketakutan hampir tiap malam!" sentak Jungkook tiba-tiba, mengejutkan Seokjin yang masih syok dari kabar mengenai keputusan kedua orangtua mereka untuk dirinya.

Jungkook turun dari tempat tidur, berdiri menatap tajam ke arah Seokjin. "Kau juga selalu menghukum dirimu sendiri pagi-pagi sekali dengan segelas air es meskipun kau tidak tahan dingin!" Seokjin meremat seprai dengan kuat, menatap Jungkook dengan mata berkaca-kaca. "Lalu apa kau ingat, kau selalu gentar saat kau melihat ilusi Kak Taehyung yang kau temui di tempat acak? Kau tidak ingat! Setelah membuat keributan, kau melupakan segalanya di pagi hari dan bertingkah seperti tidak ada yang terjadi!"

ʟɪɢʜᴛ || ¹³⁴³⁴⁰℘ɭนtσ || TW ❗ Where stories live. Discover now