05: [mungkin] yang terbaik

139 22 12
                                    

Jauh di dalam, Seokjin mengalami syok berat. Pemuda itu bahkan tak dapat lagi yakin pada pikirannya sendiri. Kecuali seseorang menyatakan dengan tegas bahwa apa yang dilihatnya benar atau salah, mungkin keyakinannya akan kembali.

Lagi-lagi terjebak ke dalam pertengahan malam tanpa kantuk. Dari atas tempat tidurnya, Seokjin beberapa kali menatap ponsel sembari memikirkan Namjoon, penasaran pada pendapat pemuda itu terhadap kejadian ini. Barangkali sepupunya itu akan percaya pada cerita-ceritanya; setidaknya mengatakan kalau kejadian itu hanya halusinasi, tidak seperti Jungkook yang pergi begitu saja tanpa merespon.

Namun Seokjin malu, bagaimana kalau Namjoon berpikir yang tidak-tidak tentang dirinya? Misalnya menganggap semua ini hanya sebatas kisah karangan belaka yang diciptakan untuk mencari perhatian.

Seokjin bangun dari bantal sehingga selimunya merosot dari bahu ke pangkuan. Sejak kejadian itu degupan di dadanya belum mau berhenti dan mulai terasa agak menyakitkan sekarang. Anehnya,semakin tekadnya kuat untuk menelepon Namjoon semakin buruk pula rasanya, mungkin karena faktor adrenalin.

Ada ketukan di pintu kamarnya yang tidak dikunci, lalu Jungkook masuk tanpa bertanya apakah boleh masuk atau tidak. Si bungsu membawa selimut di pelukannya, berjalan mendekat dan naik ke tempat tidur di sebelah Seokjin. Sementara itu Seokjin hanya memerhatikan dalam diam, sama sekali tidak keberatan kalau adiknya menginap.

Seokjin tersenyum tatkala menyadari piyama tidur mereka sama-sama berwarna biru, seolah-olah telah mengadakan kesepakatan. Piyama yang sedang mereka kenakan adalah hadiah dari Ibu pada tahun baru; tiga setel dengan milik Taehyung, Seokjin ingat kala itu mereka bertiga keheranan pada Ibu yang memberi mereka piyama, sama warna pula, lalu terkonfirmasi kalau Ibu habis berburu diskon spesial tahun baru─Ayah yang bilang. Mereka tertawa bersama saat mengetahui fakta itu.

Namun, mengingatnya kembali malah terasa sakit, senyum Seokjin pun luruh. Dia merebah kembali ke bantal sembari tatapannya tertuju pada langit-langit.

Jungkook menoleh pada kakaknya yang bernapas cepat melalui mulut, tampaknya sedang mengalami sedikit gangguan pernapasan akibat cemas. Jadi Jungkook bergeser mendekat, berbaring miring mengahadap kakaknya kemudian mengulurkan sebuah usapan lembut di permukaan dada yang kembang kempis itu, berharap kakaknya akan segera relaks dan tertidur.

Si bungsu mengerti kalau kakaknya sangat kelelahan, tetapi tentang kejadian hari ini dirinya benar-benar tidak mengerti dan tidak tahu harus merespons seperti apa. Akhirnya dia memutuskan menelepon kedua orangtua mereka, menjelaskan keadaan kakaknya meskipun diiringi perdebatan, Jungkook pikir sudah saatnya kedua orangtuanya peduli pada kesehatan sang kakak. Final dari perdebatan selama dua jam bukanlah keputusan yang Jungkook harapkan karena mereka mengatakan akan membawa kakaknya ke sebuah tempat semacam asrama.

Bagaimana pun Jungkook hanyalah seorang remaja yang belum memiliki pengalaman sebanyak orangtuanya, walaupun hati tidak setuju dia enggan berdebat lebih banyak, yang dia inginkan hanyalah kesembuhan Seokjin dan berharap roda kehidupan keluarga mereka kembali berputar walaupun tanpa Taehyung.

Նɿ૭Һ੮ •

"Dasar ceroboh."

Sosok Taehyung merengut karena dikatai demikian oleh seorang gadis hadapannya.

"Bagaimana bisa dia bisa memergoki keberadaanmu di tempat umum?" lanjut si gadis berambut ikal sembari menyilangkan lengan dan memutar mata ke arah lain.

"Aku tidak sengaja, tahu." Taehyung menghela napas. "Lalu sekarang bagaimana?"

"Ya tidak tahu, yang jelas adalah aku cinta Seokjin." Si gadis menyipitkan kedua mata dengan genit, mencoba mejadi imut.

"Yuqi! Please ..., ini bukan saatnya membahas perasaanmu."

"Kusarankan kau pulang Taehyung."

"Tidak mau!"

Mendengar itu Yuqi tertawa. "Kalau begitu tetaplah di sini bersama kami."

"Memang itu mauku."

"Tapi serius, Taehyung, karena kau sudah terlanjur kepergok bukankah mereka akan mulai curiga?"

Taehyung kembali gusar, bergeser-geser di tempat duduknya mencari semacam kenyamanan. "Aku tidak tahu, tapi ...." Tapi yang Taehyung tahu kondisi Seokjin sudah berubah; hal yang tidak perlu diketahui Yuqi. Entah bagaimana  Taehyung mendadak yakin semua akan baik-baik saja.

"Tapi?"

"Tapi aku yakin aku akan baik-baik saja," ucap Taehyung, terdengar sangat yakin.

"Eh?"

Նɿ૭Һ੮

Ketika Seokjin membuka kedua matanya dari tidur, ruang kamarnya tampak silau oleh sinar dari jendela. Sontak saja pemuda itu tersentak duduk dan memaksa kantuk keluar dari raganya. Hari ini harus pergi ke sekolah tetapi apa masih sempat? Pikirnya.

Pukul sembilan lewat lima menit, itulah yang ditunjukkan jarum jam di dinding. Jungkook bahkan tidak ada di kamarnya lagi.

Masih mengenakan piyama tidur, Seokjin keluar dari kamar menuju dapur sebab menginginkan segelas air untuk diminum. Tak disangka di sanalah Jungkook berada; sedang menikmati sebungkus biskuit sendirian di meja makan.

"Kau tidak sekolah?" tanya Seokjin sembari mendudukkan diri di kursi di sebelah adiknya.

"Tidak."

Hening sejenak, Seokjin menunggu kata-kata Jungkook selanjutnya tetapi remaja itu ternyata sudah selesai bicara.

"Kenapa?"

"Malas saja."

"Jadi karena itu kau tidak membangunkanku?"

Jungkook mengedikkan bahu. "Bagaimana perasaanmu, Kak? Sudah baikan?"

Yang tertua beranjak dari kursi untuk mengambil air saat pertanyaan itu diajukan. "Aku? Aku baik-baik saja. Kita habis bersenang-senang kemarin dengan Namjoon tentu saja aku bahagia." Tampak banyak kegembiraan dalam nada bicaranya.

"Benarkah? Kakak boleh mengatakan yang sejujurnya jika perasaan Kakak sedang tidak baik-baik saja."

Air yang mengaliri tenggorokannya terasa segar, Seokjin meletakkan gelas yang isinya tinggal setengah. "Sungguh, kau itu sebenarnya kenapa, Jung? Aku baik-baik saja. Memang ada yang terjadi? Tidak, 'kan?"

Kata-kata Seokjin kedengaran meyakinkan dan retorik, seolah-olah kemarin benar-benar tidak ada apa pun yang membuat si sulung itu tak bisa tidur hampir semalaman.

Jungkook terdiam menatap kakaknya yang juga menatap dirinya. Ini terjadi lagi─Seokjin melupakan sebuah kejadian lagi. Ini tidak sehat. Orangtuanya benar; Seokjin harus dikirim ke tempat itu supaya menjadi lebih baik. Sebisa mungkin Jungkook meyakinkan dirinya sendiri kalau keputusan ini tidaklah jahat atau egois, justru ini dilakukan demi kebaikan kakaknya.

[]

ʟɪɢʜᴛ || ¹³⁴³⁴⁰℘ɭนtσ || TW ❗ Where stories live. Discover now