3 - before you go away

18 7 2
                                    

Vel yakin ini pastilah hanya sebuah prank mahabesar yang dirancang secara rinci oleh Tantra.

Tantra bahkan memastikan untuk menghapus segala bukti bahwa mereka pernah menikah. Di laci pertama meja sebelah tempat tidur yang biasanya tersimpan buku-buku nikah mereka beserta Kartu Keluarga, kini hanya berisi sebuah notebook kosong, sebuah kalkulator, dan beberapa jenis alat tulis. Barulah ketika Vel membuka laci kedua, surat-surat penting seperti sertifikat rumah dan fotokopi Kartu Keluarga terlihat menumpuk di sana. Vel langsung menarik fotokopi Kartu Keluarga dan terhenyak.

Di sana hanya tertera namanya.

Vel menghambur menuju tas tangannya di kursi depan meja rias, meraih dompetnya, dan mencabut KTP-nya.

Statusnya di sana tertulis "Belum Kawin".

"Parah kamu, Tantra!" Vel berteriak frustrasi ke kamar kosongnya. "Masa sampe bela-belain malsuin KTP dan Kartu Keluargaku sih?!"

Vel masih yakin ini pasti cara Tantra untuk balas dendam karena pertengkaran kemarin, meskipun Vel tetap bersikukuh bukan dia yang salah. Jelas bukan Vel yang merusak anniversary dinner mereka dengan menyuruh atasannya untuk makan semeja dengan mereka! Beberapa makian yang Vel lontarkan semalam mungkin memang terlalu kasar, tapi apakah sepadan dengan upaya yang ditempuh Tantra untuk mengerjainya kini? Dia bahkan entah bagaimana bisa membujuk Mama untuk turut serta menipu Vel.

"Kamu emang gila, Tantraaa!"

Vel teringat bulan-bulan awal pernikahan mereka, ketika Tantra ditugaskan dinas ke luar kota. Tepatnya, ke Pekanbaru. Pesawat Tantra waktu itu seharusnya mendarat pukul tiga sore, tapi hingga pukul setengah lima, Tantra belum juga memberi kabar kalau dia sudah tiba. Vel gelisah bukan main. Apalagi ponsel Tantra tidak bisa dihubungi. Barulah pukul lima lebih Tantra akhirnya menelepon istrinya, memberitahu bahwa pesawatnya harus tiba-tiba ditunda keberangkatannya karena kesalahan teknis. Dia tidak bisa mengabari Vel karena ponselnya habis baterai dan charger-nya rusak.

Sepertinya itu kali terakhir Vel merasa takut kehilangan Tantra. Benar-benar takut.

Dan baru pada saat ini, setelah pernikahan yang kini telah habis rasa manisnya dan hanya menyisakan hambar yang membuat kelu, rasa takut itu kembali menyergap Vel. Namun kini bercampur aduk dengan kejanggalan yang membuatnya kepalanya seakan baru diputarkan di dalam mesin cuci.

"Oke, Tantra. Kamu menang, oke? Aku minta maaf, okeee? Aku yang salah, kamu yang bener, seperti biasa. Udahin dong prank-nya, please!"

Tentu saja seruan frustrasi itu hanya dibalas dengan keheningan.

Dengan terduduk di ranjangnya, kembali Vel memutar lagi nomor Tantra berkali-kali. Kembali dia disambut dengan suara mesin yang sama. "Nomor yang Anda putar salah. Mohon periksa kembali nomor tujuan Anda."

Vel menyambar bantal terdekat untuk menyumpal mukanya dan menjerit di sana.

Bantal ini biasanya dipakai Tantra.

Harusnya, di pagi hari begini, tepat setelah membuka matanya, Tantra akan mencari makan. Kalau Tantra kebetulan bangun beberapa menit lebih awal, dia akan menempelkan mulutnya ke telinga Vel.

"Sayang," dia akan berbisik dengan suara yang agak diberat-beratkan dengan nada yang dipanjang-panjangkan. Maksudnya supaya terdengar lebih seksi sekaligus imut, mungkin, tapi bagi Vel gagal total, karena bau napas paginya akan ikut-ikutan menerpa hidung Vel.

"Saya-a-ang, aku lapar."

Kadangkala, Vel merasa Tantra tidak ubahnya bayi bongsor dengan tubuh penuh ditumbuhi bulu. Kerampingan yang dimiliki Tantra sebelum menikah seolah tidak ada bekasnya. Seolah dikomando, Vel akan langsung memasakkan Tantra sarapan lengkap dalam porsi besar yang bahan-bahannya sudah dia persiapkan malam sebelumnya. Nasi goreng, ayam goreng, telur dadar goreng, tumisan sayur mayur karena Tantra tidak terlalu suka masakan sayur berair, lengkap dengan jus, kopi, atau susu, tergantung mood-nya pagi itu. Kalau ada sisa, Vel akan mengepaknya menjadi bekal makan siang suaminya. Vel sendiri paling hanya makan beberapa suap nasi goreng ditambah sayur dan setengah telur. Tidak sampai seperenam dari seluruh masakan yang dibuatnya, karena sisanya dilalap habis suaminya.

Vel beberapa kali meminta Tantra untuk mengizinkannya menggaji pembantu. Tantra selalu mengerutkan keningnya dan mempertanyakan, "Buat apa? Kayaknya semua ini masih bisa kamu kerjain sendiri, kan? Toh nggak berat-berat amat. Kita belum punya anak ini. "

Omongan itu selalu membuat Vel merasakan berbagai macam emosi secara bersamaan, seperti masakan yang terlalu banyak diberi jenis bumbu sampai rasanya menjadi tidak keruan. Saus tiram, dicampur kluwek, dicampur minyak wijen, dicampur oregano.

Terutama kalimat "Kita belum punya anak ini."

Vel tidak menggunakan alat KB dan Tantra selalu menolak menggunakan pelindung. "Rasanya kayak makan nasi goreng dengan lidah yang dilapisi plastik," begitu Tantra selalu beralasan. Atas bujukan mama-nya Tantra, mereka sempat mengecek kesehatan reproduksi masing-masing ke dokter sebelum menikah. Dua-duanya sehat dan tanpa masalah.

Selama ini, alasan yang selalu Vel sepakati dengan Tantra, dan yang selalu mereka berikan pada orang tua Tantra. adalah "Mungkin waktunya belum tepat saja" atau "Belum dikaruniai Tuhan saja."

Padahal, ada rahasia yang Vel simpan yang dia tidak ingin Tantra ketahui.

Dalam keadaan normal, mereka memang tidak pernah mempermasalahkan soal keturunan. Orang tua Vel tidak pernah rewel, karena mereka sudah punya Tobi untuk ditimang. Lagipula, mereka dari dulu memang tidak pernah mendesak Vel untuk melakukan apapun. Seolah-olah, seluruh perhatian mereka khusus tercurah kepada Evita, kakak perempuannya, yang setelah lulus dengan gelar S-2 dari Sydney via beasiswa, berhasil membangun rumah tangga sempurna dengan suaminya yang dulu sama-sama mahasiswa di sana. Diam-diam, Vel selalu merasa Evita adalah sosok anak sempurna yang selama ini diinginkan orang tuanya, sementara Vel hanya ekstra yang tidak terlalu diinginkan tapi kebetulan ada. Jadi, seperti apa pun kehidupan Vel, orang tuanya tidak ambil pusing.

Sementara itu, Tantra adalah anak sulung dari tiga bersaudara, dan kedua adiknya sama-sama sedang berkuliah di luar kota, meninggalkan ibunya sendirian sepeninggal ayah Tantra yang mangkat tepat sebelum Vel dan dirinya menikah. Mungkin gara-gara itu, ibu mertua Vel seolah mendedikasikan perhatian khusus kepada rumah tangga anak sulungnya, terutama tentang kapan dia akan mendapatkan cucu pertamanya.

Dalihnya kepada Tantra, "Biar Mama nggak kesepian sebelum menyusul Papa-mu."

Biasanya kalimat itu terucap ketika mertua Vel menelepon Tantra untuk menanyakan kabar anaknya (dan kabar Vel, meski Vel curiga itu cuma basa-basi), yang kemudian akan Tantra sengaja siarkan lewat loudspeaker ponselnya.

"Gimana jadinya program kehamilan kalian?"

Barulah setelah setiap telepon itu, mood Tantra sering berubah. Yang biasanya dia tidak mempertanyakan, mendadak dia jadi penggerutu.

"Kenapa sih susah banget punya anak? Kasihan kan si Mama nggak ada temennya!"

Tepat saat itu, seolah ada bohlam menyala di puncak kepala Vel. Tentu saja! Rumah mertuanya! Kenapa tadi dia tidak terpikir untuk mencoba pergi ke sana dan bertanya tentang Tantra? Mama boleh ikut-ikutan rencana jahil Tantra ini, tapi mertuanya itu terlalu serius untuk diajak begini. Lagipula, Ibu Tantra tidak mungkin berpura-pura tidak mengenali anaknya sendiri, bukan? Pastinya raut pura-puranya akan jelas terbaca jika Vel menemuinya langsung.

Merasa tidak punya pilihan lain, Vel pun bangkit, mandi sekenanya, dan berganti baju. Kunci mobil masih tergantung di balik pintu, di tempat biasa yang Tantra gunakan untuk menaruhnya. Dia memang sudah lama sekali tidak menyetir, tapi mumpung SIM-nya masih berlaku, itu adalah hal terakhir yang dia khawatirkan.

The Presence of Your Absenceحيث تعيش القصص. اكتشف الآن