9 - don't slip away, my dear

8 1 0
                                    

Vel menelan ludah seiring setiap langkah yang dia ambil menuju ruangan yang dia tuju. Kepalanya sibuk mencoba menghapalkan apa yang sewajarnya dia sudah tahu jika saja dia adalah benar-benar seorang Head of Production di sebuah perusahaan software vendor kelas internasional. Masalahnya, tentu saja, dia tahu dia di sini hanya seorang penyamar. Impostor. Semua ini seharusnya adalah pekerjaan Tantra. Vel, yang bahkan harus minta tolong Tantra untuk meng-install ulang laptopnya, mana pernah menyentuh apalagi menguasai job desc ini.

Ada empat team di bawah gue, benaknya mengingatkan dirinya sendiri. Tim khusus platform, backend engineering, sama front end engineering, QA...

Vel bersumpah mati sama sekali tidak mengerti apa perkerjaan masing-masing. Namun, mau tidak mau, dia harus belagak mengerti.

Tibalah dia di depan sebuah kubikel tempat seorang laki-laki tengah mengetik tanpa henti. Sebuah headphone bertengger di kepalanya, mendentumkan musik kencang yang Vel tidak kenali.

Vel berdeham. Dua kali. Laki-laki itu tampak tidak terusik.

Dengan agak kesal, Vel akhirnya mengetukkan buku jarinya ke sebelah laptop laki-laki itu. Ini tampaknya berhasil.

"Permisi," ujar Vel. "Kamu yang namanya Bona, ya? Team leader backend engineering/"

Laki-laki itu menurunkan headphone-nya dan mendongak. "Iya. Mbak ada perlu apa ke sini?"

Vel agak mengangkat alis karena respon yang terbilang dingin itu. "Mungkin kamu belum kenal siapa saya. Saya–"

"Saya tahu Mbak siapa," potong Bona, cenderung datar tetapi menjurus ke ketus. "Di meeting tadi pagi kan sudah diumumin kalau Mbak itu Head of Product yang baru. Itu lho, meeting yang kayaknya Mbak nggak mau repot-repot hadiri. Jadi, dengan penuh hormat saya tanya sekali lagi, ada yang bisa saya bantu?"

Wow. Rese banget. Emangnya bawahan di sini sekurang ajar itu ya sama atasan? pikir Vel. Namun, Vel menolak untuk ambil pusing. Ada prioritas lain yang lebih penting. Dan sekarang, prioritasnya adalah untuk membaik-baiki Bona agar mau memberikan apa yang dia mau.

Vel memperhatikan dengan saksama penampilan Bona, beserta barang-barang yang ada di kubikelnya. Dia menajamkan telinga untuk menangkap musik apa yang Bona dengarkan. Sialan, bahasa Jepang. Mirip-mirip dengan musik anime yang biasa dilantunkan keras-keras dari speaker Tantra setiap dia mengerjakan pekerjaan kantornya di rumah, atau yang dia putar untuk menemaninya main game. Tantra selalu menolak untuk menggunakan headphone. Katanya agar Vel bisa mengenal dan suka juga dengan musik yang Tantra gemari. Padahal Vel diam-diam sangat alergi dengan jenis musik seperti itu yang selalu dia anggap "kampungan". Baginya, penggemar anime itu wibu bau bawang semua. Ya, contohnya seperti laki-laki bernama Bona yang entah kenapa memilih untuk ketus kepadanya ini.

Fokus, Vel.

Oke, musik mungkin bukan jalan yang tepat. Dia mencari cara lain. Vel berdeham, dan memasang senyum semanis mungkin.

"Anyway, saya sering mendengar banyak pujian tentang kinerja kamu. Kamu salah satu pegawai yang menurut saya paling bernilai di perusahaan ini. Mengingat nanti kita akan sama-sama menangani proyek besar seperti Hyogsin, saya rasa peran kamu akan sangat penting sekali. Tapi dengar-dengar, kinerja kamu ini tidak diapresiasi dengan semestinya oleh perusahaan ..."

Vel tidak tahu dari mana dia bisa terpikir untuk mengeluarkan kata-kata omong kosong macam tadi. Seperti ada yang menanamkan dialog pada lidahnya dan tubuhnya otomatis menurut. Sementara itu, Bona masih menatapnya tanpa berkedip. Musik anime yang menyebalkan itu juga masih berdentum-dentum dari headphone yang melingkar di lehernya, membuat tangan Vel gatal untuk menyumpalkannya ke mulut laki-laki itu. Namun, ekspresi masamnya mulai mengendur sedikit.

"Jadi, saya mau langsung terus terang saja, ya. Saya mau kamu handle semua aspek teknis dalam pekerjaan saya, karena saya sedang ada banyak urusan urgent yang harus saya tangani. Sebagai gantinya, sepuluh persen gaji saya akan saya limpahkan ke kamu. Deal?"

Sudut mata Bona berkedut sedikit. Vel membayangkan roda-roda gigi di otak wibu sialan itu sedang berputar kencang.

"Lima belas persen," katanya.

"Apa?"

"Saya mau lima belas persen. Plus bonus."

"Fine. Deal."

Dan dengan begitu, Vel pun tidak perlu ambil pusing lagi dengan kerjaannya yang sama sekali dia tidak pahami itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 15, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Presence of Your AbsenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang