Β

2.6K 71 0
                                    

Beta
Huruf kedua dalam alphabet Yunani
* parameter kecepatan dalam relativitas
β

"Lo apa-apaan sih, Ka?" tanya Dera dengan ekspresi cemas ketika mereka menyusuri koridor untuk meninggalkan ruang BK.

"Nggak papa, nggak usah dipikirin."

"Lo nggak dipukul sama Aldi, 'kan?" Dera menarik lengan Raka agar berhenti. Lalu meneliti seluruh muka Raka. Dia bernapas lega tak menemukan satu pun bekas luka di sana.

Raka mempertemukan pandangan mereka dan memperlihatkan kejujuran dari dalam matanya. "Gue nggak papa."

Dera tidak ingin banyak tanya. Dia tau Raka baru saja mengalami perubahan besar setelah mamanya meninggal. Peringkatnya harus turun satu, lomba-lomba olimpiade yang biasanya dia ikuti ditolak mentah-mentah, les-les privat diakhiri begitu saja, dan yang lebih parah lagi, perhatian Raka untuknya semakin berkurang.

"Kenapa?" tanya Raka ketika dia tak mendengar satu pun kalimat keluar dari mulut Dera padahal biasanya gadis itu tidak berhenti bicara.

"Lo kok berubah ya, Ka?" Dera takut-takut mengutarakan hasil pengamatannya selama beberapa hari terakhir. "Gue nggak lihat lo kayak dulu lagi."

Raka menyeringai.

"Gue tau, lo mengalami hal-hal yang sulit akhir-akhir ini. Lo sadar nggak, sih? Gue di sini, Ka. Gue merasa lo seolah-olah nggak menganggap gue ada, seolah kita ini jauh. Padahal gue di samping lo. Lo bisa cerita apapun yang lo rasaian ke gue, bukannya dipendam dan dilampiaskan di waktu yang nggak tepat kayak gini."

Ini bukan pertama kalinya Raka menatap Dera dengan tatapan menusuk. Dera selalu takut jika Raka menatapnya seperti ini. Namun Dera tak pernah menyesal telah meluruskan Raka dengan kata-katanya.

Denis datang dari belokan kantin. "Aldi lagi berontak di kelas. Katanya dapat hukuman nulis lima lembar." Denis mengalihkan perhatian ke arah Raka. "Lo nggak dihukum?"

"Enggak."

"Tangan lo kenapa, Den?" Dera memperhatikan tangan Denis yang diperban.

"Kena kaca di lab tadi," sahut Denis sambil meringis. Tidak biasanya dia dapat perhatian dari seorang cewek.

Baru beberapa detik Denis bergabung dengan Raka dan Dera, seorang gadis berkacamata terlihat menatap kesal ke arah mereka bertiga. "Di sini rupanya kalian bertiga!" pekik gadis pendek itu sambil berkacak pinggang.

"Gue cariin dimana-mana." Seli melirik tangan Denis yang cidera, lalu menyeringai, pura-pura tak melihatnya.

"Lo kemana aja, Sel? Kenapa baru berangkat? Ini udah jam istirahat, loh. Masa lo baru masuk," seru Dera dengan nada menyalahkan. Sangat berat mengakui cewek pelanggar aturan itu sebagai sahabatnya sejak masih kecil.

Denis ikut mencibir, "Mentang-mentang tinggal di asrama, bisa berangkat sesuka hati."

"Urusan buat lo?" Seli mendelik ke arah Denis. Lalu mengedikkan bahu kepada Dera, "Baru bangun soalnya."

"Baru bangun?!" seru Dera dan Denis bersamaan. Bahkan Raka yang sedang kesal pun ikut terkejut mendengar penuturan Seli.

"Iya, soalnya semalem ada tugas berat," sahut Seli. Tak menyangka teman-temannya akan menatap seperti itu.

"Tugas berat apaan, dah," cibir Denis. "Paling scroll sosmed."

Seli menjitak kepala Denis.

"Aw, sakit tau!" Denis menahan dahinya dengan tangannya yang terluka sehingga Seli mau tak mau membahas luka di tangan Denis.

"Kalau lo ngomong lagi, bukan tangan lo aja yang diperban. Tapi sekujur tubuh lo. Mau lo jadi mumi?" ancam Seli membuat Denis tertawa.

"Kenapa ketawa?" Seli membelalak marah. Raka dan Dera hanya menghela napas melihat pertengkaran mereka.

"Karena ancaman lo nggak menakutkan sama sekali. Udah lah, Sel. Muka Dora kayak gitu nggak pantes jadi penjahat!" ejek Denis membuat Seli benar-benar melepas sepatu ber-haknya untuk menampol bahu Denis. Mereka berakhir kejar-kejaran di koridor sementara Raka dan Dera berjalan ke arah kantin untuk mengabaikan mereka berdua.

Sepeninggal Denis dan Seli, Raka berubah jadi kaku lagi. Dia melupakan topik pembicaraan mereka sebelum kedatangan dua orang gila itu. Dia jadi lebih banyak diam, memikirkan sesuatu dalam otaknya dan tak berniat membicarakannya.

Ketika sampai di kantin, Raka dan Dera terkejut karena Denis dan Seli sudah sampai di sana. Mereka berdua sudah duduk berhadapan di sebuah bangku, mengajak Dera dan Raka bergabung.

"Sejak kapan kalian sampai?" Dera menatap terkejut. "Bukanya tadi masih tarung di koridor?"

"Enggak," sahut Denis sambil menyeruput es tehnya. "Seli nyerah setelah baca pengumuman di mading."

Dera menatap takjub. "Gimana hasilnya, Sel?" Dera ingat, Seli mengikuti ujian Quearter Assesment satu minggu yang lalu. Ujian itu diadakan satu bulan sekali setiap semesternya di Sma Triptha. Anak-anak yang mengikuti ujian tersebut biasanya karena mereka ingin pindah ke kelas yang lebih unggul. Seperti Seli yang ingin sekali satu kelas dengan Dera.

Dulunya Seli berada di kelas 12 IPA 6B. Dia harus menaikkan nilainya menjadi 80-an agar bisa satu kelas dengan Dera di kelas 12 IPA 2C.

Mengingat Seli ini paling tidak suka belajar, tentu saja membuat beberapa orang curiga. Bukan cuma Denis-yang paling suka membantah Seli-tapi juga Raka dan Dera.

"Jadi, lo semalam nggak tidur karena ngerayain keberhasilan lo?" tebak Dera. Seli ragu-ragu mengangguk.

"Pinjam otak punya siapa lo, Sel?" Denis mengacak rambut Seli, langsung digaplok oleh pemiliknya.

"Yang penting bukan punya lo."

"Nggak papa dong kalau punya gue." Denis tersenyum sombong. "Lo bisa pindah ke 12 A1 kalau pinjam otak punya gue."

"Ogah."

"Guys!" Raka yang sejak tadi diam tiba-tiba berbicara membuat ketiga orang itu menatap penasaran ke arahnya.

"Selama ini Aldi nggak macam-macam sama kalian, kan?" tanya Raka. Mengawasi ketiga orang itu dengan ekspresi serius.

"Kalau Aldi lakuin sesuatu ke kalian, bilang aja sama gue," sambung Raka membuat ketiga orang itu menatap heran.

"Maksud lo gimana, Ka?" Denis menautkan alis.

"Gue masih ingat ancaman Aldi setelah pengumuman juara waktu kita naik ke kelas dua belas," jelas Raka. "Apa yang Aldi lakuin ke kita di lab tadi, mungkin salah satu rencananya."

Kejadian beberapa minggu lalu.

Saat itu anak-anak berhamburan keluar aula setelah mendapatkan pengumuman dari bu Dewi tentang nilai yang mereka peroleh di Final Assesment untuk naik ke kelas dua belas.

Raka mendapatkan juara kedua, Denis mendapatkan juara pertama, sedangkan Aldi mendapatkan juara ketiga.

Sayangnya, itu adalah kabar buruk bagi Aldi sehingga dia menghadang Raka ketika Raka bersiap untuk pulang.

Tak diduga-duga, Aldi mengancam Raka, "Lihat aja, Ka. Gue akan jatuhin lo. Gue akan rebut kekuasaan lo di sekolah ini. Bukan cuma lo aja, semua orang yang ada di sekeliling lo, gue akan jatuhin mereka satu persatu."

The Golden StudentWhere stories live. Discover now