Μ

960 14 0
                                    

MU

huruf ke-12 dalam alphabet Yunani
*

mewakili rata-rata populasi dalam statistik

μ

Entah kenapa hari ini Seli sedang tidak cocok untuk diajak kemana-mana, apalagi diajak mengobrol. Mood-nya tidak baik-baik saja dan tidak ada satu pun yang tau apa penyebabnya.

Karena itulah Denis memilih untuk jauh-jauh dari Seli daripada bahunya atau sekujur tubuhnya jadi sasaran pukulan gadis itu.

"Eh, Sel!" pekik Denis yang berjalan di samping Raka dan Dera, sedangkan Seli di ujung yang lain.

"Apa?" sahut Seli ketus.

"Gue boleh tanya nggak, kemarin lo dari mana?" terakhir kali Denis melihat Seli adalah ketika gadis itu kebingungan mencari ruang TU untuk membuat sice baru, padahal sampai sekarang dia belum pernah melihat Seli membawa sice baru.

"Iya, Sel. Gue ditinggal sendirian di kelas, mana ada Aldi lagi," sela Dera.

Seli menyahut, "Gue daftar."

"Hah?!" Denis memekik sangat keras hingga menghentikan langkah teman-temannya padahal mereka sudah tiba di kantin dan siap mencari kursi untuk duduk.

"Daftar apa? Daftar sunat?" Denis menatap tak percaya.

"Daftar TGS lah, tolol!" Seli menoyor bahu Denis, lalu berjalan melaluinya untuk menuju ke meja yang kosong. Dera dan Raka mengikutinya.

"Serius lo daftar kompetisi itu?" Denis menatap tak percaya.

"Iya, lah. Ngapain juga gue bercanda."

"Pasti lo orang pertama yang daftar," Raka ikut bicara.

"Enak aja," sahut Seli. "Udah seratus lebih yang daftar. Kalian nggak akan kebagian kalau nggak cepat-cepat daftar."

"Der," tiba-tiba nada suara Seli berubah rendah dan berbahaya. Dia menepuk lengan Dera dengan pandangan lurus ke samping, tepatnya ke arah seorang gadis yang sedang duduk anggun sambil menikmati salad di bawah pohon rindang.

"Kenapa Sel?" Dera menatap heran.

"Itu bukannya cewek yang kemarin hampir nabrak kita di jalan?" Seli mengedikkan dagunya.

Seli bangkit dari kursinya dengan pipi menggelembung marah. Tangannya memelintir lengan osis meskipun lengannya sudah pendek. Denis membelalak melihat ada otot tercetak di lengan Seli.

"Mending kalian siap-siap bawain ring tinju," kata Seli sebelum kakinya menghentak kasar di atas lantai.

"Mau ngapain lo?" Denis baru saja ingin menghentikan Seli, tapi gadis itu sudah lebih dulu meninggalkan mejanya.

"Jadi, kemarin waktu kita mau pulang, mobil cewek itu hampir nabrak motornya Seli," jelas Dera.

"Gawat!" gerutu Denis.

"Buruan!" desak Raka mengajak Dera dan Denis untuk mencegah keributan yang sebentar lagi akan ditimbulkan Seli.

Brak!

Salad yang sebelumnya siap dilahap ke mulut Sofia jatuh berhamburan di atas piring begitu Seli menggebrak mejanya. Dia menatap terkejut sekaligus terheran. "Maaf?" tanya Sofia. "Ada masalah apa, ya?"

Seli tak perlu banyak bicara untuk memperlihatkan betapa kuat emosinya saat ini. Denis yang lebih dulu sampai di belakangnya hanya menatap terpaku.

"Elo yang kemarin mau bunuh gue sama Dera, 'kan?"

Sofia mengerling tak mengerti. "Maaf, Anda salah orang."

"Nggak usah pakai anda-anda, terus terang aja. Gue tau itu lo."

Sofia bangkit untuk menyejajarkan pandangan dengan Seli, tetapi dia kelewat tinggi sehingga Seli tampak seperti kurcaci dihadapannya. "Oke, jadi lo yang kemarin naik motor di persimpangan itu?"

Seli berkacak pinggang. "Iya, terus kenapa lo mau bunuh kami berdua? Punya dendam apa sama gue? Hah?"

Dera dan Raka berusaha sebisa mungkin menenangkan Seli, tetapi mereka tidak bisa menengahi semudah itu karena Seli beberapa kali menjulurkan tangannya ke belakang untuk mencegah teman-temannya menghentikannya.

"Gue nggak sengaja kemarin. Bisa santai sedikit nggak?" Sofia berusaha bicara dengan sopan.

"Gimana gue bisa santai kalau nyawa gue taruhannya?"

"Udah, Sel ..." Denis meraih bahu Seli dan menenangkannya.

"Diam!" Seli menghempaskan lengan Denis.

"Ntar lo dipanggil ke ruang bk loh, Sel." Dera ikut menenangkan Seli saat beberapa siswa mulai melirik ke arah mereka.

Sofia masih menatap datar seolah ini hanya masalah sederhana. Memang sama sekali tidak ada ekspresi menantang di wajahnya, tetapi Seli masih belum puas meluapkan amarahnya dengan membentak gadis itu.

"Kelas berapa lo?" sambung Seli emosi.

"Gue benar-benar minta maaf. Gue nggak ada maksud bahayain lo kemarin. Kebetulan gue lagi buru-buru, jadi kurang perhatiin jalan." Sofia agak menunduk.

"Makanya kalau nggak bisa nyetir nggak usah sok-sokan bawa mobil. Kecelakaan baru tau rasa lo."

"Seli!" seru Denis mulai merasa Seli keterlaluan. "Nggak usah berlebihan marahnya..."

"Lo apa-apaan, sih, bela dia mulu." Seli kini beralih memperhatikan Denis.

"Gue bukan bela dia, tapi lo udah keterlaluan," desak Denis.

"Gue cuma kasih tau dia buat hati-hati biar nggak bahayain nyawa orang lain."

"Tapi lo juga doain Sofia kecelakaan."

"Lo tau nama dia, Den?" Seli lebih heran Denis memanggil gadis brengsek itu dengan sebuah nama.

Denis membeku selama beberapa detik. Kenapa sekarang dia yang diserang Seli?

Sofia menatap ke arah Denis. "Kamu Denis, 'kan? Temannya Raka?"

Seli membelalak terkejut. Kenyataan bahwa gadis ini ternyata sudah mengenal dua temannya lebih dulu membuatnya tak habis pikir. "Sebelum gue patahin tuh tulang iga lo, mending lo pergi dari sini."

Sofia menatap tak terima ke arah Seli.

"LO DENGAR NGGAK?!" bentak Seli membuat Sofia akhirnya meninggalkan mereka dengan langkah kesal.

Kini Seli beralih menatap ke arah Denis yang masih tak bicara apa-apa. "Jelasin!"

Denis menautkan alis. "Jelasin apa?"

"Jelasin gimana bisa lo tau nama dia dan dia tau nama lo."

"Kenapa Denis harus jelasin?" Dera ragu-ragu menyela percakapan Seli dan Denis.

"Jangan-jangan lo juga udah tau cewek gila itu siapa, Der," Seli menatap curiga ke arah Dera yang sedang menggeleng.

"Enggak, gue juga baru tadi pas Denis panggil dia pakai nama Sofia," jelas Dera.

"Sofia anak baru, dia masuk ke kelas IA," Raka yang bicara. Nadanya datar dan menenangkan membuat amarah Seli seketika menghilang.

"Oh, gue kira ...," Seli menggantungkan kalimatnya.

"Lo kira apa?" Denis menatap tak suka. "Lo kira gue kenal dia karena gue suka sama dia?" nadanya terdengar tidak bercanda. "Lo kalau suka sama gue bilang aja, Sel. Nggak usah gengsi."

"Apaan, sih." Seli menatap jijik ke arah Denis, lalu meninggalkan ketiga temannya tanpa penjelasan apa-apa.

The Golden StudentWhere stories live. Discover now