Κ

562 14 0
                                    

KAPPA
Huruf ke-10 dalam alphabet Yunani
* kelengkungan alam semesta dalam kosmologi
κ





Keheningan canggung memenuhi gymnasium. Raka baru saja mengatakan bahwa dia menolak untuk jadi ketua padahal lebih dari setengah anggota mengangkat tangan untuk memilihnya.

Cowok kelas 12 B1 bernama Alvi kecewa dan meninggalkan tempat itu. Disusul beberapa anggota yang lain.

"Raka!" seru Denis ketika Raka beranjak pergi. Keluar lewat pintu belakang.

Ada rasa bersalah yang sangat besar, tapi Raka tidak bisa menjamin apakah dia akan jadi ketua sehebat Farel. Bukan meragukan dirinya sendiri, tapi Raka hanya merasa bosan dengan privillege yang ia miliki justru membuatnya muak.

"Udah selesai latihannya?" tanya Dera. Dia menghadang Raka di koridor. Membawa tas dan beberapa buku, sudah siap pulang.

"Udah."

Dera cemberut ketika Raka melewatinya seolah dia tidak ada di sana. "Raka!" seru Dera sambil menyamakan langkah dengan laki-laki itu. "Ada masalah apa?"

"Nggak papa, Der."

"Beneran? Kata Denis lo jadi ketua basket."

"Enggak, gue bukan ketua."

Dera menarik lengan Raka. "Lo kenapa, sih?"

Laki-laki itu terpaksa menoleh ke arah Dera.

"Lo sering banget mengabaikan gue, lo sadar nggak?" Bagaimana pun juga, Dera berhak untuk tegas kepada Raka. Dia tidak ingin menyalahkan Raka, hanya menyadarkan betapa Raka sudah keterlaluan akhir-akhir ini.

"Gue kangen Raka yang perhatian, gue kangen Raka yang ambis ikut olimpiade, Raka yang sibuk bimbel sana sini. Lo berubah total, Ka!" jelas Dera untuk memperlihatkan kekecewaannya.

"Gue tau," sambung Dera. "Gue tau lo masih belum bisa move on dari-"

"Berhenti!" perintah Raka membuat Dera terbungkam. "Jangan lanjutin kalimat lo."

Dera merapatkan bibirnya. Menatap rasa sakit yang bermunculan dari tatapan mata Raka.

Mereka kembali berjalan menuju ruang ganti. Raka meraih seragam identitasnya di loker.

"Pegangin hape gue." Raka menyerahkan ponsel dan sebuah buku latsol ujian kepada Dera. Sedangkan dia pergi ke ruang ganti untuk mengganti pakaiannya.

Dera menghela napas pasrah. Dia ingat bagaimana Raka ketika ibunya masih ada. Dia penuh ambisi, pemimpin yang hebat, dan orang yang sibuk. Dera senang sekali menyombongkan diri kepada teman-temannya bahwa dia punya pacar orang penting seperti Raka. Namun sekarang Raka terlihat seperti bukan Raka yang Dera kenal dulu.

Drt...

Getaran ponsel membuat Dera menoleh ke tangan kirinya. Ada dua panggilan tak terjawab dari sebuah nomor tak bernama di ponsel Raka.

Dera menautkan alis. Siapa orang asing yang menelfon Raka siang-siang begini?

Di panggilan yang ketiga, Dera bangkit dan membawa ponsel itu ke depan pintu ruang ganti. "Eh, Raka!" serunya dengan nada sangat hati-hati.

Raka yang sedang menautkan kancing seragamnya menoleh sekilas ke arah pintu yang masih tertutup. "Ya?!"

"Ada telepon."

"Dari siapa?"

"Nggak tau, nggak ada namanya."

Raka terdiam beberapa saat. "Jangan diangkat!" perintahnya. Lalu mengusap rambutnya yang agak basah karena keringat.

The Golden StudentWhere stories live. Discover now