Ν

699 10 0
                                    

NU
Huruf ke-13 dalam alphabet Yunani

ν



Xpander putih melawan derasnya hujan di atas jalan setapak menuju ke garasi. Sosok yang mengemudi di dalamnya adalah anak muda berusia 17 tahun.

Mobil itu berhenti di samping berbagai varian suzuki yang tertata rapi.

"Denis!" seru wanita paruh baya, membawa dua payung di tangannya. Ekspresinya terlihat cemas.

Denis yang merasa terpanggil, keluar dari dalam mobilnya. Dia melihat sang mama sedang menyuruh Bi Astri untuk mnjemputnya menggunakan payung, tapi Denis lebih dulu berlarian di bawah guyuran hujan, menyebrangi jalan setapak dari garasi hingga pintu masuk rumah.

Badannya yang masih mengenakan seragam basah kuyup. Mamanya langsung mengomelinya.

"Dari mana aja sih, kamu?" Laila atau biasa dipanggil dengan Mama Ila menatap cemas ke arah Denis.

"Kan Denis udah bilang lewat telfon tadi, mau ngerjain tugas dulu sama Raka."

Laila buru-buru menyuruh Denis masuk ketika guntur menggelegar.

Bi Astri yang masih membawa payung menutupkan pintunya, suara hujan langsung menghilang, diganti suara ketenangan di dalam rumah bernuansa emas itu.

"Astri, ambilin handuk cepetan!" perintah Laila. Wanita berpakaian daster itu bergegas menuruti atasannya.

Tetesan air jatuh ke lantai dari rambut Denis yang basah. Selebihnya, hanya bagian pundak dan tasnya yang terkena air hujan.

"Aduh, jadi kehujanan gini." Laila memekik sambil mengusap bahu Denis agar tidak kedinginan. "Besok-besok kalau mau hujan, langsung pulang aja."

"Kalau belum selesai, gimana bisa pulang, Ma?" sahut Denis kesal.

Laila berdecak. "Ganti baju dulu, habis itu makan. Udah mama buatin papeda."

"Nggak, Denis udah makan tadi."

"Makan apa?" Laila menautkan alis.

"Bakso, Ma, sama Raka," sahut Denis dengan helaan napas bosan. Perhatian yang ibunya berikan terkadang membuatnya kesal.

"Bakso?!" tidak seperti dugaan Denis, Laila menatap terkejut.

"Iya, kenapa?"

Tepat saat itu Bi Astri datang membawakan handuk. Dengan ekspresi cemas, Laila menyampirkan handuk itu di bahu Denis. "Sudah sana, hangatin tubuh kamu jangan sampai sakit. Biar Mama telfon Raka dulu."

Denis menatap terkejut. "Ngapain telfon Raka?"

Laila berkacak pinggang. "Mastiin dimana tadi kamu makan bakso. Kamu tau kan sekarang lagi marak bakso yang pakai boraks."

Denis tertawa geli. "Boraks? Bagus dong kalau bakso Denis ada turunan dari senyawa kimia boronnya. Kan boraks punya fungsi sebagai anti septik dan pembunuh kuman."

Mama mendelik marah mendengar Denis bercanda. "Iya, kamu mau makan makanan yang digunakan juga untuk bahan industri keramik sama racun buat ngusir kecoa?"

Denis menggeleng. Nyengir kuda.

"Boraks nggak baik dikonsumsi," lanjut Laila.

"Tau, Ma. Tau. Denis juga tau ciri-ciri bakso boraks, kok. Nggak usah khawatir." Denis menyerahkan handuk basah itu kepada mamanya dan berlalu ke dalam kamar.

Laila hanya menghela napas. Dia meraih ponsel untuk menghubungi Raka.

Denis meletakkan tasnya di atas rak, lalu melepas pakaiannya yang basah. Nyatanya, suara hujan di luar sana tidak berhasil membuat mekanisme psikologis otak Denis berjalan normal. Otaknya tetap saja semrawut memikirkan keberadaannya di rumah ini.

The Golden StudentWhere stories live. Discover now