Γ

2.1K 52 5
                                    

Gamma
H

uruf ketiga dalam alphabet Yunani

* rasio kapasitas panas dan koefisien aktivitas dalam termodinamika
γ


Pintu ruangan nomor 104 dibuka dari luar. Perempuan berwajah galak yang merupakan petugas asrama itu menatap tajam ke arah tempat tidur di pojok ruangan.

Lampu kamar sudah dimatikan, tidak ada alat elektronik yang hidup, pemilik kamarnya juga sudah tertidur di atas ranjang, tepat seperti yang wanita itu inginkan.

Setelah yakin gadis penghuni kamar itu benar-benar tertidur, wanita itu menutup pintu dan mengunci dari luar. Lalu mengulang ke kamar berikutnya, mengeceknya, dan menguncinya dengan kunci cadangan di tangannya.

Di kamar nomor 104, gadis bermata kucing itu menyibakkan selimut yang menutup sekujur tubuhnya. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Waktunya beraksi.

Dia bangkit dari atas tempat tidur. Memakai kacamata agar penglihatannya tidak kabur.

"Ibu asrama sialan, pintunya dikunci," pekik Seli ketika dia tak berhasil membuka pintu ruangannya sendiri.

Seli meraih tas gendongnya. Membuka jendela. Menoleh ke arah tanah berbatu di bawah sana. "Loncat dikit, nggak papa kali, ya?'' gerutunya.

Punggung Seli terbentur semak ketika dia mendarat di jalan setapak dari lantai dua. Kakinya terasa sangat nyeri, tapi dia menahannya.

"Untung kepala gue nggak kejedot tuh batu," bisik Seli sambil melirik ngeri ke arah sebongkah batu di samping hibiscus rosa sinensis.

Seli mengawasi sekitar. Menatap ke arah jendela asrama yang sudah berubah gelap semua. Ujung jalan tampak sepi. Pos penjaga juga sepi. Kesempatan besar bagi Seli untuk melancarkan aksinya.

Langkah Seli begitu hati-hati menuju ke pusat generator listrik di belakang asrama. Dia harus melewati koridor yang ketat akan penjagaan. Namun Seli sudah merancang rencananya matang-matang, dia melancarkan rencananya sekarang karena dia tau hari ini ada pertandingan Arema vs Persebaya. Para penjaga berkumpul di ruangan pos satu untuk menonton pertandingan daripada berjaga.

Seli sampai di pusat generator dengan selamat dan tubuh yang utuh. Dia menarik napas dalam bersamaan dengan tangannya yang menarik tuas generator.

"Ya Tuhan, ampuni dosa-dosa gue!" bisik Seli

Jleg

Tuas mengarah ke bawah. Tepat saat itu, suara generator berubah hening. Lampu satu persatu mati di seluruh asrama, merambat hingga ke kedua gedung Triptha. Orang-orang di pos satu berteriak kesal karena tontonan mereka harus terhambat.

Seli menatap stopwacth di hapenya. "Setting, sepuluh menit sampai gue tiba di ruang kesiswaan!" ucap Seli pada dirinya sendiri.

00.09.58

Waktu terus bergerak mundur. Seli berlari sebelum para penjaga datang ke sini untuk membetulkan generator. Sebelum lampu hidup, Seli harus sampai di ruang kesiswaan yang terletak di gedung Triptha, tiga puluh meter dari asrama.

Seli terus berlari, tapi dia tidak lupa mengecek sekeliling agar tidak ada satu pun yang melihat gadis berkeliaran tengah malam ke sekolah seperti ini.

Seperti harapan Seli, belum ada satu pun penjaga yang terlihat. Seli membelok ke koridor gedung IPS. Kakinya yang nyeri terasa lebih nyeri digunakan untuk berlarian.

00.07.24

Waktu terus bergerak mundur. Napas Seli seperti napas seekor kuda. Dia tidak menghentikan larinya karena masih ada lima belas meter sebelum dia tiba di tempat tujuan.

"Bapak-bapak penjaga itu pasti udah setengah jalan," gerutu Seli sambil membelok ke arah lapangan yang basah karena embun malam.

Seperti dugaan Seli, dua orang penjaga membawa senter, hampir tiba di pusat generator. Mereka mengawasi setiap sudut jalan karena mengira ada makhluk halus yang iseng mematikan generator listrik.

Di sisi lain, Seli berhasil tiba di depan ruang kesiswaan. Dia mengeluarkan linggis dari dalam tasnya. Membuka jendela ruang kesiswaan dengan keringat bercucuran.

00.04.34

"Ayo, buruan, anjir!" umpat Seli ketika linggisnya seolah berubah menjadi agar-agar yang melunak.

"Susah amat, sih," gerutu Seli sambil mendobrak jendela itu karena linggisnya tak berhasil digunakan untuk membuka jendela.

"Waktu gue tinggal dikit, anjir." Jantung Seli seolah ingin copot. Tinggal beberapa detik sebelum lampu menyala. Jika dia belum berhasil masuk ke dalam ruangan, kamera cctv di atasnya akan menangkap sosoknya sedang berusaha masuk dengan cara ilegal.

Seli beralih ke pintu masuk. Dia membukanya secara iseng. Matanya membelalak ketika menyadari pintu itu tidak terkunci. "Sialan!" umpatnya.

"Susah-susah bawa linggis. Eh, pintunya nggak dikunci. Bangsat emang!" umpat Seli sambil memasukkan linggisnya ke dalam tas.

00.00.00

Ponsel Seli berdering nyaring. Tepat saat itu, dia masuk ke dalam ruangan dan menghentakkan pintu agar menutup. Saat itu juga lampu menyala, begitu pula cctv dan segala macam alat elektronik di sana.

Seli menghela napas lega. Mematikan dering ponselnya. Menatap ke sekeliling ruangan yang gelap dan menakutkan. Dia menghidupkan senter. Mencari apakah ada kamera cctv di ruangan itu. Seperti dugaannya, ruangan itu bersih dari pengawasan cctv.

Lagian, siapa yang mau mengawasi Pak Raden dengan memasang kamera cctv di ruangan ini?

Rencana Seli baru dimulai. Dia bergegas membuka laptop yang sering digunakan pak Raden mencatat nilai.

File yang Seli butuhkan terpampang jelas di layar. Pak Raden pasti belum sempat menutupnya. Dia mencari nama Miseli Viviana di file tersebut.

Satu persatu nilai muncul menjadi bentuk barisan. Semua nilai di bawah 50 itu adalah milik Seli.

"Emang nggak enak dipandang, sih," gerutu Seli sambil meringis. Bahkan ketika matanya sudah terlindungi kaca mata, matanya tetap terasa perih ketika melihat nilai itu.

"Dosa dikit!" bisik Seli. Mengubah semua nilainya menjadi delapan puluh.

Barulah Seli bisa menghela napas lega. Dia menutup laptop seperti semula. Memandang jam yang sudah menunjukkan pukul 11.25 dini hari.

Seli tidak akan tidur malam ini, karena dia akan berpesta, merayakan keberhasilannya sendiri.

Jadi, itulah yang membuat Seli telat bangun dan akhirnya terlambat masuk sekolah.

Flash Back End

Begitulah yang diceritakan Aldi di ruang BK ketika dia dan Seli dipanggil oleh Pak Hasan untuk menghadap pada jam istirahat.

Seli bahagia akhirnya dia bisa satu kelas dengan Dera karena dia sudah mengubah nilai ujiannya menjadi lebih baik. Namun dia melakukannya dengan cara yang ilegal. Anehnya lagi, Aldi bisa tau semua alur rencana Seli seolah dia memata-matai Seli malam itu.

Jam istirahat Seli siang itu hancur berantakan ketika dia mendengar namanya dipanggil di pengeras suara untuk segera masuk ke ruang BK. Di sinilah dia sekarang, bersama Aldi yang terang-terangan melaporkan kelakuan jahatnya.

Yang bisa dilakukan Seli hanyalah berdiri tegang di hadapan pak Hasan yang sedang mendengarkan cerita Aldi dengan ekspresi serius.

"Mati gue," bisik Seli dalam hati.

The Golden StudentWhere stories live. Discover now