Dua Puluh Lima

120 9 0
                                    

Venna dan Edbert menghabiskan momen dengan diam di dalam mobil Edbert. Sejujurnya Venna sudah menahan air matanya untuk tidak jatuh di depan Edbert sambil mencengkeram tas yang sudah dipegang.

"Ven, aku tahu aku pengecut. Aku tahu kalau seharusnya aku bisa bersikap tegas dengan perasaanku." ucap Edbert membuka pembicaraan.

"Tapi, aku tidak bisa berjuang sendiri. Aku bahkan tidak tahu kamu suka sama aku ga. Aku bukan cenayang yang bisa menebak perasaanmu Ven. I need you to tell me what is your feeling." sahut Edbert.

"Aku tahu harusnya aku ga melebih-lebihkan masalah Ed. Aku cuma insecure dengan diriku." sahut Venna sambil tertunduk. Air mata yang ditahannya selama ini akhirnya mulai jatuh satu persatu.

"Kamu tahu kan Seraphine itu cantik, pintar, kaya, dan masih banyak kelebihannya dibandingkan dengan aku. Kamu seharusnya memilih dia, bukan orang seperti aku."

"Aku ini ga cantik Ed. Aku bahkan tidak memiliki tubuh ideal seperti Seraphine. Coba kamu lihat dirimu. Kamu manis, pintar, baik, mana ada cewek yang ga suka sama kamu?"

"Ada kok yang ga suka sama aku."

"Gak mungkin. Cewek yang menolak kamu pasti dia sudah ga waras."

"Berarti kamu ga waras dong Ven?"

"Kata siapa aku nolak kamu?"

"Lah katanya tadi kamu insecure sama dirimu, kamu merasa tidak pantas sama aku."

Venna pun terdiam mendengar pernyataan Edbert. Tanpa sadar Edbert pun memegang tangan Venna yang mulai terlepas dari tasnya.

"Ven, aku ga peduli kalau Seraphine lebih cantik, pintar, kaya atau apapun dari kamu. Aku cuma maunya kamu. Aku cuma sukanya sama kamu. Kamu itu cantik di mataku."

"Jujur aja Ven, apapun yang kamu lakukan itu selalu terlihat manis di depanku, sekalipun dulu kamu sering marahin aku waktu di kelas." sahut Edbert sambil tersenyum.

"Bohong." sahut Venna.

"Kenapa kamu ga berusaha untuk percaya dirimu lagi Ven? Kalau aku aja orang yang belasan tahun ga ketemu kamu aja bisa melihat spesialnya dirimu, kenapa kamu ga memberi kesempatan yang sama ke dirimu sendiri?"

"Aku ga tahu Ed."

"Ven, ijinkan aku membantu kamu ya. Ijinkan aku mencintaimu supaya kamu bisa mencintai dirimu juga." sahut Edbert sambil menghapus air mata yang sudah mengalir di pipi Venna.

"Jadi maukah seorang Venna Damara menjadi pacarku?"

Venna pun melihat tatapan Edbert yang tulus dan menganggukkan kepala sambil tersenyum.

***

Sepulangnya dari pertemuan yang tidak diduga itu, tanpa disangka status Venna yang jomblo ini sudah pecah juga. Memang ya kadang kita tidak tahu bahkan apa yang akan terjadi lima menit ke depan. Venna pun mengetikkan pesan ke sahabatnya untuk memberitahukan berita bahagia itu.

To: Sonya
Aku udah jadian 😜

Sonya is calling..

"HOIIII MON MAAP SITU JADIAN SAMA SIAPAAAA?? APA SAMA EDBERT?" sahut Sonya tidak dapat menahan rasa terkejutnya.

"Iyes." sahut Venna.

"JIR AKHIRRNYAA YA TUHAN! SUDAH BELASAN PURNAMA BAK CINTA DAN RANGGA, BESTIE SAYA PECAH TELUR JUGA!" sahut Sonya.

"Gila! Kalau kamu teriak kenceng gitu ntar dimarahin lo sama paksu (pak suami)" sahut Venna.

"BIARIN! Plis traktiran ya pajak jadian!"

"Cih si mak-mak ini berasa jaman SMA. Ingat umur bu, mana ada sekarang mah anak gen Z tahu pajak jadian." sahut Venna sambil tertawa.

"Bodo amat, kita kan bukan gen Z. Pokoknya harus traktir loh ya!" sahut Sonya.

"Iya. Eh bentar Edbert telpon."

"Cie baru sampe rumah udah kangen aja itu si pak dokter. Ya udah salam ya buat dia." sahut Sonya.

Venna pun mengakhiri telepon dan mengangkat panggilan dari Edbert.

"Halo." sahut Venna.

"Kamu udah sampe rumah?" tanya Edbert.

"Udah. Kamu?"

"Udah, kan aku pasti sampe duluan dari kamu. Btw kenapa kamu ga ngabari kalau udah sampe rumah?"

"Eh iya tadi keburu telpon Sonya. Maaf ya." sahut Venna sambil menahan rasa gemasnya ke mas pacar (cieh).

"Oh jadi Sonya lebih penting nih.."

"Jangan bilang kamu cemburu ke Sonya. Gemes kali lo." sahut Venna sambil tertawa.

"Kan aku daritadi juga nunggu chat atau telponmu." sahut Edbert.

"Bilang aja masih kangen." ledek Venna.

"Memang. Atau aku ke rumahmu aja ya sekarang?" tantang Edbert.

"Bapak Edbert yang terhormat, anda jangan gila ya. Ini udah jam 11 malam dan besok kita harus kerja." sahut Venna.

"Yahh.. Oh ya kamu besok pulang kantor jam berapa?"

"Kayaknya jam 6 deh. Kamu jaga di rumah sakit besok?"

"Sampe jam 5 sih, aku jemput ya besok di kantor."

"Oke. Berarti besok aku ga usah bawa mobil ya." sahut Venna.

"Iya cantik. Besok siapin perut buat makan banyak sama aku." ledek Edbert.

"Kapan dietnya kalau gitu dong Ed."

"Ga usah diet, nanti ga gemes lagi." sahut Edbert sambil tertawa.

***

One Moment in TimeWhere stories live. Discover now