Tiga Belas

573 70 3
                                    

Edbert pun menutup telepon sambil tersenyum yang memperlihatkan kedua lesung pipitnya. Dia langsung mengambil kunci mobil dan bergegas menyetir menuju ke kantor Venna. Iya, Edbert memang seniat itu dan ini adalah hal yang tidak pernah berubah dari Edbert sejak dulu.

Once he set a goal, he never gives up.

Masih teringat jelas di benak Edbert, ketika Edbert tidak dapat menghubungi Venna dan ternyata handphone Venna sedang diservis. Keesokan harinya Edbert langsung meminjamkan spare handphone ke Venna untuk dipakai, supaya Edbert masih bisa menghubungi Venna.

Edbert pun tersenyum mengingat kejadian itu. Dia ingat ketika dia harus bertengkar dengan Evelin untuk meminjamkan spare handphone ke Venna.

"Halo Ven. Aku udah di lobby ya." sahut Edbert.

"Oke aku jalan ke depan." sahut Venna.

Venna pun melihat sebuah mobil honda accord berwarna silver sudah menunggu di lobby. Edbert pun kemudian menurunkan jendela dan melambaikan tangan ke arah Venna.

"Ed, kan udah dibilangin ga usah jemput segala, lagian ya aku udah terbiasa pulang sendiri juga." sahut Venna sambil memasang sabuk pengaman.

"Ya gapapa kan lagian anggap aja ucapan terima kasihku karena kamu udah bantu cari kotak putih itu." sahut Edbert.

"Tapi kan belum nemu Ed." sahut Venna berusaha menahan kegugupannya. Ketika melihat wajah Edbert dalam jarak dekat saja sudah membuat hati Venna bergetar, ditambah kali ini Edbert memakai pakaian kasual, bukan pakaian dokter yang digunakannya.

Kaos putih dan celana jeans selutut sudah sukses menggetarkan pertahanan hati Venna. Bagi Venna, cowok dengan kaos putih itu menambah pesonanya 10000x lipat dari biasanya.

"Nanti juga nemu, tenang aja. Oh ya, kamu udah makan belum?" tanya Edbert.

"Belum."

"Hmm kalau gitu makan dulu gimana? Sushi Tei mungkin?" tanya Edbert.

"Terserah. Aku ngikut aja." sahut Venna.

Jarak antara kantor Venna dan Sushi Tei seharusnya cuma sekitar lima belas menit. Tapi jangan tanya ketegangan di antara mereka selama lima belas menit itu. Lima belas menit yang terasa seperti lima belas tahun.

"Irasshaimase! Berapa orang kak?" tanya pelayan di Sushi Tei.

"2 orang mas." sahut Edbert.

"Baik, di sebelah sana ya kak mejanya. Ini buku menunya, nanti bisa pencet aja belnya kalau mau memesan." sahut pelayan tersebut sambil menyerahkan buku menu.

"Kamu suka apa Ven?"

"Terserah Ed. Aku ikut aja." sahut Venna.

Edbert berusaha membaca raut wajah Venna dan menebak pasti ada sesuatu yang disembunyikan Venna. Edbert itu tahu persis kalau Venna bukan orang yang pintar menyembunyikan atau menutupi ekspresi wajahnya kalau sedang galau.

"Lagi banyak pikiran kah Ven?" tanya Edbert.

"Hmm ngga kok." sahut Venna dengan datar.

"Aku pesenin aja ya kalau gitu. Kamu ada alergi ikan atau apa mungkin? Salmon oke kan?"

"Boleh. Aku ga ada alergi apapun kok." sahut Venna.

Sejujurnya dalam hati Venna, dia juga tidak tega berlaku dingin kepada Edbert. Sebenarnya Edbert itu tidak salah sama sekali, tapi dia masih teringat akan sosok Seraphine yang bermanja-manja di samping Edbert dan merusak moodnya seketika. Tapi masalahnya, Venna pun terlalu gengsi untuk bertanya ke Edbert.

"Kamu di bagian divisi apa Ven di kantor?" sahut Edbert setelah memesankan beberapa menu.

"Di finance Ed." sahut Venna.

"Bukannya kamu dulu sempat mau masuk kedokteran juga ya?" tanya Edbert.

"Iya, sudah keterima sih sebenarnya waktu itu di kedokteran gigi. Tapi papa ga setuju waktu itu." sahut Venna.

"Oh ya? Harusnya kamu cocok sih Ven jadi dokter."

"Masa sih? Ga lah. Tumben loh ini kamu memuji." sahut Venna sambil tertawa.

"Nah gitu dong! Iya lah, kan aku dulu member tetap pinjam catatanmu." sahut Edbert.

"Kalau itu sih aku tahu. Masih inget ga pas kamu bawa catatanku ke tempat main game online? Padahal besok ujian!" sahut Venna.

"Oh iya! Akhirnya kamu harus ambil sendiri ya ke tempat mainku."

"Iya dan waktu itu kamu cuma bilang nih catatannya, noleh aja ngga ya ampun.."

"Lagi asyik war itu berarti. Eh yuk makan dulu."
sahut Edbert sambil tersenyum.

Tidak terasa makanan sudah terhidang di depan mereka, mulai dari salmon skin, tuna crispy mentai, tamagoyaki, dan jenis yang lain.

"Ga kurang banyakkah ini pesannya Ed?"

"Kan kamu pasti butuh banyak energi habis kerja."

"Tapi ga segini banyak juga kali Ed."

"Kan aku ga tahu seleramu yang mana, jadi aku pesenin aja yang biasa aku pesan." sahut Edbert.

"Udah macam all you can eat sih ini kita." sahut Venna sambil meraih sumpit di dekatnya.

"Jadi udah better kan sekarang? Udah mood lagi ga?" tanya Edbert sambil mengecek raut wajah Venna.

"Daritadi ga kenapa-napa kok memang." sahut Venna dengan wajah yang mulai kemerahan.

"Tanya aja kali Ven kalau ada yang mengganjal. Ga usah dipendam, nanti penasaran malah ga enak." sahut Edbert.

"Well, if you insist.. Hmmm.. Ga deh. Ga penting juga, makan aja yuk." sahut Venna.

***

Kira-kira Venna mau tanya apa guys?
Happy Monday!!! Salam sayang dari Venna dan Edbert!!

One Moment in TimeWhere stories live. Discover now