Sembilan

619 78 3
                                    

Venna memperhatikan wajah di seberang kamera dengan seksama.

Wajah yang membuat dia semakin menyesali keputusan bodohnya dulu waktu SMA. Wajah yang selama belasan tahun ini sering menghiasi mimpinya tanpa ia sadari. Wajah yang..

"Nah ini nih daritadi diem melulu. Ven, apa kabar nih! Udah jadi bos besar nih sekarang!" teriak Richard membangunkan lamunan Venna.

"Apaan sih Chad masih ga berubah aja. Masih karyawan saya ini." sahut Venna sambil menutupi raut wajahnya yang terkejut.

"Kerja di mana Ven sekarang?" tanya Jessica.

"Di perusahaan multinasional gitu." sahut Venna.

"Ya kan udah bos berarti kannn sess!" sahut Richard.

"Masih cecunguk mah saya." sahut Venna.

"Lah kalau si Edbert, sekarang jadi dokter nih?" tanya Richard.

"Iya Cad." sahut Edbert.

"Ga nyangka lho dulu kamu yang hobinya main melulu, sekarang eh malah jadi dokter dia!" sahut Richard.

"Ya kan manusia bisa berubah." sahut Edbert.

"Iya lho, kamu banyak berubah lho Ed. Dulu aja suaranya dia paling keras kalau di kelas ya kan Steve?" sahut Jessica.

"Iya! Biang kerok mah si Edbert dulu. Apalagi kalau lagi semangat mau main, pulang sekolah yang ada kita nangkring di warnet." ujar Steve menambahkanz

"Itu kan dulu guys, sekarang udah lama aku ga main. Jangan buka aib lama ah." sahut Edbert sambil menahan tawa.

"Btw aku baru inget, Edbert sama Venna teman sebangku kan dulu?" sahut Sandy.

"Iya lah mereka lho duduknya di depan kita San." sahut Steven.

"Oh iya ya bener juga! Ed depan kamu duduknya Richard bukan sih?" tanya Sandy.

"Iya Richard di depan aku duduknya. Gila masih inget aja San, udah belasan tahun coba." sahut Edbert.

"Terlalu berkesan posisi duduk itu, grup DOTA banget kan kita dulu. Kasian si Venna dulu terperangkap di tengah-tengah kita." sahut Sandy.

"Parah sih kalian dulu, ngomongnya Zeus lah apa lah. Aku paling roaming sendiri kalau di tengah-tengah kalian." sahut Venna menambahkan.

"Zeus!! Gila lama banget ga dengar istilah itu! Kapan-kapan bisa lah bro kita main bareng lagi!" sahut Steven.

"Boleh lah, tapi ya dipikir-pikir Ed, kamu tuh jahilnya parah banget lho sama Venna. Beneran kayak kucing dan anjing mah kalian." sahut Sonya.

"Iya lho, paling parah nih si Edbert. Dulu inget ga pas pentas seni? Masa dia mau undur diri, padahal jelas-jelas tim kita kekurangan orang." sahut Jessica.

"Untung tuh ada si istri Edbert yang ngebujuk dia waktu itu, ya ga Ven?" ledek Richard.

"Apaan sih istri apaan. Dulu Edbert itu ikut bukan paksaan kan ya Ed?" sahut Venna sambil mencoba menatap muka Edbert dari balik kamera.

"Iya.. Iya kok tanpa paksaan. Aku lupa kenapa dulu ga mau ikut tapi akhirnya jadi ikut." sahut Edbert gelagapan.

"Alaahhh.. Itu sih karena Venna aja yang ngomong ke Edbert, makanya dia mau ikut. Kalau ga mah, meskipun satu kelas bersuara dan maksa dia, dia mah kekeuh ga ikut." sahut Steven.

Tanpa sadar wajah Edbert dan Venna berwarna merah padam, entah menahan malu atau malu mengakui bahwa yang dikatakan teman-teman itu benar.

"Tapi kamu masih single nih Ven?" tanya Richard.

"Masih." sahut Venna.

"Belum punya pacar kan?" tanya Richard.

"Belum. Cariin makanya Cad." sahut Venna.

"Lah ini udah ada yang dekat nih, ngapain perlu yang jauh. Ya ga Ed?" tanya Richard.

"Apaan sih Cad." sahut Edbert.

"Kamu masih belum ada pacar kan Ed?" tanya Steven menambahkan.

"Belum." sahut Edbert.

"Nah! Pas kan ini sama-sama single and available lho! Sama-sama sibuk kerja nih kalian sampai lupa cari pasangan nih!" ledek Jessica.

Venna dan Edbert pun terdiam ketika mendengar kalimat-kalimat perjodohan instan yang dilontarkan teman-teman.

Oh ternyata masih single ujar Venna dalam hati.

"Ok teman-teman, kayaknya segini dulu acara reuni kita. Seneng banget rasanya bisa ngumpul sama kalian meskipun sebentar dan jarak jauh. Semoga kita bisa bertemu setelah pandemi ini ya!" sahut Jessica.

"Bye guys! Stay safe and take care!" sahut Sonya.

Satu demi satu pun meninggalkan ruangan virtual ini sampai tersisa hanya Edbert dan Venna. Mereka hanya saling bertatapan dan melemparkan senyum simpul.

"Nice to see you Ed." ujar Venna sebelum menutup kameranya.

"Nice to see you too, Ven."

***

Venna pun membaringkan dirinya di atas tempat tidur sambil memikirkan reuni singkat tadi.

Edbert sudah berubah. Dia ga childish kayak dulu, dia lebih mature, cara ngomongnya juga lebih dewasa, badannya sekarang juga lebih berisi. Dulu kan dia kurus kayak kurang gizi. Lesung pipitnya pun semakin kelihatan. VENNA YANG BENER!! Apa yang kamu pikirkan!!

***

One Moment in TimeWhere stories live. Discover now